[Spin Off] Bina's POV

1K 206 19
                                    

"Kebencian memang mampu membutakan logika. Bahkan menyakiti hati yang seharusnya tidak disakiti."

Spin-Off – Bina POV

[•InnocentFlaws]

         

APA yang bisa Bina lakukan selain tersenyum miris di kejauhan?

Menyaksikan Revangga yang dengan begitu bangga memamerkan Bias, mengatakan putera sulungnya itu mendapat nilai nyaris sempurna di ujian semester mengalahkan teman-teman seangkatan. Menjadikan lelaki itu icon pameran hingga orang-orang di sekitarnya berdecak kagum.

Bina pun memilih keluar dari ballroom itu. Seharusnya Bina tidak perlu ikut datang. Pesta keluarga rutin ini justru seperti siksaan hati lemahnya. Menjadi patung pajangan yang tidak menarik perhatian dan menelan pahit kenyataan bahwa dirinya tidak pernah dianggap.

Bahkan para saudaranya tidak ada yang berminat untuk mendekatinya. Memangnya apa yang bisa Bina pamerkan seperti mereka yang selalu memamerkan barang-barang mewah yang sebenarnya tidak penting itu?

Lama berdiri di taman tak jauh dari pintu masuk, Bina merasakan sesuatu jatuh di pundaknya. Hangat dan wangi. Dua sensasi itu langsung menyergap dan Bina antara terkejut juga lega menemukan lelaki itu sudah berdiri di sampingnya.

"Yang milihin lo baju siapa, sih? Jelek banget kebuka gitu."

Bina harus merengut kesal meski pada akhirnya merapatkan jas hitam yang tersampir di pundaknya. "Ini pilihan gue. Secara nggak langsung lo baru aja ngatain selera gue."

Tama mengedikkan bahu. Tidak merasa bersalah. Dia justru menggulung kemeja putihnya hingga siku. Barulah meraih sekotak rokok beserta pemantiknya dari saku celana.

"Lo bahkan belum tujuh belas tahun. Udah sok ngerokok," giliran Bina mengejek lelaki itu. "Jauh-jauh, sana!"

"Yakin? Nggak kesepian ntar karena nggak ada gue?"

"Gede banget kepala lo itu ya, Tam."

"Kakek juga bilang kalau kepala gue ini emang gede. Soalnya gue jenius nggak kayak yang lain."

"Sombong amat yang udah bisa bikin web sampai direkomen Kakek ke koleganya," cibir Bina yang malah mengundang kekehan lelaki itu.

"Gue sendiri nggak ngira kalau Kakek tau. Katanya, Om Wisnu yang bocorin karena sering ngelihat gue iseng-iseng ngoding, eh, malah jadi aplikasi."

"Padahal aplikasi lo itu nggak guna banget."

"Heh! Gitu-gitu suara kipas doang bisa buat relaksasi, tau! Belum pernah coba ya, tidur sambil ditemenin suara kipas?"

Bina malah tergelak mendengar sungutan Tama. Lihat wajah tegasnya yang tersinggung itu. Meski tidak serius dan lebih mirip seperti merajuk, ekspresi Tama saat ini cukup menghiburnya.

"Terus, lo disuruh bikin aplikasi atau web, sebenarnya?"

"Gue belum berani ambil kalau aplikasi. Jadi gue coba bikin web-nya aja."

Kali ini Bina tersenyum bangga. "Kalau Kakek aja percayain itu ke lo, pasti hasilnya bakalan bagus."

Tama menghisap batang nikotin itu sejenak. Kepulan asap lantas terembus jelas dari mulutnya. Lalu dia tersenyum kecil. "Lo sendiri nggak lanjut nulis? Blog lo udah karatan, tuh."

Innocent FlawsWhere stories live. Discover now