27. Kebohongan

3.3K 801 31
                                    

Apartemen Mas Kev bergaya minimalis yang isi furniture-nya basic banget. Rasanya ini seperti unit contoh karena nggak ada sesuatu yang menampakkan identitas pemiliknya. Bahkan pigura foto atau pajangan aja nggak ada. Entah karena Mas Kev yang terlalu sibuk jadi nggak sempat menghias apartemen, atau memang dia nggak suka ribet.

Aku duduk di sofa ruang tengah yang menghadap sebuah televisi besar. Di salah satu dindingnya ada pintu yang mengarah pada balkon. Meski jendela kacanya nggak terlalu besar, pemandangan yang terlihat dari sini lumayan oke.

"Udah pernah ke apartemen Arion 'kan, Ren? Beda banget ya, sama ini?" ujar Mas Kev.

Aku menggeleng. "Belum pernah. Cuman tau nomor unit sama lantainya. Pernah beberapa kali kirim makanan pakai ojol."

"Pacar lo tuh namanya Arion? Temennya Kevlar?" tanya Sergi.

Sebenarnya Sergi ini usianya satu tahun di atasku. Namun, dia masuk SD terlambat setahun gara-gara menurut cerita Tante Ardita dia nakal banget waktu TK, jadi di DO. Alias nggak ada guru TK yang sanggup menghadapi kenakalannya. Makanya sempat berhenti di tengah jalan, lalu mengulang TK kecil lagi. Karena merasa seumuran, dia nggak memakai embel-embel Mas pada semua orang di angkatan Mas Arion.

"Keren juga ya, pacar lo! Masa punya apartemen mewah tapi lo nggak pernah diajak main? Kalau gue jadi dia ... wah, udah pasti gue bakal--"

"Ya makanya Tante Ardita nggak pernah ngizinin lo ngekos sendiri! Tinggal bareng orang tua aja udah begajulan gitu!" selaku.

Sergi cuma menyengir. Kemudian dia membahas keperluan BEM-nya dengan Mas Kev. Sementara aku duduk menghadap balkon sambil memegangi ponsel, menunggu pesanku dibalas Mas Arion.

Sebenarnya pesanku nggak penting banget sih, cuma tanya apa dia jadi cukur rambut sama Papanya atau enggak. Dua hari yang lalu dia cerita Papanya habis membeli alat cukur, mengingat masa pandemi begini dia nggak bisa ke barber shop. Lalu dia berjanji bakal menunjukkan foto before after-nya. Namun seharian kemarin dia nggak mengabari apa-apa. Makanya hari ini aku berinisiatif mengirim chat duluan.

Namun sudah empat jam, pesanku nggak dibalas juga. Tumben banget, karena sebelumnya dia nggak pernah begini.

"Lo udah pacaran berapa bulan sih, Ren? Masa pacar lo nggak pernah ngajak ke apartemen?" tanya Sergi, sambil berjalan mendekatiku.

Tampaknya urusan mereka sudah selesai, sementara Mas Kev beranjak menuju pantry.

Aku mengabaikan pertanyaan Sergi, lalu menoleh pada Mas Kev. "Nggak usah repot-repot lho, Mas! Gue minum air dingin aja!"

"Kalau ada, soda dong, Kev!" seru Sergi.

"Nggak ada." Mas Kev kembali dengan membawa nampan yang berisi tiga gelas jus berwarna kuning.

"Ini jus kemasan sih. Nggak papa 'kan, Ren?"

"Nggak papa, Mas. Makasih." Aku pun berjalan mendekat lalu mengambil segelas untuk menghargainya.

Kini Mas Kev duduk di seberangku dan mulai membuka kotak makanan yang dibawakan Sergi dengan sumringah. "Anjir, gue udah lama banget nggak makan makanan rumahan gini!"

Mas Kev sempat menawariku makan, tapi kutolak halus. Raut wajahnya yang kegirangan saat menyantap makanan membuatku teringat pada Mas Arion. Kurang lebih ekspresinya juga begitu saat aku mengiriminya masakan Bunda. Aku sengaja mengajaknya video call saat dia memakannya agar aku tahu bagaimana komentarnya tentang masakan Bunda.

Huh. Sekarang aku jadi makin kangen dia.

"Lo udah nggak makan berapa tahun sih? Santai kek!" peringat Sergi.

Perfectly Wrong Where stories live. Discover now