Lost 18

10 4 10
                                    

Aigoo.”

Hyuna berdecak ketika mengetahui orang tuanya pulang terlambat hari ini. Ia tahu bahwa pekerjaan yang membuat mereka sering kali mengalami hal ini. Bagaimanapun, Hyuna tidak bisa mengalahkan siapa pun di sini. Sebab tanpa pekerjaan orang tuanya mungkin ia sekarang sedang terlunta-lunta tanpa memiliki uang sedikit pun. Walaupun Hyuna sudah bekerja, tetapi bisa dibilang orang tuanya adalah orang pertama yang membantu wanita itu untuk memiliki pendidikan lebih lanjut.

Di mana kau sekarang? Ibu sudah membelikan minuman favoritmu. Emm, temui kami di persimpangan jalan dekat kafe yang biasa kita kunjungi.

Dia tersenyum. Mendapatkan pesan seperti ini merupakan hal yang jarang Hyuna dapatkan. Baiklah, kemarin ia sendiri yang meminta dibelikan latte selepas orang tuanya bekerja. Dia mengambil kunci mobil lalu beranjak pergi.

L O S T

“Karena hari sebelumnya aku meminta dibelikan kopi manis yang kusukai. Orang tuaku tiada.” Hyuna berujar datar. Tidak ada gurat kesedihan di wajah wanita itu karena ia mati-matian menahannya. Walau begitu, Baekhyun bisa dengan jelas mengetahuinya. Kesedihan yang terlihat di mata Hyuna. Memang sekalipun kita tersenyum, tetapi mata kita menunjukkan kesedihan yang amat mendalam, senyuman itu sama sekali tidak berguna.

“Namun aku iri denganmu,” selanya tanpa memalingkan wajah ke mana pun.

“Iri apanya? Seharusnya akulah yang iri. Karena kau masih memiliki orang tua lengkap dan sehat.” Hyuna membalasnya dengan tampang yang kurang enak dipandang.

“Bukan itu, tetapi aku iri melihat kau lebih menyalahkan sebuah minuman ketimbang dirimu sendiri. Jika aku berada pada posisi itu mungkin aku akan merasa bersalah dengan diri sendiri,” jawab Baekhyun yang mana membuat Hyuna mendengus kecil, tidak tahu saja jika ia juga sering menyalahkan diri sendiri dan berandai-andai. Walaupun terkadang Hyuna mencoba untuk menutupi rasa bersalah itu dengan sikapnya yang sedikit abstrak. Bahkan Hyuna sendiri tidak dapat mengerti dirinya. Kadang ia ingin menjadi seseorang yang tidak terkalahkan dan tangguh, tetapi pada saat yang bersamaan Hyuna ingin menjadi wanita penyayang ditambah lemah lembut. Jadilah dirinya sekarang, cenderung cerewet hingga sulit dibantah.

“Iri apanya? Sejujurnya, di hidup ini kita tidak boleh terlalu banyak bersedih. Yah, meski aku sering kali merasa sedih. Namun, kau tahu jika aku menutupinya dengan sikapku yang seperti ini. Setiap orang itu berbeda, Baek, ada yang menutupi kesedihan dengan senyum, menunjukkannya dengan jelas karena membutuhkan rasa peduli dari orang lain, ataupun kadang kala orang akan lebih menutupi hal itu dengan sifat buruknya. Aku tidak tahu ada berapa banyak orang di dunia ini yang menjadi jahat hanya karena kesedihan itu, tetapi bisa dipastikan banyak sekali. Meskipun tidak semuanya.”

Bisa dibayangkan bagaimana cara Hyuna menjelaskannya. Dengan tatapan kosong—yang jarang ia tunjukkan—serta kedua kakinya yang disilangkan dengan kaki kanan di atas kaki kiri, belum lagi tangannya yang bersedekap layaknya seorang sedang menikmati pemandangan di depan mata. Padahal di situ hanya ada tembok putih.

“Sebenarnya jika boleh jujur kau terdengar seperti orang tua yang sedang menasihati anaknya saat sedang berbuat kesalahan besar. Tidak semua orang membuat anaknya mengerti dengan kemarahan ‘kan? Justru terkadang karena dimarahi anak menjadi pemberontak. Makanya ketika aku melakukan kesalahan yang cukup fatal, biasanya orang tuaku akan menasihati dengan benar, dan hal itu yang membuatku sadar.” Baekhyun benar mengenai hal itu. Orang tuanya bukanlah tipe yang sering memarahi anak. Terkadang memang kemarahan diperlukan, tetapi jika terlalu sering itu malah membuat mental sang anak menjadi tertekan dan melakukan hal yang lebih buruk lagi.

Lost (Republish)Where stories live. Discover now