[36] Begone

934 199 53
                                    

"Seharusnya kita tahu, bahwa bukan hanya kita yang paling menderita di sini."

[•InnocentFlaws]

"How come we don't always know when love begins, but we always know when it ends?"

–L.A Story

•••

            

ANDINI menghampiri sebuah mobil yang menjemputnya tepat di depan rumah. Menyempatkan diri memberi senyum kecil pada sang supir sebelum masuk ke kursi penumpang. Barulah mobil berlogo layanan jasa itu melaju pergi.

Wajah ramah Andini berubah waspada seketika dia duduk. Mengetahui seseorang sudah berada di sebelahnya dengan aura seakan siap menghakimi. Karena sesungguhnya, keberadaannya di sini bukan untuk bepergian.

"Usaha yang cukup bagus karena kamu sampai berencana seperti ini. Kamu takut kalau ketahuan masih menghubungi saya?" ujarnya datar membuka percakapan.

"Kepulangan kamu menarik perhatian mereka. Sekarang mereka ada di sekitar rumahmu untuk mengawasi." Agustav menjawab tak kalah datar. "Tapi tenang saja. Aku juga mengerahkan bawahanku untuk berjaga di sana. Jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkan keamanan kedua puterimu."

"Tidak perlu khawatir?" desis Andini. "Kamu sendiri pasti sadar siapa penyebab keluarga saya menjadi seperti ini! Kalau saja kamu membebaskan kami—"

"Kamu juga seharusnya masih ingat mengapa mereka mengincar kamu. Mereka bukan orang yang mudah melepaskan siapapun yang sudah terlibat dalam masalah ini. Sekalipun tidak sengaja."

Andini mengetatkan rahangnya. "Saya sudah memutuskan untuk menutup mulut karena tidak ingin terlibat. Seharusnya itu sudah cukup membuat kamu dan dia berhenti merecoki keluarga saya."

"Sayangnya tidak semudah itu. Perlu kamu ketahui, Andini, rencanamu untuk membawa pergi keluargamu itu bukanlah keputusan tepat. Mereka justru akan semakin memburumu dan mungkin kedua puterimu semakin terancam karena tidak ada kami."

"Lalu, kamu ingin keluarga saya terus berada di bawah tekanan kamu? Kamu bahkan tidak bisa menjaga puteri saya dan berakhir babak belur karena para mahasiswa bermartabat-mu itu! Lalu kamu masih berpikir bisa menjamin kemanan kami?!"

"Aku mengaku salah karena sudah membiarkan puterimu tersiksa di tempatku. Aku juga meluluskan permintaan pengunduran dirinya karena mengetahui rencanamu. Tapi kini aku berubah pikiran terlebih ini berhubungan dengan keselamatan puteraku." Agustav menoleh kaku. "Puteraku membutuhkan puterimu. Jadi aku menentangmu membawanya pergi dari sini."

Andini tertawa remeh. "Membutuhkan? Omong kosong! Apa dia bahkan pernah merasa bersalah atas ibunya yang membuat ayah dari puteri saya kehilangan nyawa?"

"Itu bukan kesalahannya, Andini. Dia juga korban sama seperti puterimu."

"Tapi setidaknya Vanya masih hidup dibandingkan suamiku!" seru Andini. Matanya memerah akan amarah dan kesedihan, bergolak membakar egonya. "Puteriku kehilangan ayahnya. Sedangkan puteramu tidak kehilangan apapun!"

"Itu yang kamu lihat. Tapi sesungguhnya dia sudah kehilangan segalanya," ujar Agustav seraya memalingkan wajah ke jendela, mengetatkan rahangnya. "Aku sudah menghubungi pihak imigrasi agar menandaimu. Entah alasan apa yang akan mereka pakai, tapi akan aku pastikan bahwa kamu tidak bisa pergi ke mana pun dari negara ini."

"Keterlaluan!" desis Andini semakin marah. "Apa yang kamu inginkan dari keluargaku?!"

"Aku sudah mengatakannya. Aku menginginkan puterimu untuk puteraku," balas Agustav dingin. "Sebentar lagi, kami akan mengangkat kembali kasus kecelakaan itu. Akan menguntungkan kalau kamu bersedia menjadi saksi kami. Aku akan menjamin keselamatanmu untuk itu."

Innocent FlawsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang