67. You mad make me scared

16 2 0
                                    

Aku dan Bhale berjalan keluar bersama banyak penonton lain. Kami berjalan pelan karena harus bergantian dan tertib. Bhale berada di belakangku menjagaku. Ketika ada orang yang akan menabrak atau menyenggolku dia akan menarikku. Aku senang dia bersikap seperti itu tapi kenapa dia harus bersikap seperti itu. Semakin sulit bagiku melupakan dia dan segala sikap manisnya.

Tiga puluh menit kemudian kita baru bisa keluar dan menghirup udara bebas. Ketika kami mulai berjalan meninggalkan gedung olahraga, seseorang memanggilku. aku menoleh untuk mencari siapa yang memanggilku. Aku mengedarkan pandangan ke segala arah tapi tidak kutemukan siapa orangnya.

"kau mencari siapa ?" tanya Bhale

"seseorang memanggilku. Tapi Aku tidak tahu" aku masih berputar mencari, suara itu sangat jelas terdengar.

"tidak ada, kau hanya berhalusinasi" Bhale menarik tanganku untuk membawaku segera pergi.

Disaat bersamaan tanganku yang lain ditarik seseorang dari belakang.

"Elee" aku segera berbalik badan.

Rafi memanggilku, dia masih menggenggam tanganku sambil mengatur napas. Dia terlihat sangat kelelahan.

"aku tunggu disana" akhirnya Bhale melepaskan tanganku dan dia menjauh.

Aku kembali melihat ke arah Rafi. Dia masih berusaha mengatur napasnya, dan sesekali dia tersenyum. Banyak orang memperhatikan kami. Aku memilih mengabaikan banyak orang itu.

"selamat kau berhasil" aku memberinya selamat karena kemenangan kampus kita. Aku tidak tahu ini pertandingan persahabatan atau turnamen sungguhan. Yang kutahu dia menang lalu kuberi selamat begitu saja.

"ya, kita menang karena kau datang" dia tersenyum lagi.

Rafi mengusap-usap rambutnya yang basah karena keringat. Beberapa orang disana yang melihat itu histeris dan berusaha merekam moment tersebut. sedangkan Aku sibuk mengusap percikan keringat Rafi yang mengenai wajahku. Aku hanya bisa tersenyum masam. Hasil metabolisme kulit yang penuh kuman. Gerutuku dalam hati.

"maaf aku basah. Aku tidak sempat membawa handuk karena mengejarmu"

Aku hanya mengangguk dan tersenyum.

"kenapa kau buru-buru keluar gedung, seharusnya kau menghampiriku" ucap Rafi lagi, kali ini aku tidak bisa menjawab, maksutku aku tidak tahu harus menjawab apa.

"apa kau harus segara pulang ?" tanya Rafi lagi.

"iya, banyak yang harus kukerjakan karena sebentar lagi kita UAS"

"okey, hati hati dijalan dan terimakasih banyak" ucap Rafi, kemudian dia mendekat padaku dan mendekatkan bibirnya ke keningku. Reflek aku bergerak mundur. Aku tersenyum kikuk ketika Rafi sadar aku menghindarinya.

"aku pulang dulu" ucapku dan segera pergi meninggalkannya.

Apa yang ada dipikiran Rafi. Kenapa dia melakukan itu, bukankah itu terlalu cepat. berani sekali dia melakukan di tempat umum dan banyak yang melihat. Asataga kuharap tidak satupun orang merekam adegan itu. aku tidak suka dengan sikap Rafi yang seperti itu. tidak sopan, lancang dan yang jelas tidak suka.

Aku bergegas menghampiri Bhale. Aku tahu dia masih menungguku. Aku melihat Bhale dari kejauhan, rasanya melegakan aku merasa aman jika di dekatnya. Tapi yang kudapat, Bhale memberiku tatapan marah. Mata spectrumnya melotot padaku. Itu membulat sempurna dan menyeramkan. Terlihat jelas jika dia benar-benar marah.

Seketika aku ingat kejadian yang baru saja kualami. Mungkin Bhale melihat Rafi menciumku. Astaga Bhale berbalik badan lalu berjalan lebih cepat meninggalkanku. Dia marah, aku harus menjelaskan jika ciuman itu tidak terjadi. aku berlari untuk menyusul Bhale. Tapi langkah kakinya yang lebar membuat dia lebih cepat. Aku melihat punggungnya semakin menjauh. aku mempercepat langkahku dalam berlari bahkan hingga menabrak pundak orang-orang yang melintas. Aku tidak peduli mereka memakiku yang jelas aku harus mengejar Bhale.

Aku tidak bisa menyusulnya. Dia pergi dan tidak terlihat lagi. Mungkin dia sudah diatas motornya di perjalanan pulang. Aku berdiri di tengah parkiran motor dengan nafas terengah memandangi setiap orang yang melintas. Raut wajah Bhale masih tergambar jelas di ingatanku. Dia terlihat marah, kecewa dan sedih menjadi satu. sorot mata itu menjelaskan segalanya. Ada sesuatu yang membuat dadaku sakit sekarang. Sakit sekali sampai membuatku ingin menangis. Aku mengepalkan tangan kananku dan memukulkan ke dada, berharap ini bisa mengurangi rasa nyerinya.

Air mataku perlahan keluar. bukan masalah besar jika Bhale tidak menyukaiku. Tapi jika dia kecewa karena perbuatanku rasanya itu menyakitkan. Jika aku tidak bisa membuatnya menyukaiku setidaknya aku tidak ingin dia membenciku. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Bhale memang menyebalkan tapi aku tidak mau dia membenciku dan menjauhiku.

Aku mengusap air mata yang sudah membanjiri pipiku.

"kau baik-baik saja ?" seorang perempuan mengusap pundakku. Aku tidak mengenalnya, mungkin dia kasihan melihatku menangis di tengah parkiran.

"apa kau sakit ?" perempuan lain memberikan tisu padaku.

Aku mengambil tisu itu "terimakasih, aku baik-baik saja" aku meninggalkan mereka dan mengambil motorku.

Sepanjang jalan pulang aku menangis di tengah jalan. Aku menurunkan kaca helmku agar tidak satu orang pun menyadari aku sedang menangis.

Aku tidak berharap Bhale membenciku. Aku memang risih ketika dia usil tapi aku tidak benar-benar berharap dia pergi dari hidupku. Kalaupun dia harus pergi dari kehidupanku bukan begini caranya. Bukan dengan cara tidak baik seperti ini. aku berharap hubunganku dengan Bhale baik-baik saja meskipun dia tidak membalas perasaanku. Aku masih terus menangis dan berbicara dengan diriku sendiri.

Hampir sampai di rumah aku menghentikan tangisku. Aku mengusap air mataku dengan punggung tangan. Aku tidak mau keluargaku mengetahui ini. sampai di rumah, tidak satupun anggota keluargaku ada di rumah. Aku berjalan ke dapur dan menemukan pesan di pintu lemari pendingin. 'Mama pergi ke supermarket dengan papa'. Aku bisa bernapas lega. Setelah mengambil minum, aku berjalan ke kamar untuk melanjutkan mood menangis.

Seharusnya aku tidak membuat Bhale marah seperti itu. Tapi dengan alasan apa dia marah. Kenapa dia marah melihatku berciuman dengan Rafi. Tidak mungkin jika dia cemburu, itu jelas tidak mungkin. Mungkin Bhale marah karena aku membuatnya menunggu terlalu lama. Tapi tidak mungkin karena hal sepele itu.

Alasan apapun itu yang pasti bukan karena dia cemburu. Aku tidak peduli dengan alasan apa dia marah, aku hanya tidak mau melihatnya semarah itu padaku aku harus meminta maaf. Sudah cukup aku sedih karena dia tidak membalas perasaanku. Aku tidak mau lebih sedih karena dia membenciku. Aku harus memperbaiki kesalahpahaman ini.

Aku mengambil ponselku. Berniat mengirim pesan untuk Bhale. Tapi aku bingung pesan seperti apa yang harus kukirim. Mungkin aku harus menelfonnya agar kita bisa bicara secara langsung. Tapi Bhale sedang marah jadi tidak mungkin dia menerima telfonku. Aku kehabisan akal.

Karena tidak ada ide lagi aku menyerah untuk menghubungi Bhale, aku membuka sosial media untuk menenangkan pikiranku. Ketika baru kubuka sosial media, Kavi baru saja mengunggah sebuah foto. Kavi mengunggah foto dua lembar voucher dengan caption "ini adalah tiket pembelian ice cream" disitu sepertinya Kavi mendapat endorse kedai ice cream tersebut. Aku pernah melihat voucher itu. Itu mirip dengan voucher yang Bhale tunjukkan padaku beberapa waktu lalu. Karena penasaran aku membaca deskripsi tentang voucher yang dituliskan Kavi. Itu adalah kedai ice cream baru yang menggunakan sistem pembayaran seperti tiket. Jadi kita bisa membeli tiketnya dulu lalu mengambil ice creamnya sesuai tanggal yang kita pesan. Kedai ini terkenal di berbagai kota. Karena sangat ramai akhirnya mereka menggunakan sistem tiket itu untuk mengantri dan memudahkan pembayaran. Tiket dijual secara online juga.

Yang membuatku terkejut, harga satu tiket itu sebesar lima ratus ribu rupiah. Harga satu ice cream ini sangat mahal. Aku membaca beberapa komentar yang dituliskan disana. 'untuk mendapatkan satu tiket itu tidak mudah, aku selalu kehabisan'harganya mahal tapi memang enak'.

Jadi untuk mendapat satu tiket ice cream mahal ini tidak mudah. Astaga aku sudah menolak ajakan Bhale. Dia pasti harus melakukan usaha lebih untuk mendapat lima tiket itu. Dan bodohnya aku malah menolaknya. Aku semakin merasa bersalah. Dia mau melakukan ini semua untukku. Jika benar dia menyukaiku, itu artinya selama ini aku sangat jahat. Tapi aku tidak akan berharap lebih.

.............................................................................

academic adventuresWhere stories live. Discover now