12. Perkara Buku

4.6K 1.1K 234
                                    

Akhirnya liburan lima minggu yang sangat membosankan, berakhir juga. Sama seperti awal semester biasanya, aku jadi lebih semangat untuk ke kampus. Apalagi setelah liburan kemarin sering chatting dengan Mas Kev. Rasanya aku nggak sabar buat bertemu dengannya.

Sejujurnya chatting-nya nggak sespesial itu sih. Cuma balas-balasan Instastory. Awalnya kan dia yang membalas Instastory-ku, kemudian ketika obrolan kami sudah habis, gantian aku yang membalas Instastory-nya. Dan siklus itu terus berulang.

Namun, nggak seintens itu juga sih, kadang Mas Kev balas chat-ku lama banget, bikin aku jadi kesal dan ikutan membalasnya jauh lebih lama lagi.

Meski begitu, aku tetap penasaran bagaimana jadinya kalau aku bertemu dengan Mas Kev secara langsung. Apakah dia bakal jauh lebih ramah lagi? Atau tetap biasa saja dan menganggap aku seperti adik tingkat lainnya?

Sayangnya, saat KRS-an kemarin, aku ketiduran. Sehingga di beberapa mata kuliah, aku nggak bisa bareng Sandra, dan terpaksa mengambil jam kuliah yang menyebalkan. Untungnya itu cuma dua mata kuliah. Di mata kuliah lainnya, aku masih tetap bisa bareng Sandra dan Eliza.

Aku menguap saat berjalan keluar kelas bersama Shanika, temanku yang sebenarnya nggak terlalu akrab denganku, tapi karena nggak ada Sandra dan Eliza di kelas ini, aku jadi harus mencari teman dekat lain.

"Makan di kantin nggak, Ren?" tanya Shanika.

Pertanyaan itu nggak langsung kujawab. Sebenarnya aku sudah sarapan di rumah. Selain itu, Sandra juga ingin mengajakku bertemu. Jadwal kelas Sandra itu pukul sembilan, sedangkan sekarang masih pukul setengah sembilan. Katanya sih, Sandra mau berangkat lebih awal supaya bisa ngobrol denganku dulu. Nyatanya, saat kutelepon, nggak diangkat juga.

Berhubung Sandra nggak juga mengabari, aku pun mengiakan ajakan Shanika. Kemudian mengirimkan pesan pada Sandra agar menemuiku di kantin kalau sudah sampai kampus.

"Eh, temenin gue bentar ya, Ren. Ini Mas Ardo ngajak ketemu di Warmindo. Mau ngasihin buku MKF. Kan daripada beli, mending gue pinjem punya kating," ajak Shanika.

Aku langsung mengangguk mengiakan. Sepanjang berjalan menuju Warmindo, aku sibuk mengulir layar ponsel untuk mencari buku Manajemen Keuangan Fundamental yang baru saja disinggung Shanika. Tadi Pak Theo mewanti-wanti agar kami semua mempunyai buku itu, sebelum kuliah minggu depan. Dan aku kagum dengan kecepatan tangan Shanika yang kurang dari satu jam, sudah berhasil mendapatkan pinjaman dari kakak tingkat.

"Kita tunggu bentar ya, Ren, kayaknya dia masih di parkiran kampus deh!" ujar Shanika sambil mengajakku duduk di salah satu meja Warmindo.

"Lo nggak mau sekalian makan di sini aja, sambil nungguin?" tanyaku.

Pagi ini Warmindo sudah mulai ramai dengan anak-anak kosan yang belum sarapan. Untungnya nggak terlalu banyak yang merokok, sehingga udara di sini masih segar. Apalagi kami duduk di bawah kipas angin dinding, sehingga rasanya nggak terlalu panas.

"Lo mau pesen apa?" Shanika bangkit dari duduknya, hendak memesan.

"Es teh aja."

"Nggak makan?"

Kali ini aku menjawabnya dengan gelengan. Namun, langkah Shanika terhenti ketika pandangannya menangkap sesuatu di belakangku.

"Kok nggak pesen makan sih, Ren?" suara itu terdengar dari balik punggungku.

Seketika aku memutar tubuh. "Pesen gih, gue traktir!"

Rupanya itu Mas Ardo, yang janjian dengan Shanika pagi ini.

"Gue udah sarapan di rumah, Mas," tolakku halus.

Pandangan Mas Ardo berpindah pada Shanika, "Sekalian pesenin gue ya, Shan! Nasi goreng telur mata sapi, sama es teh."

Perfectly Wrong Where stories live. Discover now