10. Difotoin

4.6K 1K 204
                                    


Aku mengabaikan tatapan heran Sandra dan berjalan menuju bangku paling belakang di kelas. Sekarang sudah pukul satu kurang lima belas, yang mana sinar matahari lagi terik-teriknya.

Kalau hari biasa, aku kesal banget berada di kelas ini. Masalahnya kelas ini tuh dinding bagian belakangnya full terbuat dari kaca. Sehingga sinar matahari bisa menerobos masuk dengan sangat baik. Makanya kami suka menyebutnya sebagai kelas akuarium. Kalau masih pukul delapan sih, nggak masalah. Hitung-hitumg sekalian berjemur. Namun, kalau sudah memasuki pukul sepuluh, rasanya seperti neraka yang saking panasnya, AC dengan suhu paling minimum pun, tidak akan terasa.

Tadinya di belakang kelas itu memang ada gordennya. Cuman beberapa minggu yang lalu gordennya rusak karena ulah entah siapa yang mainan gorden sampai lepas. Akhirnya gordennya belum dipasang lagi.

"Bagus nih, lighting-nya. Cuman kayaknya tetep lebih bagus ntar sore deh!" ujarku setelah mengambil beberapa foto selfie dengan menghadap ke dinding kaca, sehingga mendapatkan pencahayaan maksimal.

"Lo mau ngapain sih, hari ini? Sampai niat styling rambut segala," tatapan heran Sandra belum juga hilang. Justru makin heran ketika melihatku mengeluarkan cermin kecil dari tas, untuk memastikan kalau makeup-ku hari ini paripurna.

"Nggak mau ngapa-ngapain. Habis ini kita ujian di sini lagi nggak sih?" tanyaku dengan pandangan yang masih fokus pada cermin.

"Nggak. 'Kan di ruang 435."

Aku menghela napas kasar. Hari ini terakhir UAS, jadwalnya ada dua mata kuliah. Pukul 13.15-14.45, dan pukul 15.30-16.00.

"Kenapa sih emangnya?"

Belum juga aku menyahut, Sandra sudah menggerutu, "Sumpah, lo hari ini aneh banget kenapa sih?"

"Aneh kenapa?"

"Lo dateng setengah jam sebelum ujian aja udah aneh! Belum lagi, tumben banget lo styling rambut. Terus makeup lo hari ini juga beda dari biasanya. Gue yakin nggak cuma gue yang nyadar kalau hari ini lo aneh banget!"

Aku mengabaikan Sandra dan berjalan ke bangku yang sesuai dengan kartu ujianku. Setelah duduk, baru aku melihat-lihat foto selfie-ku tadi, lalu mengeditnya sedikit di Lightroom.

Seharusnya aku sadar kalau saat Mas Kev follow Instagramku dan bilang bakal rajin bikin Instastory, itu cuma sekadar lip service. Setiap harinya, aku selalu menantikan update dari Instastory-nya, tapi yang kudapatkan nggak sesuai dengan harapan.

Memang nggak sepenuhnya bohong sih. Dalam dua hari belakangan, dia sempat membuat beberapa Instastory. Namun, tetap saja nggak menampakkan wajahnya.

Ada sih, satu video dia main gitar yang memperlihatkan tiga perempat wajahnya. Meski video-nya cuma 15 detik, berhasil membuat perasaanku carut marut. Padahal itu cuma main gitar, nggak ada suara nyanyian yang mengirinya.

Saat melihat video itu, rasanya aku pengin komen, "keren banget!"

Namun, setelah kupikir ulang, jauh sebelum ini dia juga pernah mengunggah video lagi main gitar, dan nggak pernah berani kukomentari. Rasanya aneh kan, kalau tiba-tiba sekarang aku komen. Gimana kalau dia langsung ngerasa aku sedang mencari perhatiannya?

Dari situlah, aku kepikiran untuk sering-sering membuat Instastory, dengan berharap Mas Kev akan melihatnya. Siapa tau dia iseng mengomentari atau memberikan reaksi.

Kemarin aku sempat mengunggah foto di Instastory yang menampilkan aku lagi makan pizza difotoin sama Bunda. Setengah wajahku tertutupi pizza, tapi menurutku foto itu cute banget. Banyak teman-temanku yang berkomentar dan ngasih gombalan garing seperti, "Pizza-nya gue makan aja sini, biar nggak nutupin muka cantik lo!" dan sebagainya.

Perfectly Wrong Where stories live. Discover now