𝟕 ; 𝖒𝖔𝖓𝖉𝖆𝖞'𝖘

1.1K 383 64
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhir-akhir ini Monday terlihat lebih sering bersama Niki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhir-akhir ini Monday terlihat lebih sering bersama Niki. Entah bagaimana awal mulanya. Niki benar-benar akan melindungi wanita itu. Siapa tahu target selanjutnya adalah Monday. Yang di mana sebagai saksi utama kelakuan Jay.

"Kalo mau kemana-mana gue ikut," itu Niki. Diantara memang peduli atau kepo. Pria itu sepertinya sangat niat mengawasi orang-orang yang dekat dengan Monday. Bagaimanapun, wanita itu bisa dijadikan petunjuk untuk mencari kebenarannya.

Ting.

Monday membuka ponselnya. Menelaah secara jeli setiap rangkain kata yang berada di sana.

"Gue cabut duluan."

"Ikut," pipi Monday tersipu ketika mendengar Niki berbicara seperti anak kecil. Walaupun pria itu hanya berbicara secara normal.

Tapi, Monday segera menggeleng. Menyadarkan dari lamunannya sendiri.

"Untuk kali ini ya, lebih baik sendiri aja. Orang yang minta ketemuan agak ribet."

"Ketemuan sama siapa?"

"Sama—

Drtt drttt...

"Hallo? Sabar anjing!" Monday tersenyum kecut pada Niki. Setelah berlalu dari sana. Niki sadar, jika Monday sedang ketakutan. Ia berkali-kali meremas roknya. Lagipula Niki sudah langsung tau hanya dengan melihat senyuman Monday yang hampa.

"Niki!"

Langkah Niki terpaksa harus berhenti. Membungkuk sopan di hadapan sang guru yang baru saja memanggilnya.

"Dimana Monday?" Sang guru yang biasa di sapa bu Jiho itu menilik kebelakang punggung Niki. Berharap bisa menemukan sosok Monday terselip di sana.

"Ah baru saja dia pergi untuk menemui seseorang."

Jiho mengangguk-angguk. "Ibu heran saja, kalian terlihat selalu bersama satu pekan ini."

Niki tersenyum. Ia tak tahu harus menjawab apa.

"Oh ya, sampai lupa kalau ibu ada keperluan sama kamu. Besok setelah pemilihan ketua osis. Temui ibu di ruang guru ya?" Wanita berwajah lembut itu mengelus bahu Niki sekilas. Sebelum berakhir meninggalkan tempat yang ia pijak terdahulu. Tak peduli dengan jawaban Niki yang entah akan menolak atau menerimanya.

♡̷୨୧

Hamparan semen yang biasa digunakan untuk menjalani upacara peringatan ataupun menggelar acara pada sekolah pemilik organisasi goldwin lab sudah di penuhi penghuninya. Mereka sibuk mengantri untuk mendapatkan giliran menekankan jari mereka pada alat digital yang terdapat tiga nama calon osis di sana.

Puluhan tablet sudah tertata rapi bersama bilik-bilik untuk memisahkan sekaligus melindungi privasi para siswa.

Tentu saja, hari ini adalah hari dimana para siswa mengutarakan suaranya. Memilih orang yang akan pantas menduduki tempat ketua osis — mungkin (?)

Aku bahkan tidak yakin para siswa memilih sesuai dengan kelayakan para calon.

Niki menjauh dari tempat ia harus berdiri. Untuk menyambut para siswa. Melakukan pengangkatan telepon dari seseorang.

"Hm?" Balas Niki saat seberang sana menyapa.

"Bagaimana pemilihannya? Lancar? Ayah dengar Jay bengis itu tidak terdaftar? Ahaha, bukankah tidak menyenangkan tanpa bocah itu?"

Niki mengotak-ngatik kukunya. "Bagaimana kalau bukan aku yang menduduki posisi itu?"

Sang penelepon yang diduga ayah Niki tertawa keras. "Bukankah kita saling mengenal? Ayah tahu kau akan terpilih."

"Suasana hati ayah lagi bagus?"

"Right! Kau benar! Sudah ayah duga kau mengenal ayah dengan baik. Besok setelah pengumuman hasil, pergi temui ayah di Jepang. Ada sesuatu yang harus ayah pertemukan denganmu."

"Hm, aku tutup telponnya."

Tit.

Cekrek.

Niki terperanjat. Mendapati lensa kamera sudah berada di depan wajahnya.

"Lo ganteng banget asli pake jas osis. Gue harap bisa liat lo pake ini setiap hari."

Cekrek.

Monday memundurkan posisinya. Untuk menangkap postur tubuh Niki secara keseluruhan. Mengibaskan selembar paper yang baru saja keluar dari kamera tersebut. Gadis itu mengangkat tinggi-tinggi kameranya. Bertujuan untuk menangkap wajah nya dan wajah Niki yang sedang berjejer sekarang.

"Senyum atau gue tampol?" Ancam Monday ketika ia berkali-kali mengambil potret tanpa senyum dari Niki.

Daripada melumut bersama Monday di sana. Niki memaksakan bibirnya untuk melebar. Pria itu bukan tersenyum, melainkan meringis. Apalagi Monday berulang kali tertawa. Memperlambat waktu menekan tombolnya.

"Bisa cepet ga? Gigi gue kering anjir."

— 𝘁 ㅤ𝗯ㅤ 𝗰 —

much love sun

Stud(y)eath ★ Enhypen [ END✔️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang