62. Fake jealosy

10 2 0
                                    

Kavi pergi ke kelasnya, sedangkan aku pergi ke laboratorium. Juno sudah menungguku di samping tangga. Setelah bertemu Juno, kami naik ke lantai dua dan masuk ke ruang Laboratorium. Mahasiswa piket sedang sibuk meneliti alat praktikum agar tidak ada yang tertinggal.

Bu Niluh sudah duduk di kursi kebesarannya. Meskipun perkuliahan baru akan dimulai lima menit lagi tapi Bu Niluh sudah siap mengajar. Mahasiswa juga sudah siap duduk di tempat masing-masing. Tidak ada yang berani terlambat di jam kuliah Bu Niluh, itu namanya bunuh diri.

Setelah semua siap, dimulailah praktikum. Praktikum kali ini adalah melihat sel darah. Kita harus menemukan masing-masing sel darah putih. Neutrofil stab, neutrofil segmen, limfosit, monosit dan masih banyak lagi. Seperti biasa aku dan Juno selalu selesai lebih dulu.

"Elee, ajari aku cara kamu bisa dengan cepat menemukan lapang pandang yang tepat" ucap Juno dari balik mikroskop.

Kami menggunakan mikroskop binokuler, jadi dua mata kita bisa terbuka dan melihat dengan jelas lapang pandang preparat.

Aku berdiri lalu menghampiri Juno "aku tidak tahu kenapa aku bisa cepat, tapi aku akan mengajarimu apa yang biasa kulakukan" Juno minggir dan memberiku kesempatan mengatur mikroskop.

"setelah mengatur lensa obyektif dan okuler aku akan memutar makrometer di batas maksimal bawah lalu perhatikan lensa okuler dan putar makrometer keatas secara perlahan, sampai kau melihat perbedaan seperti ada bayangan lalu putar mikrometernya"

"kau tidak memutar makrometernya, aku tidak melihat itu bergerak"

"itu karena sangat pelan sebenarnya itu bergerak" aku mundur dan mempersilahkan Juno melakukan sendiri.

Juno melakukan setiap step seperti saranku lalu ketika dia mulai melihat ke lensa okuler dia menggeram "tanganku bergetar, aku tidak bisa menggerakkan makrometer secara perlahan. Aku tadi melihat bayangan sedikit lagi tapi tanganku tidak bisa melakukan secara perlahan" dia frustasi dengan meremas kedua tangannya.

"jangan tegang, kau harus tenang"

Juno mencoba lagi, mencoba lebih tenang lagi. "aduuuh aku kehilangan jauh bayangannya. Tanganku seperti kram jika bergerak terlalu pelan"

"kau hanya perlu latihan kau harus tenang"

"sudahlah sepertinya aku tidak berbakat menjadi ilmuwan memang aku tidak bisa tenang baik dipikiran atau perbuatan"

"ya kau benar, ilmuwan tidak ada yang cepat menyerah sepertimu"

Juno memandangku, lalu kembali berdiri dan memutar mikroskop lagi.

.............................................................................
Kulihat sepertinya kondisi kantin kali ini lebih ramai dari biasanya. Ketika aku dan Juno masuk, kami kesulitan mencari jalan. Kiran sudah mengirimkan pesan jika dia sudah berada di dalam kantin bersama Kavi dan Bhale, jadi kami berusaha mencari mereka. Tapi untuk mencari jalan saja sesulit ini aku ragu kita akan sampai disana. Juno jalan didepanku mencari celah menerobos tubuh orang orang yang berkerumun.

Akhirnya setelah membelah lautan manusia kami sampai dan bisa duduk dengan tenang. Di sisi ini tidak begitu ramai. Keramaian hanya pada bagian pintu masuk kantin saja.

"ini kerumunan apa ? peramal ?" tanyaku setelah duduk diantara Kiran dan Kavi.

"itu Lutfi, banyak yang memberinya hadiah"

"dan banyak yang hanya penasaran ingin melihat"

Aku menggelengkan kepala tidak menyangka dengan peristiwa ini. kemarin saja ketika Lutfi dianiaya di taman tidak ada yang memperhatikan. Sekarang setelah semuanya selesai mereka bersimpati seolah perduli. Tapi bukan hal buruk juga, semoga dengan adanya dukungan, Lutfi bisa bangkit.

academic adventuresWhere stories live. Discover now