Lost 30

8 2 0
                                    

"Eoh, Jung Hyuna!"

Teriakan itu terdengar nyaring di telinga Hyuna. Seragam sekolah masih melekat di tubuh. Tangannya melambai ke arah pemanggil. Akhirnya dia datang, menunggu seseorang selama hampir satu jam dan berpanas-panasan bukanlah hal yang menyenangkan. Bisa dibilang, Hyuna sangat membenci itu.

Namun kemudian Hyuna menggelengkan kepalanya keras. Tidak, ia sudah berjanji kepada sahabatnya itu untung membayar utang es krim.

"Dari mana saja kau, aishh, lihatlah kulitku sudah menghitam." Hyuna mencebik kesal, meskipun begitu yang dilakukan perempuan ini hanya berpura-pura. Tidak pernah ada dalam kamus hidupnya membenci sahabat.

"Tidak ada, aku bertemu pacarku sebentar tadi," ujarnya meringis.

"Heol, kau sudah berani berpacaran ya? Kita ini masih kelas dua belas astaga, bisa-bisanya kau melakukan itu. Awas saja setelah lulus kau langsung menikah."

Gelak tawa kedua remaja terdengar memenuhi tempat ini. Untungnya, tempat ini bukanlah kawasan yang ramai dengan penduduk. Jika memang seperti itu, bisa-bisa Hyuna didatangi oleh para penghuni kawasan ini. Mendapat semprotan nasihat dari beberapa orang.

Hyuna bukanlah murid pandai yang bisa menjawab soal matematika dengan mudah seperti perempuan di sebelahnya ini.

Melihat angka saja sudah mual, bagaimana bisa ia menjadi pintar ketika hitung-hitungan? Lebih baik Hyuna berhenti sekolah saja. Sebab, terkadang ia merasa, para pelajar sekarang mementingkan nilai ketimbang kualitas belajar mereka. Pulang di atas jam dua pagi karena les adalah hal biasa, meski tidak ada kemajuan sama sekali. Miris memang, pikir Hyuna.

"Kita itu kelas dua belas Hyuna-ya. Kau saja yang lebih memilih menonton acara televisi ketimbang bepergian dan bersenang-senang dengan teman sekelasmu," ejeknya diiringi dengan tawa.

"Sialan! Aku tidak ingin patah hati karena cinta. Kau pikir, kehidupan ini tidak hanya tentang cinta, 'kan. Anggap saja aku sedang mempersiapkan diri agar masa depanku lebih cerah. Dan juga, sekalipun nilaiku buruk, pelajaran itu tidak sepenting yang kau kira. Memangnya apa yang diharapkan dengan menghitung apel jatuh?" Hyuna berucap menggebu-gebu. Bisa dibilang, ia memang sangat muak dengan sistem pelajaran yang memaksa seluruh murid pintar dan berkualitas.

Begini, sejak kecil kita pastinya sudah menemukan bakat masing-masing. Walau terkadang bakat yang kita miliki belum benar-benar jelas, tetapi setidaknya kita memiliki gambaran mengenai hal apa yang kita sukai.

"Sudah kuduga, Jung Hyuna selalu memiliki pemikiran yang aneh dan menyenangkan. Omong-omong, kenapa akhir-akhir ini kau suka mengumpat?"

"Aku hanya mengumpat ketika tidak mood saja, nilaiku terus-menerus turun," jelas Hyuna semakin merasa kesal.

"Tenanglah, bukan kau yang bodoh, tetapi teman-temanmu yang terlalu pintar." Ia mengacak kecil rambut Hyuna karena gemas. Jujur saja, Hyuna itu sangat menggemaskan. Kalau saja hal tersebut tidak tertutupi dengan sifat cuek, judes, cerewet milik Hyuna. Memang agak kelewatan. Namun, jika kalian sudah mengenal Hyuna, maka pastinya sifat tersebut akan melekat kepada perempuan itu.

"Termasuk kau ...?" tanya Hyuna menaikturunkan kedua alisnya. Yang ditanya hanya terkekeh kecil, tidak mengangguk ataupun menggeleng. Dan yah, sebenarnya Hyuna menyetujui kalimat itu. Agak aneh memang, tetapi jika tujuannya menyemangati mengapa tidak? Kecuali setelah mendengar kalimat tersebut Hyuna menjadi malas-malasan, itu baru salah.

"Aku tidak sesempurna yang orang kira, Hyuna-ya, sudahlah lebih baik kita berangkat sekarang."

L O S T

Lost (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang