Aslan | 10

4.5K 365 104
                                    

𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰

   "Udah?"

   "Yoii, ntar gue ganti uang—"

   Tut.

    Aslan mematikan sambungan teleponnya. Ia segera mendorong troli yang berisi titipan teman-temannya, kebetulan sekali ia akan pergi ke Markas Rezgart. Sebenarnya Darissa sudah sempat membeli cemilan dan bahan masakan lainnya, namun entah kenapa itu semua sudah ludes tak tersisa. Mungkin, karena kemarin banyak anggota Rezgart yang datang ke markas, wajar jika semua stok yang Darissa beli habis.

    Aslan memang berniat membeli sendiri karena tak ingin membebani Darissa. Ia mendorong dua troli, tentunya dengan bantuan seorang karyawan. Dengan hoodie hitam dan celana jeans berwarna hitam yang melekat di tubuhnya, Aslan terlihat seperti melayat. Ah.. Ia rasa dirinya memang akan segera melayat.

    Sedikit informasi, mayat Reanno telah ditemukan dengan dua luka tusukan di bagian perut, badan penuh dengan luka, tulang kaki yang patah, hingga kepalanya yang setengah hancur. Polisi langsung menyatakan ini sebagai kasus pembunuhan. Aslan tak peduli, selagi itu tak mengarah kepadanya dan anggota Rezgart. Semua akan aman terkendali sesuai rencana yang telah ia susun.

    "Totalnya tiga ratus dua puluh lima rupiah." ujar seorang kasir pada seorang perempuan yang kini terlihat meraba kantung jaketnya.

    Shean menaikkan alisnya kala tak menemukan dompet, ia mulai panik, mencoba mencari lagi. Tetapi, ia tidak menemukannya. Tunggu! Jangan bilang ia lupa membawa dompet?

   "Fuck!" umpatnya pelan. "Mba, kayak—" ucapan Shean terpotong kala sebuah tangan terulur meletakkan sesuatu di atas meja kasir, black card. Spontan, Shean langsung menoleh ke belakang.

    Betapa terkejutnya ia menemukan wajahnya yang begitu dekat dengan wajah seorang pria. Dapat ia rasakan nafas pria itu yang menerpa wajahnya, sejenak ia membeku—Memandangi pahatan wajah yang sungguh sempurna—Hanya sebentar karena setelah itu ia tersadar. Buru-buru Shean menjaga jarak dan mengalihkan pandangannya.

   "Sekalian sama punya saya." Aslan beralih menatap sang pegawai kasir.

   Lalu setelah itu kembali menatap Shean dengan datar. "Lupa bawa dompet?" tanyanya.

    "K-kayaknya sih gitu.. By the way, thank you." cicit Shean pelan dan langsung mengalihkan pandangan, masih salah tingkah dengan tatapan begitu intens dari Aslan tadi.

    Aslan diam dan kembali fokus pada sang kasir, beberapa menit kemudian sang pegawai menyerahkan black card miliknya, Aslan langsung mengambil black card tersebut.

    "Bawa belanjaannya ke mobil gue." Titahnya.

    Sesaat Shean menunjuk dirinya dengan wajah bingung. Ia di suruh membawa belanjaan milik Aslan? Sebentar! P-pria itu menyuruhnya membawa belanjaan yang sebegitu banyaknya?

    "Lo nggak tuli, kan?"

    Sialan! Pria itu niat membantu tidak sih? Ia tidak seharusnya percaya dengan Aslan, ia pikir pria itu tulus membantunya tadi.

    Aslan menghela nafas kasar, "Barusan lo punya utang sama gue, lo lupa?"

    Melihat Shean masih melongo. Aslan segera meninggalkan perempuan itu.

    Sedangkan Shean, ia sudah menggerutu dan mengeluarkan begitu banyak umpatan di bibirnya. Ia melirik belanjaan Aslan yang begitu banyak. Shean menggigit bibir bawahnya kesal. Mau tak mau, ia harus mengangkut satu persatu plastik belanjaan Aslan.

ASLANWhere stories live. Discover now