66. Senjata makan tuan

11 2 0
                                    

Aku menonaktifkan ponselku selama dua hari. Aku melakukan itu untuk menjaga kesehatan jiwa dan ragaku. Agar aku bisa menghindari pesan dari Bhale maupun Rafi. Untuk dua hari saja aku ingin hidupku merasa tenang dan beristirahat dengan nyaman. Aku bisa menonton film, membaca novel mendengarkan musik dengan tenang. Aku membahagiakan diriku sebaik mungkin ditambah aku meditasi, yoga dan berkeliling di taman dengan sepedaku. Aku merasa hidup kembali.

Pagi ini aku menyalakan ponselku lagi. Kudiamkan beberapa menit menunggu pesan masuk. Aku penasaran pesan apa yang dikirimkan Rafi dan Bhale ketika ponselku tidak aktif. Apa yang mereka katakan. Kutunggu dua menit, tidak ada satupun pesan masuk. Aku membuka aplikasi pesan. Tetap tidak ada pesan satupun yang masuk.

Ting-ting

Kavi : aku titip presebsu. Aku harus ke pengadilan, karena kemarin ditilang

Setelah membaca pesan dari Kavi entah kenapa ada kekecewaan dalam diriku. Tidak ada yang mencariku, memalukan aku terlalu percaya diri. Aku menepuk keningku.

..............................................................

Kelas pertama sudah berakhir. Aku bergegas ke perpustakaan. Aku mengembalikan buku yang kupinjam minggu lalu setelah itu aku mencari buku lain untuk kupinjam lagi. Ketika sedang asyik mencari buku seseorang meniup rambutku hingga terasa ke telinga kananku. Aku menoleh ke samping.

"pagi Elee" sapanya.

"pagi" meskipun belum pernah bertemu aku tau ini siapa. Aku sudah pernah melihat gambarnya dari sosial media. Dia Rafi, dan ini pertama kalinya kita bertemu. Dia tidak jauh berbeda dari foto, mata coklat, rambut hitam dan dia tinggi. Sesaat kemudian aku mendengar orang disekitarku terkikik membicarakan Rafi. Aku lupa kalau Rafi sangat populer di kampus. Mereka pasti mengamati kami.

Merasa tidak nyaman aku pergi dari tempat itu, Rafi mengikutiku. Aku berhenti di bagian rak buku yang sepi. Ini berisi majalah dan koran. Jarang mahasiswa membaca majalah ini karena ini semua edisi lama sekitar 10 tahun lalu.

"kau mencari tempat yang sepi ?" ucap Rafi dengan senyum nakal.

"bukan begitu, mereka membicarakanmu dengan terang-terangan"

"kau tidak nyaman ?"

"sedikit" aku memang kurang nyaman karena mereka membicarakan Rafi sekaligus membicarakanku. Jika dengan Kavi aku bisa biasa saja meskipun Kavi juga populer karena semua orang tahu jika aku dan Kavi hanya teman jadi mereka tidak membicarakanku.

"maaf, aku tidak mengundang mereka"

"tidak masalah, aku tahu kau populer"

Rafi tertawa mendengar jawabanku. Kami mulai membicarakan banyak hal. Mulai dari kuliah, buku, film hingga makanan. Kami benar-benar seperti dua orang yang berada dalam tahap pendekatan dan saling mengorek informasi satu sama lain.

"nanti sore aku ada pertandingan basket, kuharap kau bisa datang. aku akan lebih semangat lagi jika kau datang" kemudian Rafi mengusap kepalaku "bye" dia pergi meninggalkanku.

Aku hanya bisa mengernyit mengingat apa yang baru saja dia katakan sambil melihat punggungnya yang berjalan menjauh. Dia bilang Dia akan lebih semangat jika aku datang. selama ini aku tidak pernah melihat pertandingannya dan dia selalu baik baik saja bahkan tetap berprestasi. Tapi kenapa pertandingan kali ini seolah bergantung padaku. jika aku tidak datang maka dia akan kalah. Spesies jenis apalagi manusia ini. hemm.

Aku kembali mencari buku yang tadi sempat tertunda. Aku lihat buku yang kubutuhkan ada di rak paling atas. Aku berjinjit tapi tidak sampai. Aku berusaha melompat tidak juga sampai. Sampai akhirnya aku merasa seseorang memegang pinggangku lalu kedua kakiku terangkat.

academic adventuresWhere stories live. Discover now