Thirty-two

13 11 0
                                    

"Cepat bicaralah, aku berikan waktu 5 menit dimulai dari sekarang!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Cepat bicaralah, aku berikan waktu 5 menit dimulai dari sekarang!"

Mendengar hal tersebut, putri Marbelle gelagapan di tempatnya. "Sebelumnya aku ingin meminta maaf kepadamu, aku melakukan semuanya karena aku menyukaimu," ungkap gadis itu, tetapi tak mendapatkan respon apa-apa dari pangeran Rekanafi.

"Hanya itu yang ingin aku ucapkan sebelum Ayah mengirimku ke Huachardeush," sambungnya dengan nada kecewa, karena sang pujaan tak merespon ucapannya.

"Dimaafkan!" Setelah mengatakan hal tersebut, pangeran Rekanafi melanjutkan langkahnya.

Putri Marbelle menatap nanar punggung pangeran Rekanafi yang kian menjauh, lalu menunduk di tempatnya.

"Ya ampun tuan putri, aku mencarimu di ruang bawah! Ternyata kau berada di sini," ujar Je dengan khawatir.

Seperti biasanya, putri Marbelle melangkah pergi meninggalkan pelayannya di tempat. Gadis itu sama sekali tak menghiraukan ucapan Je.

***

Di sebuah balkon, terlihat seorang gadis yang tengah merenung sambil memeluk lututnya. Gadis itu adalah Sheinafia, dirinya masih memikirkan kejadian tadi. Hingga tak terasa gadis itu meringis di tempat kala membayangkan tebasan pedang yang mengenai dada prajurit tersebut.

"Shei, kau kenapa?" tanya putri Delalimata dengan panik.

Putri Sheinafia menggeleng, lalu menenggelamkan wajahnya di atas lutut.

"De!" Gadis itu memanggil putri Delalimata.

"Ya?" Putri Delalimata beranjak dari atas kasur, ikut duduk di balkon berhadapan dengan sahabatnya.

"Menurutmu, apa aku bisa hidup dengan pangeran Rogfave nantinya?" tanya gadis itu.

"Hmm, menurutku kau bisa, asal kau ingin menerima segala kekurangannya. Bukan hanya kelebihan dalam dirinya, karena jika kita melihat dari sisi baiknya saja, nanti kita tak akan bisa menerima keburukan yang dimiliki oleh pasangan kita." Putri Sheinafia mengangguk-angguk, lalu menghembuskan nafasnya dengan perlahan.

Banyak pertanyaan memenuhi pikirannya, apa nanti gadis itu bisa menerima pangeran Rogfave? Apa nanti dirinya bisa bertahan? Akankah nanti dirinya bisa terbiasa dengan semua ini? Memikirkan hal ini saja sudah membuatnya pusing, bagaimana jika nanti dijalani?

"Aku takut," cicit putri Sheinafia dengan lesu.

Putri Delalimata terkekeh di tempatnya, lalu membelai surai milik sahabatnya.

"Kenapa takut? Kalian berdua sama-sama saling mencintai, aku yakin kalian bisa melewati semua ini," ucap putri Delalimata dengan menggebu-gebu, berusaha untuk membangkitkan emosi sahabatnya. Agar putri Sheinafia terlepas dari rasa kekhawatirannya.

"Sepertinya hubunganku dan pangeran Rogfave hanya menjadi fatamorgana saja," ujar gadis itu, membuat putri Delalimata mengusap wajahnya gusar.

"Sheina, apa-apaan ini? Masa kau tidak yakin dengan diri sendiri sih? Sebenarnya kau siapa? Di mana sahabatku? Jangan-jangan kau iblis yang merasuki tubuh Sheinafia, ya?" Putri Delalimata memutar-mutar pundak sahabatnya itu, untuk memastikan siapa gadis lesu yang ada di hadapannya kini.

Putri Sheinafia berdecak sebal, lalu menatap sahabatnya dengan sengit. "Jangan bercanda!" tugas gadis itu, membuat putri Delalimata tertawa nyaring.

"Oke-oke, intinya semua berada dalam genggamanmu. Aku tak bisa meyakinkan dirimu, karena hanya pangeran Rogfave lah yang bisa melakukan hal itu." Setelah mengatakan hal itu, putri Delalimata turun dari tempatnya, meninggalkan putri Sheinafia yang menggaruk tengkuk yang tak gatal.

Apa yang harus ia lakukan? Apakah bertahan, atau pergi secara perlahan? Karena menolak, dulu pernah ia lakukan. Lantas apa yang harus dipilihnya sekarang? Bertahan dalam selimut mengerikan, atau berlari sambil menancap hati dengan belati? Tentu ini pilihan yang sulit. Melihat hal tadi, gadis itu jadi ragu dengan dirinya. Padahal hidup berdua dengan orang yang kita cinta walau banyak luka, pasti kita 'kan bahagia.

Untuk apa ragu pada diri sendiri? Kalau kita saja ragu, bagaimana orang lain bisa yakin pada kita? Kita yang memutuskan untuk bertahan, lantas untuk apa takut nantinya akan tertekan? Karena setiap orang pastinya memiliki rasa takut yang harus dilawan, lagipula lama-lama juga akan terbiasa. Kuncinya, kita harus bersama-sama. Karena bersama lebih indah daripada sendiri.

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MY CROWN [END]Where stories live. Discover now