2. Ospek

140 2 0
                                    

"Elee, semua kebutuhan ospek sudah kusiapkan. Kamu hanya tinggal datang saja besok pukul lima pagi" Kakakku masuk ke kamarku. Aku masih sibuk membaca komik diatas kasur memeluk boneka beruang besarku.

"hem" aku memberikan acungan jempol tanpa mengalihkan pandangan dari komik

"ingat pukul lima pagi"

Aku mengangguk

"begitu saja ? tidak protes ?"

"memangnya kalau protes bisa menyelesaikan masalah ?" aku mengangkat kepala memandang kakakku yang jadi banyak bicara sekarang.

Mungkin semua orang di rumah ini khawatir ketika aku tidak banyak protes lagi. Aku selalu menurut, tidak banyak bicara, tidak banyak bergerak dan tidak punya gairah melakukan apapun. Semua berusaha memberiku semangat, tapi aku sendiri belum menemukan semangat, belum tahu tujuan hidupku. Biar sajalah, masih bisa menjalani hari-hari dengan normal sudah lebih dari cukup. Yang jelas aku tidak mungkin bunuh diri.

..............................................................

"ingat, jika kamu kesal dengan kakak tingkat lebih baik pura-pura sakit saja, orang sakit tidak akan didebat saat ospek jangan mencari masalah" pesan Kak Noah ketika aku sudah sampai di pintu masuk Universitas. Aku hanya mengangguk lalu segera turun dari mobil.

                Hari pertama masa orientasi. Penampilanku sudah sangat konyol sekali. Setelan baju olahraga. Celana panjang, baju dengan lengan pendek. Baju harus di masukkan ke celana dengan rapi. Sepatu olahraga putih tanpa motif. Rambut di kuncir satu. Tanpa memakai riasan ataupun parfum. Membawa identitas yang di tulis besar dan dikalungkan. Aku baru tahu kemarin ketika menulis identitas jika papa mendaftarkanku ke jurusan pendidikan Biologi. Aku sempat heran, kenapa papa memilih itu, aku tidak mungkin berbakat menjadi pendidik. Tapi aku hanya diam saja, malas berdiskusi dengan papa. Dan terakhir satu kantong keresek besar berwarna merah yang berisi alat tulis dan bekal. Tunggu. Bekal ini bukan sembarang bekal. Sebentar akan kujelaskan.

                Bekal ini adalah makanan, tapi mahasiswa harus menebak dari clue yang diberikan. Seperti, telur bertato. Satu hari sebelum ospek aku dan mahasiswa lain sudah heboh mempersiapkan bekal. Kami saling berbagi informasi mengenai tebakan seperti itu. Kami bergabung di forum grup chat. Di era serba canggih bukan hal sulit menemukan mahasiswa baru lain meskipun belum pernah bertemu. Ada yang bilang itu telur asin dengan logo penjualnya, tapi yang lain menebak itu telur puyuh karena memiliki corak. Lebih aneh lagi mereka menulis clue 'nasi pocong'. Beberapa mahasiswa mengira ini lontong, lainnya berpikir ini lemper.

                Baru mulai saja sudah ribet. Keluhku. Aku berdiri di depan gerbang masuk. Menyapukan pandangan ke seluruh jangkauan penglihatanku. Gedungnya lumayan bagus. Ada logo kampus di tengah gedung yang menjulang tinggi. Meskipun itu gedung baru tapi mereka menggunakan desain gedung jaman dulu. Atau mungkin lebih tepatnya menggunakan gaya rumah adat di Indonesia. Gedung yang ada di tengah memiliki atap berbentuk atap rumah adat padang. Beruas-ruas dan meruncing diujungnya. Megah dan indah. Di bagian kanan juga ada gedung yang menjulang dengan atap yang paling atas berbentuk atap rumah adat jawa. Yang itu juga terlihat keren dan megah.

                Setelah puas mengamati, aku memutuskan untuk masuk. Baru sepuluh langkah masuk suara teriakan membentak sudah memekakkan telingaku

                "LARI. CEPAT LARI DEK. JANGAN LELET. AYO CEPAT LARI" begitu suara itu terdengar. Aku belum lihat siapa yang bersuara. Tapi ketika orang-orang disekitarku lari aku ikut lari.

                Akhirnya aku tahu, itu panitia ospek. Orang yang memakai almamater berwarna merah dengan logo kampus di dadanya. Mereka ada dua. Laki-laki dan perempuan. Suara teriakan itu benar-benar mengintimidasi. Disini aku sudah mulai menggerutu kesal. Kenapa harus teriak-teriak, bicara wajar dan pelan kan bisa.

academic adventuresWhere stories live. Discover now