72. Jealousy

24 3 0
                                    

Kavi dan aku keluar Lab paling akhir. Kami turun tangga lalu mencari katak seperti mahasiswa yang lain. kami berjalan mendekati taman. Mengamati tanaman dan mencarinya dibawah tanaman. Tidak ditemukan lalu aku beralih ke tengah rerumputan, siapa tahu ada katak diantaranya. Tidak ada juga. Kami terus mencari ke tanaman lain dan rumputan lain. kami beralih ke tempat lain. Taman di kampus ini ada di banyak titik. Jadi kuharap kita bisa mendapatkan satu saja.

Mataku bertemu Beti dan kelompoknya. Dia menatapku dengan tajam, aku memaklumi jika dia kesal. "aduuuh yang salah siapa yang dihukum siapa". Beti mengangkat kedua tangannya ke pinggang.

Aku menahan emosiku sekuat yang kubisa. Aku membalas tatapan Beti tak kalah tajamnya. Tidak perlu melotot, itu bisa membuat mataku keram. 

Kavi menarik lenganku, dia membawaku menjauhi Beti. Tapi sepertinya Beti masih belum puas. Dia berkata lebih keras lagi "seharusnya tahu diri- tidak perlu memberi beban hukuman ke yang lain"

Apa sebenarnya yang diinginkan Beti. Aku tahu aku salah tapi yang menentukan hukuman seperti apa kan bukan aku. Mahasiswa yang lain juga kesal tapi mereka tidak menghakimiku. Mereka memprotes dosen bukan aku. Tapi kenapa Beti terus menerus menyerangku.

Aku berbalik badan dan mengepalkan kedua tanganku. Alisku sudah seperti kartun angry bird dan siap menyerang Beti. Belum sempat aku melangkah, Kavi menarikku untuk mundur. Aku berusaha melepaskan diri darinya tapi tenaga Kavi lebih kuat dia berhasil membawaku menjauh.

"jangan menambah masalah" hardik Kavi ketika dia berhasil membawaku ke taman yang lain. aku mengatur napasku yang memburu. Masih kesal aku tidak mau menjawab Kavi

"kita fokus mencari saja" Kavi meninggalkanku dan mencari di balik semak-semak. Aku jadi malu sekarang, Kavi bisa lebih tenang dibanding aku. Seharusnya aku tahu mana yang lebih penting dilakukan. Aku berdiri dan ikut bergabung mencari katak lagi. Masa bodo dengan Beti.

Aku membuka semak-semak, kutemukan satu ekor katak kecil. "Kav, Kavi" katak itu melompat ke arahku. Aku mundur karena takut-aku menghindar "Kavii ada katak" Kavi mendekatiku dan mencari keberadaan katak itu. "mana ?"

Aku mengedarkan pandangan "tadi kesana" aku menunjuk ke arah dimana katak itu melompat. Tapi tak kutemukan lagi. "aku yakin tadi melihatnya kesini, dia melompat ke arahku lalu aku menghindar"

Kavi menggelengkan kepala "kenapa kau menghindar ? seharusnya kau tangkap dengan dua tanganmu"

Akhirnya kami tidak menemukan lagi katak itu, dia hilang entah kemana. Kami mencari ke tempat lain. sudah hampir dua jam kami tidak menemukan satupun katak. Aku sangat lelah. Peluh sudah membasahi seluruh tubuhku. Mencari katak di bawah terik, astaga ternyata kuliah semakin sulit. Pintar saja tidak cukup. Aku dituntut pemberani dan terampil. Berani memegang katak dan terampil mencari katak contohnya.

Aku dan Kavi duduk di kursi taman untuk istirahat. Aku bisa melihat mahasiswa yang memakai jas Laboratorium di taman-taman semaki sedikit jumlahnya. Itu tandanya beberapa orang sudah berhasil menemukan katak. "tamat riwayat kita" ucapku pasrah.

Kavi milirik jam di tangannya "jam kuliah hampir habis, sebaiknya kita kembali ke Lab" Kavi berdiri dan hendak melangkah pergi. Aku menarik tangannya.

"tapi kita belum menemukan katak" aku mengajaknya untuk mencari katak lagi sampai ketemu. Aku takut jika dosenku marah dua kali lipat.

"aku sudah lelah. Biarlah kita diam saja jika dimarahi. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Jika dihukum lagi yasudah dikerjakan. Lagipula kita sudah berusaha kan, ini bukan salah kita" Kavi menarikku untuk berdiri. Aku suka pemikiran Kavi yang sudah pasrah ini. masalah berat jadi terdengar ringan.

academic adventuresWhere stories live. Discover now