•60•

2.6K 201 2
                                    

"Selamat menikmati!" ucap sang pelayan dengan ramah.

Sesuai perjanjian, kini mereka sudah berada disebuah restaurant untuk membahas lebih lanjut tentang masalah yang sempat tertunda di penunggangan Aglorey. Jihan dan Sarah setia menunduk seperti menjadi terdakwah oleh kelima lelaki disana.

"Jelasin sekarang!" sentak Hafiz tak sabaran.

"Sabar, Fiz! Kita makan dulu nanti selesai makan baru kita bahas semuanya." tegur Demas dengan lembut.

Hafiz menatap datar kedua gadis yang duduk tepat dihadapannya. Arsy dan Bintang yang biasanya heboh sekarang lebih memilih diam namun lengan keduanya saling menyenggol satu sama lain. Sedangkan Dave sibuk menatap ponselnya yang menampilkan layar roomchat-nya dengan Anne.

Huft... lo beneran gak mau kabari gue gitu, Ann? Ki--kita semua khawatir sama keadaan lo.

"Makan, Dave jangan ngelamun terus." tegur Bintang

Ia menatap Dave dengan rasa iba. Sahabatnya itu setia menunggu balasan chat dari Anne yang jelas jelas tak kunjung dibaca oleh gadis tersebut.

Akhirnya Dave menyantap menu dihadapannya walaupun sebenarnya ia tidak nafsu makan. Tak butuh waktu lama, mereka telah selesai makan siang.

"Bisa kalian jelasin sekarang?" tanya Arsy.

Awalnya Jihan yang akan menjelaskan namun dicegah oleh Sarah, ia mengambil ahli. "Se--sebenernya Anne punya trauma komplek,"

Dave yang tadinya menunduk kini langsung mendongak dan menatap Sarah dengan raut yang susah diartikan.

"Anne... Anne punya trauma waktu masa kecilnya sama laut. Di--dia tenggelam dan hiks... ha-hampir gak selamat," Sarah memejamkan matanya sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Hiks... maka dari itu kak Hesa posessive banget sama Anne. Pe-penyembuhan buat Anne hiks... ju--juga butuh waktu lama." jelas Sarah dengan terisak.

"Kenapa lo baru bilang?" tanya Dave.

"Secara gak langsung kita buat Anne celaka, Sar karena kondisi dia saat itu butuh perawatan lebih!" tegas Arsy.

Bintang mengacak acak rambutnya frustasi. "Harusnya gue percaya sama Jihan buat kabari bang Hesa aja! Kalau gini jadi ribet kan."

"Gu--gue bingung harus jelasin ke kalian saat itu gimana. Kalian panik hanya karena takut Anne dibawa pergi sama kak Hesa bukan ke kesehatan Anne. Kalau gue sama Jihan gak menyadari gejala Anne muncul lagi saat itu gak mungkin gue minta Hafiz panggil dokter psikolog!"

"Ge-gejala?"

"Anne saat itu banyak melamun kan? Kepalanya su--suka sakit tiba tiba juga kan? Itu gejala yang sama seperti bunda ceritakan," sahut Jihan. "Awalnya gue curiga hiks... kenapa Anne gak sadar kita disekitar dia, itu semua gue baru sadar ka--kalau trauma Anne kembali menyerang."

"Kenapa bang Hesa gak pernah cerita?" gumam Hafiz.

Sarah menghembuskan nafasnya dengan berat. "Awalnya hiks... gue gak menyadari i--itu semua tapi... tapi Jihan bilang sama gue, dia takut cerita sama kalian kalau keadaan Anne se--semakin buruk," suaranya semakin lirih. "Kalian lagi panik dan emosi saat itu, kita takut cerita yang sebenarnya."

Kenapa lo gak cerita sama gue kalau lo punya trauma yang cukup serius, Ann? Lo sendiri yang janji mau terbuka semuanya sama gue, ta--tapi lo pembohong, Ann.

Ketika butir bening jatuh dari sudut mata Dave, ia langsung menundukan kepalanya. Sebodoh itukah dia tidak menyadari bahwa saat itu Anne sedang kesakitan mentalnya. Tapi mengapa gadisnya pintar sekali dalam menutupi rasa sakitnya.

Love Story AnneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang