16. Hak Milik

4.9K 1.1K 341
                                    

Gara-gara Sandra dan Eliza yang memprovokasiku habis-habisan, pikiranku jadi dipenuhi sama berbagai kemungkinan. Terutama soal seberapa besar kemungkinan Mas Arion naksir aku, juga seberapa besar kemungkinan perasaanku pada Mas Kev terbalas.

Sayangnya, kemungkinan itu nggak bisa dihitung dengan rumus apa pun. Yang ada, semakin sering memikirkannya, otakku malah semakin liar membayangkan aneh-aneh.

Setelah Mas Arion mengirim pesan menanyakan masih di kampus atau tidak, aku menjawab kalau sedang di kantin. Pesan itu tidak dibalas.

Sandra dan Eliza yang juga membaca pesan itu, langsung bertaruh, kalau Mas Arion menyusulku ke kantin kurang dari setengah jam, berarti dia beneran naksir aku.

Kenyataannya, nggak sampai sepuluh menit, Mas Arion sudah menghampiri mejaku. Kupingku langsung panas mendengar ledekan dari Sandra dan Eliza.

"Lo hutang traktir kita di Hokben, Ren!" peringat Sandra, menyebutkan taruhan yang nggak pernah kusepakati sejak awal.

"Dan juga Chatime!" tambah Eliza.

Mas Arion tampak bingung, tapi nggak membuka suara.

"Kenapa, Mas?" tanyaku setelah dia duduk di sebelahku.

Bukannya masih denial, menurutku pendapat Sandra dan Eliza itu nggak akurat. Memangnya kenapa kalau Mas Arion menyusulku ke kantin kurang dari setengah jam? Bisa saja dia memang sedang ada keperluan penting. Atau memang lagi di sekitar kantin.

"Kita balik dulu ya, Mas!" Sandra berpamitan setelah memberesi barang-barangnya, bersamaan dengan Eliza.

Sementara Mas Arion cuma mengangguk sekilas, seolah sejak tadi dia memang menginginkan Sandra dan Eliza segera pergi.

"Mau ngapain sih, Mas?"

"Habis ini nggak ada urusan lagi kan?" Dia malah balik bertanya.

Aku menggeleng. "Kenapa?"

"Lo mau jadi model gue nggak?"

Keningku membentuk lipatan kecil-kecil. "Hah? Model?"

Mas Arion mengangguk santai. "Gue mau ikut lomba fotografi. Temanya street photography gitu. Mau nggak?"

"Kenapa harus gue?"

"Lo cantik."

Bola mataku membulat. Tidak percaya dia baru saja memujiku dengan muka sedatar itu.

Biasanya aku paling ilfeel sama cowok yang baru kenal langsung gombalin begini. Aku memang nggak akan menyalahkan cowok-cowok yang menyukai cewek karena fisiknya. Namun, aku harap mereka tetap bisa menutupi itu semua, supaya kesannya nggak kayak mata keranjang banget, yang kalau ada cewek cantik dikit langsung dipelototi.

Dan entah kenapa, melihat tatapan Mas Arion sekarang, perasaanku langsung melambung ke langit ke tujuh. Rasanya kalimat itu bukan hanya sebatas gombal, tapi terdengar apa adanya, bukan salah satu taktik buaya untuk membuatku tersipu.

Sebelumnya, Mas Kev pernah memujiku dengan kata cakep. Aku masih ingat bagaimana senangnya perasaanku saat dia mengetikkan itu di direct message Instagram-ku. Namun setelah kupikir ulang, perasaan senangnya saat itu seperti kembang api. Yang meledak-ledak, tapi nggak bertahan lama.

Sangat berbeda dengan yang kurasakan sekarang. Entah Mas Arion pakai sihir apa.

Haduh, kenapa aku jadi ikut-ikutan Sandra dan Eliza yang suka membanding-bandingkan mereka sih? Padahal di dunia ini nggak ada yang pantas dibanding-bandingkan, karena setiap individu punya karakter masing-masing.

Perfectly Wrong Where stories live. Discover now