Prologue

610 67 2
                                    

"Aku bukan orang yang akan memberi kesempatan kedua, Nat. Sekali orang memilih mundur atau berbalik badan dariku, jangan harap mereka bisa kembali maju, seinci pun." Tatapan tajamnya beradu dengan manik cokelat gelap lelaki yang berdiri gusar di depannya. Jangankan senyuman, ekspresi saja enggan ia tunjukkan. Biar saja lelaki itu berpikir.

"Gue ... ini terlalu sulit buat gue, Laf. Gue bisa terima yang lain tapi untuk ini, gue nggak bisa. Setahun bukan waktu yang singkat buat gue biarin lo pergi ketemu orang-orang baru tanpa ikatan." Mencoba diraihnya tangan Lafa, tetapi gagal. Tepisan langsung diterima dengan atmosfer yang berubah semakin kaku.

Satu alis Lafa terangkat, begitu juga dengan satu ujung bibirnya. Cukup memecah keheningan sebenarnya, tetapi senyum miring perempuan itu justru bencana bagi lelaki berkemeja hitam tersebut.

Decakan kasar penuh kefrustrasian lolos bersamaan dengan diusapnya brutal rambut hitam sedikit ikalnya. Lelaki itu tak tahu lagi bagaimana menghadapi Lafa.

Sebuah kekehan kecil diberikan Lafa. Perempuan berjilbab milo itu lantas mengurai lipatan tangan dan menghela napas. "Apa yang kamu takutkan sebenarnya? Aku akan menyukai orang lain atau kamu takut tidak bisa mengaturku, Natiq?"

Lelaki bernama Natiq itu kembali fokus pada Lafa. Dengan sorot putus asa, ia bak serdadu perang sekarat yang berada di ambang kematian. Kalut dalam dada dan kepala sama sekali tak bisa ia hindari. Bagaimana tidak? Perempuan incaran yang sudah berhasil ia yakinkan setelah memendam selama empat tahun itu, memberinya pilihan sulit.

Seperti yang ia katakan, Natiq tidak bisa membiarkan Lafa jauh darinya tanpa status. Namun, perempuan itu sendiri muak dengan status yang ditawarkan Natiq. Melepaskan Lafa, artinya membiarkan usahanya selama ini sia-sia. Mendekati Lafa saja sukar setengah mati, sekarang ia akan melepaskannya? Gila.

"Seenggaknya, izinin gue ngelamar lo sebelum lo fokus ke pendidikan di sana." Gagasan terakhir Natiq akhirnya terlontar. Tak ingin ia menanggapi pertanyaan menjebak milik Lafa, ia tahu betul bahwa perempuan itu cerdik dalam menjatuhkan lawan lewat permainan kata-katanya.

Tenang, menenggalamkan. Begitulah Lafa. Salah diksi sedikit saja saat berbicara dengannya, siap-siap saja menerima serangan lisan yang bagai tak bertuan.

"Menghindari pertanyaanku, hm?" Senyum kembali tersungging, kali ini tampak lebih luwes. Jemari Lafa perlahan meraih brosur berwarna biru yang tergeletak di atas meja teras, samping tempatnya berdiri. Ia mengangsurkan lembaran itu pada Natiq dan langsung diterima.

Natiq tak mau repot-repot membacanya, toh ia sudah tahu apa yang tertulis di sana. Iya, brosur tempat Lafa akan pergi. Ia hanya menatap nanar brosur itu tanpa minat.

"Satu tahun aku hanya akan fokus ke sana, tanpa terikat. Jika mau, tunggu sampai aku pulang, jika tidak ... kubur dalam-dalam niatanmu atas aku. Berulang kali kamu mendengarnya, bukan? Baiklah, jika kamu tidak memutuskan, aku yang akan memutuskan. Silakan mundur dan cari perempuan yang bisa kamu atur dengan status yang kamu agung-agungkan itu. Selamat tinggal, Natiq."

Lafa meninggalkan Natiq di teras rumahnya begitu saja. Dengan gemeretak patah, rutuk remuk, juga harap dan ingin yang sisa puing.

"Amor fati, fatum brutum." (Nietszch).

-o0o-

Cie ... ketemu romance🤣 Meskipun kayaknya bakal dark. But, ya ini nggak romance sih aslinya.

Karena aku nggak buat prakata, jadi intro di sini aja sekalian.

As usual, aku akan selalu memperingatkan di awal cerita yang aku buat. Sebelum membaca karyaku, kosongkan kefanatikan serta wadah (ilmu) kalian dulu. Karena tempat yang penuh, tidak akan bisa menampung sesuatu yang baru.

Juga, rating cerita ini adalah mature. But, perlu diketahui bahwa mature tidak selalu tentang seksualitas.

Jangan salahkan aku nantinya jika kalian kebingungan dengan karakter utama perempuan di sini, termasuk dengan logika-logikanya. It's totally myself, termasuk dengan beberapa kisah yang akan aku selipkan serta profesinya. Yang jelas, aku akan berusaha memaparkan sedetail mungkin, lengkap dengan alasannya.

Bisa ditebak, ceritaku akan berkutat pada hal-hal berbau filsafat, teologi, feminisme, sejarah, those are my story characteristics. Ya ... mungkin di sini tambahannya adalah English material.

So, hope you enjoy, like, and learn something new also useful from this story.

Amaranteya

Ujung Tirani (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang