Lost 11

17 7 5
                                    

Intinya, meninggalkan tempat ini akan lebih baik untuk sekarang. Pergi sejauh mungkin agar seluruh kenangan itu hilang dari benaknya. Rasa sakit yang menjalar di hati akan perlahan menghilang pada waktunya. Dan saat itulah dia akan menyelesaikan semua masalah yang ada di sini.

Sebin memancarkan pandangan ke seluruh ruangan. Tempat di mana dia biasa beristirahat, menangis dan tersenyum. Kamar ini menjadi saksi bisu seorang Kim Sebin. Satu kata yang terpaku di benaknya, sedih. Meninggalkan Seoul dengan segala kenangan ternyata tidak semudah itu. Sebab, selain kenangan buruk, ia juga memiliki berbagai memori indah yang tersimpan di kota ini.

Tangannya meraih secarik kertas, mulai menuliskan beberapa kalimat di atasnya. Tidak ada alasan pasti sebenarnya, hanya saja Sebin ingin menyimpannya untuk masa depan. Andai dia kembali ke tempat ini, pastinya akan sangat menyenangkan membaca beberapa kata yang menggambarkan suasana hatinya sekarang.

Ini bukanlah catatan dengan diksi indah yang menghiasi setiap kalimat. Melainkan hanya sebuah tulisan yang dibumbui oleh emosi dan perasaannya sekarang.

Setelah selesai dengan segala hal di kamar ini. Ia mencari ponselnya, hendak mengabari Min-seok. Tentu Sebin tidak akan pernah berkata soal kepergiannya kepada Baekhyun. Hanya orang tuanya yang tahu mengenai kehamilan Sebin, untuk Min-seok mungkin hanya sebatas mengabari jika ia akan segera pergi. Keputusan akhirnya adalah mengatakannya kepada ibunya. Tidak menyangka jika wanita senja itu hanya tersenyum, berkata semua akan baik-baik saja tanpa memarahinya sama sekali.

“Baru saja aku hendak meneleponmu. Sebin-a ada hal yang harus aku bicarakan kepadamu.” Kata-kata itu langsung menyambut telinga Sebin yang bahkan ia belum mengucap satu kata pun. Namun, di sisi lain Sebin juga sedikit penasaran dengan perkataan Min-seok baru saja. Haruskah ia meminta bertemu untuk terakhir kalinya? Tidak, itu akan membuat semuanya semakin canggung dan aneh malah.

“Apa yang ingin kau bicarakan? Aku juga ingin mengatakan sesuatu, aku ... harus meninggalkan Seoul sepertinya. Tidak ada alasan pasti sebenarnya, hanya saja aku merasa terlalu jenuh di tempat ini. Seoul memiliki banyak kenangan karena sejak lahir aku berada di sini. Baik ingatan menyenangkan maupun ingatan yang buruk. Aku akan merindukan lelucon bodohmu itu,” ucap Sebin to the point yang mana membuat pria di seberang diam sediam-diamnya.

“Jangan bercanda, kau tidak betulan akan pergi, ‘kan?” tanyanya sembari tertawa canggung. Berusaha membohongi diri sendiri dengan tertawa yang mana itu sangat aneh dan terasa tidak natural sama sekali.

“Tentu saja aku tidak bercanda, Ayah mengizinkanku untuk memilih pekerjaan, tetapi entah kenapa sekarang malah aku ingin menuruti permintaannya. Itu terjadi dengan cepat karena tadi beliau bercerita mengenai kakekku. Aku harus memikirkan keputusan ini dengan baik, agar tidak menyesal di kemudian hari.” Sebin menatap ke arah luar. Musim semi hampir datang, dan tahun ini dia tak bisa lagi merasakannya di Seoul.

“Kau jangan pergi! Aku tidak bisa sendirian mengurus masalah ini. Jadi tolong, untuk pertama kalinya aku memohon kepadamu, Kim Sebin. Jangan meninggalkan Seoul, setelah permasalahan ini selesai kau baru boleh pergi.”

Perkataan Min-seok membuat Sebin tersenyum kecil. Itu berarti ia cukup berarti bagi Min-seok sampai-sampai pria itu memohon. Sayangnya, dia cukup heran dengan masalah apa yang Min-seok maksud.

“Masalah apa itu?” Dia bertanya dengan hati-hati. Takut mengetahui fakta yang ada. Beberapa saat hening Min-seok akhirnya menjawab.

Lost (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang