1. Duality

365 62 1
                                    

"Is that true if I say, 'Nara always ignore Bian'?" Board marker berwarna merah diketuk pelan pada telapak tangannya yang lain. Matanya menyapu penjuru ruang, melihat satu per satu anak didiknya yang tampak enggan menjawab pertanyaan yang ia lontarkan. "No one wants to answer? Sure? Masih ingat kata-kata saya saat pertama kali bertemu? Tidak boleh ada yang malu-malu di kelas saya. Saya akan memaksa kalian menjadi orang yang berani."

Masih tanpa respons. Lima belas anak setingkat SMA itu justru tampak saling melempar cengiran khas. Tidak, mereka sama sekali tidak takut pada tutor les yang berdiri di depan sana. Apa lagi perempuan berambut lurus sebahu yang sengaja dipirang ujungnya itu tak pernah henti melemparkan ekspresi friendly. Hanya, ada alasan lain kenapa tidak seaktif biasanya.

"Oke, saya tunjuk. Bian?" Senyum lebar tersungging. Benar, mereka enggan menjawab karena nama yang dijadikan contoh adalah salah satu dari mereka.

Tampang kesal diperlihatkan pemuda bergaya SWAG bernama Bian itu. Mengeluarkan gaya andalannya ketika merengek, Bian sengaja memegang dada. "Miss Zaa, you hurt me."

Satu alis Zaa terangkat, ia menatap anak didiknya yang satu itu dengan sorot geli. "You just need to answer, bukan akting, Bian. So?"

Bian sempat melirik ke bagian sudut depan, tempat salah satu temannya duduk. Gadis itu tampak tak terganggu sama sekali. Ia lantas menjawab, "Benar dan salah, Miss."

Jika anak yang lain mulai tertawa, berbeda halnya dengan Zaa yang sengaja memasang tampang tak bersalah. Perempuan bertinggi 160 cm itu perlahan menghampiri sosok di mana Bian sempat melirik tadi. "Nara? How about your answer?"

Gadis bermata sipit itu mendongak, menatap Zaa dengan sorot datar. Anak didiknya itu mengingatkan Zaa pada dirinya di masa lalu. 

"The same as Bian, the statement is totally true, but the structure is false," jawab Nara dengan mantap.

"Kretek! Gubrak!" Bian di belakang sana sengaja menirukan suara-suara itu untuk menanggapi jawaban Nara. Sementara Zaa sudah terbahak di tempatnya. 

Sontak, tawa dari sang tutor santai itu menular pada semua yang ada di sana. Tolong ingatkan mereka, satu-satunya tutor yang akan bersikap seperti itu di EdgeLeaf memang hanya Zaa. Suasana ruang kelas pecah seketika, beberapa anak bahkan sengaja mengetuk meja bak drum.

"Oke, cukup. Kita fokus lagi." Zaa kembali ke posisi semula, tepat di depan papan tulis. "Kenapa secara struktur salah? Ada yang mau menjelaskan?"

Dengan cepat beberapa tangan terangkat. Melihat yang tercepat ada di sudut belakang, Zaa langsung menunjuknya dengan spidol yang dipegang. "Tiar."

"Pernyataan Miss Zaa menggunakan simple present. Artinya, verb atau kata kerja yang digunakan untuk subject she, he, and singular, harus bentuk pertama dan mendapat tambahan s/es/ies. Ignore harusnya ignores. Other examples, eats, studies, plays, washes, etc."

Semua yang ada di sana mengangguk membenarkan tak terkecuali Zaa. Kembali semua fokus pada sang tutor saat Zaa menulis sebuah kalimat di papan tulis. 

"How about this?" Dibalikkannya badan, masih dengan ujung spidol yang menunjuk ke arah tulisan. "Mice does not like cats."

Semua tampak saling melemparkan tanya. Zaa memilih diam sambil memperhatikan beberapa anak yang mulai mengutak-atik HP, membuka aplikasi kamus. Memang benar, Zaa tidak pernah melarang anak didiknya menggunakan teknologi selama proses pembelajaran. Dengan catatan, hanya untuk mencari vocabulary dan pronunciation yang belum mereka mengerti.

"Mice tikus, Miss?" celetuk Bobi dari bangku tengah.

Zaa mengangguk membenarkan. 

"Mice bukan singular, jadi harusnya do not like, bukan does not like. Kalau kita menggunakan mouse, baru does not like," sambar Nara.

Ujung Tirani (Completed)Where stories live. Discover now