31. Film Dokumenter

18 1 0
                                    

Selesai kelas pertama, kami akhirnya berpencar. Aku mengambil kelas lain, Kiran dan Kavi pulang karena tidak ada kelas lagi. Bhale dan Juno juga masih kuliah namun di kelas yang berbeda denganku. Aku bergegas ke kelasku sebelum terlambat. Mahasiswa lain sudah memenuhi ruangan kelas. aku bergabung dengan mereka duduk di deretan paling depan. Setelah aku duduk kemudian dosen masuk, tepat sekali aku tidak terlambat.

Dosen memberikan penjelasan materi. Beberapa mahasiswa memberikan pendapat terkait pembahasan yang disampaikan dosen. Diskusi ini menarik namun sayangnya aku tidak mengerti isu yang sedang mereka bahas. Aku merasa menjadi manusia paling bodoh. Kenapa semua tahu hal itu sedangkan aku tidak. Sepanjang kelas aku merasa seperti manusia buangan yang tidak mengerti apa-apa. Aku hanya bengong dan tidak bisa berkomentar apa-apa.

Ketakutanku timbul ketika dosen mengajukan pertanyaan, mengingat posisi dudukku di paling depan. Aku takut jika dosen memanggil namaku dan aku tidak tahu harus menjawab apa. posisiku terlalu mencolok disini. Seharusnya tadi aku duduk di kursi paling belakang. Benar jika tempat duduk di kampus menentukan masa depan. aku harus mempertimbangkan segala aspek sebelum menentukan pilihan duduk dimana. Seharusnya aku sadar bahwa hari ini kemampuanku tidak sanggup untuk duduk di kursi depan. untungnya ketika dosen ingin menunjuk, salah satu mahasiswa mengajukan diri untuk menjawab.

Akhirnya kelas yang berat ini selesai juga. Tiga sks tiga jam pelajaran rasanya seperti tiga tahun lamanya. Aku terus dihantui perasaan was-was ketika dosen mulai mengajukan pertanyaan. Tapi akhirnya semua itu berakhir dan aku aman. Aku berjalan santai ke parkiran sendirian. Hari sudah siang dan hampir sore. Aku ingin segera sampai rumah untuk menyegarkan tubuhku. Untung saja hari ini tidak ada yang menyadari jika aku belum mandi.

"Elee" seseorang memanggilku. aku berhenti dan melihat orang yang duduk di taman tak jauh dari posisiku. Tadi aku sempat melihatnya sekilas menunduk membaca buku. Dia mengangkat kepalanya lalu berjalan mendekatiku. Ternyata itu Bhale. Untuk apa dia memanggilku.

"bukankah kelasmu selesai satu jam lebih awal dariku ? kenapa kau masih disini ? kau menungguku ?"

"jangan terlalu percaya diri. Aku hanya ingin membaca buku dengan tenang disini" jawab Bhale. Kenapa dia tidak pandai berbohong. Terlihat jelas sekali, dia menungguku. Lagi pula untuk apa dia duduk disitu satu jam lalu baru pergi ketika aku disini.  Dia pasti menyukaiku, hanya saja dia terlalu naif untuk mengakuinya. Jika dia mengakuinya lebih cepat aku bisa menolaknya lebih cepat jika begini aku kasihan dengannya karena aku tidak menyukainya.

"apapun yang kau lakukan untukku tolong hentikan. Aku tidak menyukaimu. Kau bukan tipeku" aku harus melakukan ini agar dia tidak berharap terlalu banyak.

"apa yang kau bicarakan ? aku hanya membaca buku disini kemudian aku terpikir untuk pergi ke toko buku, kebetulan aku melihatmu tapi sepertinya aku berubah pikiran untuk mengajakmu"

Jawaban Bhale membuatku malu untuk kesekian kalinya. Sepertinya benar dia hanya membaca buku. Mungkin dia mengajakku karena kita sudah cukup dekat mengingat setiap hari belajar bersama. Bodohnya aku selalu berpikiran sempit. Haruskah aku mengalami siklus seperti ini lagi, percaya diri lalu kemudian malu dan menyesal. Bhale meninggalkan aku yang masih bengong dengan pikiranku sendiri.

"tunggu aku mau ikut" aku mengejarnya.

"tidak usah"

"aku mau"

"tidak"

"ikut"

"menjauhlah"

"aku tidak membawa motor, kau lupa kau yang memboncengku tadi pagi" tadi pagi karena terburu-buru kami berangkat dengan tiga motor. aku dengan Bhale, Kiran dengan Kavi dan Juno sendirian.

academic adventuresWhere stories live. Discover now