[03] Help

1.6K 283 78
                                    

!!Trigger Warning!!
Bab ini mengandung adegan penindasan yang tidak patut untuk ditiru! Mohon kebijaksanaannya!

•••

"Dilemaku adalah bertahan hidup atau menyerah."

[•InnocentFlaws]


  ADA hal mengejutkan terjadi di kantin Fikom hari ini. Hampir seluruh mata tertuju pada Nora yang mendatangi salah satu meja, di mana Adhitama bersama kedua temannya berada. Bisik-bisik mulai berdatangan kala Nora meletakkan sebuah amplop tepat di hadapan si rambut abu-abu itu.

Tebak saja apa.

"Udah yang keberapa kali lo dapet ginian? Beruntungnya, lo dapet langsung dari gue." Nora menyeringai penuh kemenangan. "Gue bisa batalin itu dengan mudah. Asalkan lo mau minta maaf atas kelakuan lo kemarin."

"Widih! Dapet SP, lo, Tam? Keren banget! Akhirnya ada yang berani giniin lo, ya," gelak si rambut cokelat. Ancha namanya.

Nora mendengus. Bisa-bisanya mereka meremehkan perkara ini. Bahkan Adhitama ternyata tampak tak terkejut apalagi tertarik dengan amplop berisi Surat Peringatan itu.

"Gimana nih, Tam? Lagian, segala pakai acara siraman rohani sih, kemarin. Udah tau lo berurusan sama anak punya nama di sini," seloroh lelaki bernama Jo.

"Berisik banget kalian! Gue cuma berurusan sama Tama! Atau lo berdua mau dapet juga?" ancam Nora dengan delikan.

"Ututuu, atut, ah! Nggak mau urusan sama anak Dekan. Mainannya langsung SP, ih, nggak asik banget. Pantesan nggak ada yang mau temenan."

"Bisa diam nggak lo?!"

"Ngatur, Mbak? Nggak ada larangan buat cerewet di depan lo." Ancha tersenyum tanpa dosa, memanas-manasi.

"Ngeremehin banget ya, kalian? Gue bahkan bisa rilisin peringatan kayak punya Tama sekarang juga!"

"Habis itu apa?" suara Tama akhirnya terdengar. "Setelah lo kasih ini, lo berharap gue bakalan mohon-mohon di kaki lo?"

"Senggaknya kalo tau diri, minimal lo menyesal dan minta maaf!"

"Gue nggak pernah merasa menyesal apalagi kudu minta maaf sama lo. Emangnya gue habis ngapain?"

Nora tertawa tidak habis pikir. Ekspresi Tama terlalu datar menghadapi ini. Oleh kesabarannya yang mulai terkuras, Nora mengeluarkan lembaran surat di dalam amplop itu agar dibaca.

"Lihat baik-baik! Jangan karena lo udah pernah mukul anak orang dan nggak ada peringatan, lo bisa seenaknya ke gue. Gue bahkan bisa laporin perkara kemarin sebagai kasus kekerasan terhadap perempuan!"

Tama tanpa berniat sedikit pun melirik isi surat peringatan itu, tersenyum remeh untuk gadis yang merasa berkuasa di sini.

"Lo sendiri emangnya nggak pernah begitu?"

"Ck! Nggak usah blunder, deh! Lo terima surat peringatan itu atau minta maaf ke gue. Cuma itu pilihan lo!"

Tama menyambar surat itu seraya berdiri. Mengacungkannya di depan wajah Nora untuk kemudian merobeknya menjadi empat bagian. Melemparnya hingga berhamburan di atas meja.

"Pilihan lo merugikan semua," tukasnya sambil berlalu.

Nora menganga tidak percaya bersama beberapa saksi yang terpana melihat perlakuannya tadi. Bibirnya lalu berkedut penuh kekesalan sebelum berteriak, "Berani nentang gue berarti lo berani nentang Dekan, Tama! Lo lupa itu?!"

Innocent FlawsWhere stories live. Discover now