22. Isn't She?

148 46 23
                                    

Harus up lagi😅 Alesannya di bawah.

-o0o-

Beberapa hari tak ada interaksi apa pun antara Zaa dan Hijir. Jika perempuan itu mulai benar-benar tak peduli, berbeda halnya dengan Hijir yang memang belum siap berhadapan dengan Zaa. Sepanjang program pun sebisa mungkin ia menghindari bertemu dengan perempuan itu.

Puncaknya saat malam agenda giving speech. Karena pembagian tugas tidak berubah, Hijir tentu saja tetap memberi kajian di kelompok, di mana ada Zaa di dalamnya.

Suasana agenda malam ini sedikit berbeda dari minggu sebelumnya karena untuk tempat memang di-rolling. Mereka yang semula bertempat di aula, menjadi di lapangan utama dengan penerangan yang sudah diatur sedemikian rupa.

Setelah semua perwakilan kelompok menyelesaikan tugas, giliran Hijir yang harus naik podium. Ia sempat beradu tatap dengan Zaa, tetapi seperti biasa, perempuan itu tak menunjukkan ekspresi berarti.

Tujuh menit berlalu begitu saja. Tenang, tak seperti saat Zaa melontarkan sanggahan. Itu berarti, apa yang disampaikan Hijir kemungkinan tidak ada yang salah dalam pemahaman Zaa.

Tepat saat acara selesai dan semua santri bubar, dari tempatnya Hijir melihat Zaa meraih ponsel dari saku rok dan mendekatkan benda pipih itu ke telinga. Ia lantas pergi, tampak terburu-buru untuk menghindari didengar oleh orang lain.

Bak penguntit, Hijir langsung berlalu, mengikuti perempuan itu diam-diam.

Zaa berhenti di ujung bangunan, berdiam di bawah pohon mangga sambil menyandarkan punggung di sana. Hijir tak berniat sembunyi, toh ia yakin kegelapan akan menyamarkan tubuhnya dari pandangan perempuan itu.

"Kayak semula? Jelas nggak bisa, Natiq. Setelah hari itu aku membiarkan kamu, nggak berniat sedikit pun mengorek alasan kenapa kamu datang ke rumah dengan orang tua kamu. Aku nunggu kamu sendiri yang menjelaskan apa maksudnya."

Kaget tentu saja, tetapi Hijir tetap memilih diam, menunggu apa lagi yang akan ia dapat dari percakapan Zaa yang ia dengar secara searah.

"Hanya karena kamu tahu fakta tentang Kaisar, kamu jadi nekat meminta orang tua kamu datang untuk datang melamar. Kamu berharap dengan berhadapan langsung sama orang tua kamu, aku akan menerima kamu? Pemikiran dangkal."

Antara masih terkejut dengan kenyataan yang baru saja ia dengar dan senang, Hijir belum tahu harus bagaimana. Tamam, lelaki itu Tamam, temannya. Ia bahkan tidak cerita apa pun pada Hijir. Namun, dari yang ia dengar, Tamam memang tanpa persiapan melakukan itu.

Sepersekian detik kemudian, Hijir mati-matian menahan senyum. Jadi, Zaa menolaknya? Sebuah kabar baik, bukan?

"No, Nat. Everything will not be same anymore. Lagi-lagi kamu gegabah dan mengulangi kebodohan yang sama. Wassalamu'alaikum."

"Puas menguping, Hijir?" Pertanyaan itu membuat Hijir terlonjak. "Sudah mendapat yang kamu inginkan?"

Terlanjur basah, Hijir mendekat sembari menyunggingkan senyum. Lihat saja tampangnya, benar-benar seperti anak kecil yang baru mendapat permen favorit.

"Sepertinya begitu," jawabnya, "terima kasih."

Sontak Zaa mengerutkan dahi. Setelah kembali menyimpan ponsel dalam saku, perempuan itu melipat dua tangannya depan tubuh. "Terima kasih buat apa?"

Sejenak Hijir menundukkan kepala, canggung bila harus menatap wajah Zaa. Menggelikan.

"Karena sudah menolak lamaran Tamam?" Lagi-lagi ujung bibir lelaki itu hendak tertarik ke atas, tetapi ia menahannya.

Ujung Tirani (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang