Bagian 12

152 33 16
                                    

Pertemuan pertama klub hari ini berjalan dengan lancar, meskipun tadi sempat berurai air mata karena mendengar cerita Fiona yang menjadi korban bullying di sekolah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pertemuan pertama klub hari ini berjalan dengan lancar, meskipun tadi sempat berurai air mata karena mendengar cerita Fiona yang menjadi korban bullying di sekolah. Mereka memang menetapkan setiap minggu hanya satu orang saja yang bercerita, sehingga bisa lebih fokus pada masalah.

Gadis ber-hoodie cokelat yang menjabat menjadi ketua itu lebih dulu pamit pulang karena ada les, ia segera keluar dari rumah Anjani dan bersiap pergi dengan motor Vario miliknya. Dikarenakan Pak Ardi kembali dibawa Safira dan Bram ada jadwal di kampus, Salsa memutuskan membawa motor atas izin kedua orang tuanya. Tentu saja dengan syarat tidak boleh sembarangan dalam berkendara dan harus hati-hati.

"Maaf, Dek, numpang tanya. Ini benar rumah Anjani? Saya kakaknya Fiona. Tadi dia sempat share location, tapi pas mau dihubungi lagi ponselnya mati," ujar laki-laki berkemeja hitam yang baru saja menghampiri Salsa saat hendak memakai helm.

"Iya, Kak. Ini rumahnya Anjani. Mau aku dipanggilin Fiona?" tanya Salsa sopan.

"Gak ngerepotin? Kayaknya kamu buru-buru," ujar laki-laki itu.

Kepala Salsa langsung menggeleng tanda membantah, lalu segera menjawab, "Oh, enggak. Sebentar, ya, Kak." Helm yang sempat dipegangnya kembali diletakkan di atas motor, lalu Salsa masuk ke rumah Anjani untuk memanggil Fiona.

"Fiona, ada kakak kamu di depan," ujarnya.

Tujuh gadis yang masih berada di gazebo itu menoleh ke arah Salsa, sementara yang dipanggil segera mengemaskan barang-barangnya yang masih berserakan di atas meja dan memasukkan ke dalam tas. "Yaudah, kalau gitu aku pamit, ya, Semuanya," pamit Fiona.

"Sal, tungguin!" teriaknya.

Kaki Salsa yang hendak melangkah masuk ke rumah Anjani langsung terhenti mendengar suara Fiona, gadis itu menoleh ke belakang sambil menunggu. "Padahal sama aja mau keluar juga," cibirnya.

"Ih, beda. Ini rumah orang, gak enak keluar masuk sembarangan," bisik Fiona.

Sesampainya kedua gadis itu di luar, Fiona segera menghampiri kakaknya yang berdiri di samping motor, sementara Salsa mendorong motornya agar dekat dengan posisi dua bersaudara itu.

"Kak Rey," panggil Fiona.

Laki-laki yang dipanggil Rey itu mengalihkan tatapan dari ponsel ke arah adiknya. "Ponsel kamu mati, ya?" tanya Rey.

"Iya. Habis baterai, lupa nge-charger tadi pagi," jawab Fiona sambil meringis.

"Kak, kenalin ini Salsa. Dia yang aku ceritain kemaren," ucapnya.

Mata Salsa langsung melotot ke arah Fiona mendengar ia menjadi bahan perbicangan kakak adik itu, saat mereka bertemu lagi entah di sini atau di sekolah harus ditanyakan tentang hal ini. Bisa-bisanya ia menjadi omongan orang lain, otak Salsa membayangkan jika Fiona mengatakan hal yang tidak-tidak. Mungkin sekarang ia sudah tak bermuka lagi di depan Rey saking malunya.

"Rey," kata laki-laki yang tinggi selisih setengah penggaris darinya itu.

Salsa menyambut tangan Rey yang terulur di depannya, ia mendadak gugup karena baru pertama kali berkenalan dengan lawan jenis di luar keperluan belajar seperti sekolah atau les. "Salsa," balasnya.

"Fi, aku duluan, ya. Bentar lagi masuk," pamit Salsa saat sadar terlalu banyak waktu yang terbuang.

"Oke." Jari jempol dan telunjuk Fiona membentuk huruf o, sementara jari tengah, manis, dan kelingking seolah menjadi huruf K.

Sebelum benar-benar pergi, Salsa melempar senyum ke arah Rey untuk berpamitan. "Duluan, ya, Kak," ucapnya.

"Iya."

Gadis itu langsung menghidupkan motor dan segera keluar dari perkarangan rumah Anjani. Namun, baru setengah jalan motor yang digunakannya mendadak tidak seimbang. "Lah, motornya kenapa?" tanya gadis itu.

"Kok, bisa gini?" Ia mendesah pasrah saat jalan yang dilewati sedikit sepi, hanya satu dua kendaraan yang berlalu tanpa berhenti untuk sekadar menolongnya.

Gadis itu melirik jam tangan, masih ada waktu lima belas menit sebelum les dimulai. Namun, jarak dari tempatnya berhenti masih membutuhkan waktu lima menit. Ia takut terlambat, bisa-bisa diadukan kepada orang tuanya. Tidak ada alasan yang bisa digunakan untuk membela diri, lagi pula mereka juga pasti tak percaya.

"Kenapa motornya?"

Suara laki-laki yang berhenti di samping motornya membuat Salsa yang semula ingin menelepon Bram mengurungkan niat, ia melihat kakak Fiona yang turun dari motor KLX miliknya. "Mogok?" tanya cowok itu sekali lagi.

"Gak tahu, Kak. Motornya kayak oleng, padahal tadi bener, kok," jawab Salsa.

Rey mendekat ke arah motor Salsa, ia meneliti sebentar sebelum tak sengaja melihat ban depan motor gadis bertas doraemon itu. "Bawa ke bengkel aja, ya? Ini motor kamu bocor ban depannya."

"Gimana caranya?" Setahu gadis itu bengkel ada di dekat tempatnya les, tetapi ia tidak tahu cara membawa motor ke sana.

"Kamu naik aja ke motor, nanti Kakak dorong pakai kaki," jelas Rey.

Cukup lama Salsa menimbang-nimbang tawaran tersebut. Ingin menolak, tapi takut terlambat masuk les dan berakhir diomeli. Mau menerima, ia masih ragu untuk percaya dengan orang lain.

"Boleh, deh," putusnya.

Sesuai arahan dari Rey, Salsa naik ke motornya. Ia bisa merasakan jika laki-laki itu mendorong motornya dengan sebelah kaki hingga sampai di bengkel, beruntung jaraknya juga tidak terlalu jauh lagi.

"Kamu mau ke mana?" tanya Rey setelah motor Salsa disimpan. Masih banyak antrian yang menunggu, jadi tidak bisa diambil saat itu juga.

"Les," jawab Salsa.

Rey mengangguk paham. "Kakak antar aja," tawarnya.

"Gak usah, Kak. Udah deket, kok," tolak gadis itu. Ia merasa tidak enak karena sudah merepotkan orang lain, apalagi mereka baru kenal belum sampai satu jam. Rasanya masih agak sungkan dan canggung.

Tanpa menghiraukan jawaban dari Salsa, Rey langsung menuju ke arah motornya. "Gak apa-apa, daripada kamu telat. Kebetulan juga searah sama kampus," balas laki-laki itu.

"Makasih, Kak."

Suara tawa Rey mengudara meski hanya kekehan kecil, tetapi hal tersebut mampu membuat Salsa tertegun sebentar. "Belom juga dianter, udah bilang makasih aja."

"Kalau gitu, makasih udah dorong motor aku sampai bengkel," kata Salsa melengkapi perkataannya tadi.

"Sama-sama," sahut Rey.

Sepanjang perjalanan menuju tempat les, keduanya kembali terdiam. Salsa tidak heran kenapa Rey bisa tahu tempat lesnya, di daerah ini hanya itu satu-satunya tempat yang ada pembukaan.

"Sekali lagi, makasih, Kak," ucap Salsa setelah turun dari motor.

Ia malu bergoncengan bersama cowok, apalagi dilihat oleh teman-teman lesnya. Gadis itu langsung pergi dengan helm yang masih terpasang di kepala, menghiraukan tatapan aneh dari setiap pasang mata yang berada di sana.

"Cewek unik."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Little Things [END]Where stories live. Discover now