Bagian 16

129 27 1
                                    

Nyatanya, pertemuan di toko buku bukanlah terakhir kali mereka jumpa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nyatanya, pertemuan di toko buku bukanlah terakhir kali mereka jumpa. Tadi pagi Salsa kaget melihat Rey menghubunginya lewat chat pribadi, ternyata ia mencuri nomor WhatsApp Salsa dari ponsel Fiona yang memang tidak terkunci.

Di sinilah mereka sekarang, kedai makan nasi padang setelah Salsa pulang les. Ia tahu ini salah dan pasti akan dimarahi jika pulang terlambat, tetapi gadis itu juga tidak enak untuk menolak.

"Kakak agak kaget, loh, waktu kamu bilang gak suka novel," kata Rey.

Suara tawa Salsa mengudara pelan, ia sudah menduga hal tersebut. "Aneh, kan? Padahal banyak cewek di luar sana yang suka baca novel, tapi aku lebih tertarik ke buku pelajaran atau nonfiksi," sahut gadis itu.

Bohong, jawaban itu bukan berasal dari hati. Terkadang ketika Salsa pergi ke perpustakaan sekolah, gadis itu membaca novel diam-diam. Namun, ia tidak meminjam untuk dibawa pulang ke rumah. Safira dan Bram akan marah besar jika tahu dirinya membaca buku yang menurut mereka tidak bermanfaat tersebut.

"Gak apa-apa, malah bagus. Seenggaknya otak kamu gak penuh sama kehaluan," balas Rey.

Beberapa waktu lalu Salsa sempat mendengar teman sekelasnya yang laki-laki mengeluhkan sikap halu pacarnya. Ia tidak menyangka jika perbuatan tersebut menjadi keresahan oleh para cowok. "Emang kenapa kalau halu? Gak merugikan orang lain juga, kan? Lagian, menurut aku halu itu membuat seseorang menjadi lebih bersemangat," ujar Salsa sambil terkekeh kecil.

"Oh, ya?"

"Iya. Pandangan aku, sih, kayak gitu," jawab Salsa.

Keduanya kembali terdiam saat makanan mereka diantarkan, setelah mengucapkan terima kasih mereka langsung makan. "Kamu ... anak tunggal?" tanya Rey.

Tangan Salsa yang tadi ingin menyuap makanan ke mulut langsung terhenti, jantungnya mendadak berdetak lebih kencang. Hati gadis itu tiba-tiba gelisah karena takut Rey berniat mendekati kakaknya, lalu ia menjawab dengan ragu, "Enggak. Aku punya kakak, dia udah kerja jadi dokter di Surabaya."

"Jadi, di rumah tinggal sama siapa aja?" tanya Rey lagi.

"Sama papa dan mama," sahut Salsa lesu.

Selera makannya sudah hilang sejak tadi, tetapi demi menghargai Rey yang mengajaknya makan sore ini gadis itu tetap melanjutkan dengan gerakan pelan. Entah Rey menyadari atau tidak, hanya saja ia ikut bungkam. Keadaan sekitar menjadi lebih canggung, keduanya fokus dengan makanan masing-masing.

Rasa bersalah menyelusup dalam hati Salsa. Seharusnya ia tidak boleh bersikap seperti itu, mereka hanya sebatas dua orang yang baru kenal. "Em, muka Kak Rey sama Fiona agak beda, ya?" tanya Salsa memecah keheningan.

Tanpa sadar tubuh Rey menegang ketika mendengar pertanyaan Salsa, kemudian laki-laki itu menarik napas pelan dan menghembuskan secara perlahan. "Ternyata kamu sadar juga. Padahal banyak yang bilang kita mirip," kata Rey pelan.

Little Things [END]Where stories live. Discover now