27. Belajar Bersama

18 1 0
                                    

Aku membawa nampan yang berisi kue kering dan beberapa minuman bersoda ke garasi. Kavi mengeluarkan ponsel miliknya dari saku. "Kiran sudah datang, aku akan bukakan pintu dulu" ucap Kavi dan aku mengangguk. Aku masuk ke garasi lalu meletakkan nampan ini di nakas yang ada di samping meja utama. Aku mencicipi salah satu kue coklat dengan taburan choco cips diatasnya.

"hey" suara Kiran mengalihkan perhatianku. Tidak hanya Kiran, Juno dan Bhale juga datang bersamaan. Aku tersenyum menjawab Kiran. Tidak menunggu waktu lama kami semua berkumpul di meja mengeluarkan laptop dan buku kami masing-masing. Aku duduk diantara Kiran dan Kavi sedangkan di depanku ada Bhale dengan tampang kaku tak bersahabat ciri khasnya.

"topik apa yang akan kita kerjakan ?" tanya Juno sambil menyalakan laptop miliknya.

"keanekaragaman hayati" jawabku sambil mengeluarkan buku tebal yang sudah kupinjam dari perpustakaan kampus. Aku sudah membaca beberapa bagian dan menandai beberapa yang akan kujadikan rujukan.

"apa essay ini ada ketentuan harus membahas apa ?" tanya Kiran. Kulirik Kiran sudah membuka jurnal yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati.

"tidak ada" jawabku singkat.

"okey karena tidak ada ketentuan kurasa ini akan mudah" sambung Kavi. Kulirik dia juga telah membuka e-book yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati.

"oke kita bisa kerjakan sendiri-sendiri dulu jika ada kesulitan baru kita bahas" ucap Bhale. Aku memandangnya dan dia juga terus memandangku tanpa berkedip. Bukankah kalimat yang dia katakan itu untuk semua orang lalu kenapa dia hanya menatapku saja. Aku memutuskan untuk berhenti menatapnya dan fokus mengerjakan tugas.

Tiga puluh menit pertama kami fokus dengan pekerjaan kami masing-masing tanpa banyak bicara. Aku sendiri sudah mendapat lima paragraf utama dan kurasa aku bisa mengatasi essay ini dengan aman. Aku patut berbangga hati, ternyata tidak sesulit yang kukira.

"hoam" Juno menguap dengan merenggangkan kedua tangannya ke udara. Dia menggaruk kepalanya lalu berdiri dan mengambil minuman yang ada di nakas. Aku sempat meliriknya sebentar lalu fokus lagi mengetik.

"Kav, ini foto ketika kau dengan tim basket SMA mu ?" Juno minum sambil memperhatikan foto yang terpasang di dinding.

"hem" jawab Kavi singkat.

"bukankah ini mirip Bhale"

"itu memang dia"

"kalian berdua berteman dari SMA ?"

Kavi tidak menjawab lagi, kulirik dia sedang membaca buku miliknya. Mungkin Kavi tiak dengar apa yang ditanyakan Juno.

"bukan. Aku tidak berteman" Bhale menjawabnya. Kali ini jawabannya berhasil menarik perhatianku. Ucapannya memang selalu jahat. Dia percaya diri ketika mengatakannya. Dia satu-satunya orang yang bangga ketika tidak memiliki teman. kulihat Kavi juga tidak tersinggung dengan ucapan Bhale atau mungkin dia sudah terbiasa dengan sikap sarkas Bhale.

"tapi kalian satu tim basket kan" Juno kembali duduk di samping Bhale.

"iya, tapi aku tidak berteman dengan dia. Aku tidak pernah berteman dengan siapapun"

Mataku tertarik untuk meliriknya, lalu ekspresi Juno yang menaikkan alisnya dengan mulut melongo juga tak terlewatkan.

"why ?"

"berteman membuatku punya hutang budi atau semacamnya"

"maksutnya ?"

"seorang teman akan selalu jadi penolong pertama tapi juga membuatku merasa berhutang budi harus kembali melakukan sesuatu untuknya. Aku lebih suka menolong seseorang tanpa alasan dan tanpa tujuan. Tidak terikat apapun"

academic adventuresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang