6. Deg-degan

4.5K 992 93
                                    

Suasana hatiku sekarang sungguh hancur total. Rasanya aku ingin misuh-misuh, tapi nggak mungkin karena kelas Pak Hilman sedang berlangsung.

Selesai dengan drama kopi kekinian, aku kembali ke tempat di mana tadi meninggalkan Sandra. Namun aku nggak menemukan cewek itu. Begitu juga dengan Eliza yang tidak kelihatan padahal baju yang dia pakai hari ini berwarna cerah sehingga mudah ditemukan di keramaian.

Ponselku bergetar berkali-kali saat sudah terhubung dengan wifi kampus. Puluhan notifikasi berdesakan masuk.

Omong-omong soal wifi, memang apa salahnya sih kalau aku nggak beli kuota? Kan aku cuma sedang memanfaatkan fasilitas yang ada. Di rumah ada wifi, begitu juga dengan di kampus. Selain itu, sekarang di mana-mana sudah tersedia wifi. Kalau nggak ada wifi, aku masih punya Sandra yang selalu bermurah hati memberikan tathering.

Semisal nggak ada Sandra, aku juga nggak masalah kok memakai ponsel tanpa kuota selama beberapa jam. Yang penting aku sudah langganan Spotify premium juga mengunduh banyak episode drama korea di Netflix yang bisa ditonton offline kapan saja.

Lagian aku kan nggak punya pacar. Jadi nggak merasa wajib online setiap saat, karena nggak ada yang nyariin. Paling Bunda yang rewel setiap kali aku belum di rumah kalau sudah pukul delapan malam.

Intinya aku kesal dengan Mas Arion karena langsung merendahkanku begitu cuma karena aku nggak punya kuota, seolah-olah aku itu miskin banget. Padahal dengan tidak membeli kuota begini, aku bisa memanfaatkan uangku untuk membeli lipstik baru, atau skincare yang lagi hits.

Perhatianku tertuju pada grup kelas yang sedang ramai. Rupanya mereka tengah menyuruh semua anak kelas berkumpul untuk mengikuti matakuliah Manajemen Keuangan yang diajar oleh Pak Hilman.

Kemudian aku membaca chat dari Sandra.

Sandra : buruan ke kelas, ren

Sandra : tas lo gue bawa

Sandra : kata pak hilman, semuanya harus masuk. mau ada kuis. kalo gak ikut kuis, nilainya kosong. kecuali buat yang buka stand, bakal dikasih keringanan

Zetarine : kalo gue ke sana skrg masih oke gak?

Sandra : gak papa cepet ke sini aja!

Sandra : banyak yang belum masuk kok.

Sandra : masih ditungguin sama bapaknya

Dengan langkah gontai, aku berjalan meninggalkan tempat event sambil membawa plastik berisi es kopi dan cookies yang baru kubeli. Pandanganku mengarah pada panggung sekali lagi. Berharap Mas Kev segera menyanyi, sehingga setidaknya aku bisa melihatnya menyanyi walau cuma satu menit.

Sayangnya sekarang sedang sesi pemberian hadiah yang sepertinya memakan waktu lama. Kalau aku nggak cepat ke kelas, bisa-bisa ketinggalan kuis. Padahal matakuliah ini tuh lumayan susah menurutku. Dan nilai kuis sangat penting untuk menunjang nilai UTS-ku yang belum tentu bisa bagus.

Padahal aku sudah susah-susah begadang saat sedang KRS-an supaya bisa mendapatkan kelas selain hari Sabtu. Bahkan aku berhasil memadatkan jadwalku di hari Selasa dan Rabu sehingga hari Jum'at cuma ada satu matakuliah, dan hari Sabtu libur. Lalu hari Senin bisa dapat jam kuliah siang. Benar-benar jadwal yang paling menyenangkan buat aku yang suka bangun siang.

Namun semua itu nggak berguna kalau dosennya nyebelin kayak Pak Hilman. Sering nggak masuk, lalu mengganti jadwal seenaknya, yang seharusnya hari Rabu jadi hari Sabtu.

Padahal niatku mandi pagi, lalu dandan secantik ini ke kampus di hari Sabtu kan cuma buat menghadiri Entrepreneur Expo sekaligus memandangi Mas Kev dari kejauhan.

Perfectly Wrong Место, где живут истории. Откройте их для себя