𝟒 ; 𝖚𝖒𝖓𝖉𝖊𝖓𝖎 !?

1.3K 432 103
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Derap langkah tak berirama semakin terdengar jelas mendekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Derap langkah tak berirama semakin terdengar jelas mendekat. Niki yang saat itu sedang tertidur di atas meja belajarnya segera bangun. Menoleh ke ambang pintu kamar yang sudah ada sosok ayahnya di sana.

"Kau sedang belajar?"

Niki mengangguk. Menatap ayahnya yang berjalan mendekat dengan waspada. Ia sangat mengenal ayahnya. Sang ayah melirik meja Niki yang masih tertata rapi tanpa ada satupun buku terbuka di sana.

"Di mana kau menyembunyikannya?"

Wajah Niki pucat pasi. Keringatnya mulai mendingin. Lalu raganya tersentak ketika ayahnya berteriak lantang.

"TAKIIII!!!!"

Deg.

Jantung Niki tak beraturan. Ia terus saja mendengar detak jam yang mengganggu konsentrasinya. Apalagi samar-samar ia mendengar derap langkah lainnya mendekat.

Itu Taki.

"Berikan aku nilainya," pinta sang tua kepada yang muda. Taki yang gelagapan sempat bertatap dengan Niki. Pria itu melihat jelas ketakutan dalam manik adiknya, Niki. Tetapi apa boleh buat. Ayahnya sudah mengetahui segalanya.

Brak.

Sang ayah memukul meja ketika ia mendapat daftar nilai yang membuat Niki keluar dari goldwin lab.

"Olimpiade ini sangat penting! Kenapa kau bodoh?! Ayah terlalu baik?"

Niki mengigit bibirnya ketika ayahnya mendorong dahi Niki berkali-kali. "Satu hal lagi, untuk perbuatan mu. Sembunyikan baik-baik! Jangan membuatku repot!"

Ia membanting daftar nilai ke meja. "Belajar sekarang!"

♡̷୨୧

"Shhh," Niki meringis ketika kakaknya membasuh luka kecil di bibirnya. Walaupun kecil tapi jika luka tersebut berada di bibir, akan sangat terasa perih.

"Hilangin kebiasaan buruk lo, gigit bibir pas marah cuma buat lo luka-luka begini."

"Terus gue harus gimana? Bunuh orang yang buat gue marah?"

"Gue yakin lo gabakalan mau ngelakuin hal itu."

Niki menahan tangan Taki yang akan mengoleskan akohol pada bibirnya. "Jangan," pinta Niki.

Taki menghela nafas. Ia tahu persis Niki membenci alkohol untuk solusi menyembuhkan luka. Menurutnya alkohol hanya akan membuat lukanya mengering yang berakhir membekas. Ia sangat merawat penampilannya.

Secuil luka di wajahnya saja sudah membuat lelaki itu tak semangat menjalani hidup. Mengakibatkan ia sering membentak orang yang berani mengusiknya. Jika ia sedang berada dalam vase kesal karena bekas luka pada wajah.


Niki menatap pantulannya pada cermin wastafel. Melirik luka pada bibirnya yang hingga pagi ini belum ada perubahan. Pria itu menyeka bibirnya dengan kasar. Ia ingin lukanya pergi secepat mungkin.

Namun, naas. Karena kebodohan Niki lukanya yang sudah mengering kembali mengeluarkan darah. Dia menatap nyalang cermin di depannya. Dalam hitungan ketiga.

Bugh.

Cerminnya pecah. Niki baru saja melemparkan tinju pada benda mati tersebut.

"Apa ini?" tanya Taki yang baru saja menginjak ruangan lembab itu.

"Gue benci cerminnya, lo juga sih bersihin cermin ga bersih. Pas gue ngaca, wajah gue jadi ikut kotor."

Taki yang sudah paham apa maksud Niki hanya bisa memijat pelipisnya. Pemikiran Niki memang seringkali berbeda dari lelaki normal. Ia selalu menyalahkan lainnya, walau sebenarnya dirinya adalah biang masalahnya.

Menurut Niki dirinya tidak pernah berbuat secuilpun kesalahan. Memang egois, tapi seegoisnya pria itu, Taki masih mempunyai banyak alasan untuk mempertahankan adiknya.

- 𝘁 ㅤ𝗯ㅤ 𝗰 -

much love sun

Stud(y)eath ★ Enhypen [ END✔️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang