Jeno side

844 81 6
                                    

Part nya bakal cheesy. Berantakan banget, jujurly aku sendiri ga puas sama hasilnya. But, happy reading.

Maaf juga kalau part Jeno lebih panjang dari yang punya Jaemin.

===

Jeno duduk tertunduk di tumpukan tanah yang baru saja ditaburi bunga diatasnya, tatapan sendunya menatap nanar nisan bertuliskan nama Reya Davina Haidar, diusapnya benda itu sebari ia menitihkan air mata.

'Lo bohong Ya! Lo janji bakal sembuh kan? Kenapa lo bohong dan malah pergi? Walaupun lo beneran sembuh, tapi bukan sembuh ini yang gue maksud Ya..' batin Jeno mengigit bibir bawahnya menahan sesak.

Pemakaman selesai, teman-teman yang mengantar Reya pada peristirahatan terakhirnya satu-persatu pergi, tak lupa mengucapkan kata-kata turut berbelasungkawa pada keluarga yang ditinggalkan, termasuk juga pada Jeno.

'Harusnya gue sadar saat lo bilang permintaan terakhir di pantai kemarin, itu benar-benar yang terakhir. Kenapa lo jahat banget sama gue, Ya?'

Disampingnya ada Sera yang masih setia merengkuh bahu Jeno dari awal mereka pergi sampai Reya berhasil dimakamkan. Hancur hati Jeno sudah tak bisa di ucapkan oleh kata-kata melihat sahabatnya sudah benar-benar meninggalkan dia, dan tidak akan kembali.

"Turut berdukacita Jen, lo yang tabah ya." Kata-kata itu terus-menerus Jeno dengar dilontarkan oleh banyak orang sambil menepuk pundaknya dari tadi. Jeno hanya mengangguk sambil terus menatapi batu nisan Reya.

Jeno mendapat tepukan kembali di pundak kanannya "Jen, gue turut berdukacita ya, lo yang kuat, ikhlasin Reya udah bahagia disana, dia udah ga sakit lagi. Jangan lama-lama ya terpuruknya." Kalimat itu terucap dari bibir Lia teman sekelasnya, senyuman tulus itu hanya mendapat balasan anggukan dan kata terimakasih dari Jeno, Lia mengerti akhirnya ia pamit pulang.

Sera kembali melingkarkan tangan di bahu Jeno "udah yuk pulang? lo ga bisa terus-terusan di sini." Ajaknya saat orang-orang mulai meninggalkan pemakaman.

Jeno mengangguk akhirnya, ia berdiri di perjalanan menuju mobil Jeno tidak bicara apapun hanya melamun sambil tangannya menggenggam erat lengan Sera seolah tidak mau ditinggalkan.

***

Tiga bulan bulan kemudian

Jeno meregangkan ototnya mulutnya menguap karena kantuk mulai menyerang, Jeno sudah belajar sekitar empat jam mengerjakan soal latihan ujian nasional. Hanya dalam beberapa minggu lagi ujian itu akan dilaksanakan dan Jeno sedang giat-giatnya belajar agar mendapat hasil yang maksimal nanti.

Jeno sudah menentukan kampus dan jurusan apa yang akan ia ambil nanti, kedua orangtuanya juga sudah mendukung walaupun kampusnya terletak di luar kota.

Kepala Jeno menengok ke samping meja belajarnya, di sana ada Jaemin sedang mengorek-ngorek lensa kameranya, entah untuk apa padahal anak itu sudah tidak menggunakan kamera lagi sejak lama, tepatnya sejak Reya pergi.

"Ngapain?" Tanya Jeno memutar kursinya menghadap pada Jaemin.

Jaemin tidak menoleh, terus fokus pada kegiatannya "kelihatannya."

Jeno mendengus, Jaemin yang random aja udah bikin kesal, ternyata Jaemin yang dingin seperti ini lebih menyebalkan lagi.

"Percuma lo bersihin terus tapi lo ga pake tu kamera, na."

"..."

"Lo udah punya pilihan mau masuk kampus mana? Bentar lagi ujian loh, lo masih gini-gini aja."

"Gini-gini aja, depresi maksud lo?" Sarkas Jaemin.

TWINS | Nomin ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt