[32] Painful Reality

955 213 74
                                    

"Ketika perasaanmu terbalaskan namun tetap terasa menyakitkan...."

[•InnocentFlaws]

SUARA pintu dibuka lalu ditutup tidak menghentikan kegiatan Andini yang tengah memotong daging yang baru dibelinya tadi. Dia menengok sekilas kala sosok puterinya melangkah masuk ke ruang makan. Membalas salam dengan gumaman.

"Lebih cepat dari yang Ibu duga. Atau kamu nggak adakan acara perpisahannya?"

"Lita nggak jadi mengundurkan diri."

Seketika tangan Andini yang mengiris-iris itu berhenti. Menatap Alita yang berdiri kaku dengan mata sayunya yang menajam.

"Lita merasa ini terlalu cepat karena Lita sendiri baru masuk kerja lagi. Lita juga masih mau bekerja di sana. Setidaknya sebelum Lita ikut Ibu."

"Kamu sudah tahu kalau tempat itu milik Keluarga Reyval."

"Ya. Lita memang sudah tau. Tapi tempat itu udah jadi tempat ternyaman Lita, Bu. Bukan karena siapa pemiliknya tetapi karena Lita senang di lingkungan itu. Jadi Lita butuh waktu untuk keluar dari sana."

Alita melihat bagaimana wajah Andini mengeras. Maka dia mendekat, menatap lekat ibunya dengan sorot memohon.

"Bu, Lita akan ikut Ibu. Tapi sebelum itu, tolong biarkan Lita untuk melakukan kegiatan Lita. Lita janji akan menjaga diri." Alita meraih tangan Andini. "Lagipula Kak Nanda juga belum pulang. Pasti butuh waktu juga buat Kak Nanda di sana. Jadi tolong beri waktu juga buat Lita."

Andini memalingkan wajah. Berpikir dalam diamnya sembari kembali melanjutkan kegiatannya.

"Kamu bisa berhenti setelah kita berhasil membuat paspor kamu dan Nanda."

Ada sedikit kelegaan menyeruak di benak Alita. Setidaknya, dia masih memiliki waktu untuk mempersiapkan diri. Maka ia merangkul Andini dengan lembut, menyandarkan kepalanya di bahu tegap sang ibu sejenak, mengucapkan, "Terima kasih, Bu."

Andini melepas rangkulan Alita. Memandang sekaligus mengusap kepala puterinya dengan sayang. Kali ini menyematkan senyum kecil sembari berkata, "Mandi dan ganti baju kamu. Biar Ibu siapkan makan malam dulu."

Alita mengangguk dan segera masuk ke dalam kamar. Namun setelahnya, Alita bersandar lemas pada pintu. Menghela napas berat dan dalam, memejam lemah.

Tidak bisa. Hatinya terus berteriak tidak ingin.

[IF]

"Kamu yakin mau mengundurkan diri? Kami sudah kasih keringanan mengenai absensi kamu karena masalah kemarin. Jadi nggak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai beasiswa kamu."

Alita tersenyum kecil menanggapi pertanyaan karyawan administrasi itu. "Saya nggak keberatan untuk itu."

Karyawan itu hanya mengesah pelan sebelum akhirnya menyerahkan formulir pengunduran diri yang sudah disiapkannya pada Alita. "Waktu prosesnya sekitar dua minggu sejak kamu menyerahkan kembali formulirnya ke kami. Jadi kamu nggak perlu buru-buru. Kamu juga bisa pikirkan lagi keputusan ini."

Alita lantas mengucapkan terima kasih dan segera pamit pergi dari sana. Begitu dia tidak terlihat, karyawan itu segera meraih telepon dan menekan nomor panggilan cepat.

"Alita Levania baru saja meminta surat pengunduran diri."

...

Innocent FlawsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang