Unknown :
Pamor Rexi udah anjlok.

Unknown :
Namanya udah down.

Renata Ajlesia :
What?! Beneran lo?!

Unknown :
Hum ...

Unknown :
Dan itu gara-gara kakaknya sendiri.

Renata Ajlesia :
Siapa?

Renata Ajlesia :
Alvaro?

Unknown :
Siapa lagi kalau bukan?

Renata Ajlesia :
Oh my God!

Renata Ajlesia :
Lo yang beneran dong!

Unknown :
Gue beneran, Beb.

Renata Ajlesia :
Ah ... Ya udah deh kalau gitu.

Renata Ajlesia :
Makasih infonya.

Unknown :
Sayangnya, ini enggak gratis, Ren.

Renata Ajlesia :
Ck! Iya.

Renata Ajlesia :
Karena lo bawa berita baik buat gue.

Renata Ajlesia :
Gue kasih dua ronde secara gratis!

Unknown :
Ah ... Lo emang Jalang yang paling peka, Ren.

Unknown :
Gue tunggu di hotel Mawar kamar dua.

Unknown :
Pas pulang sekolah.

Renata Ajlesia :
Oke.

Unknown Just Read*

***

- Real Life -

"Oh my God! Demi apa?! Pamor Rexi udah turun?!" tanya Renata tak percaya.

"Yes! Dikit lagi gue bisa nandingin Rexi sok cantik itu. Gue bakalan jadi queen sekolah," Renata tersenyum menang.

"Gue cukup bermain drama, ditambah dengan bumbu-bumbu sendu. Biar pamor gue bisa naik," Renata melipat kedua tangannya di depan dada.

"Renata Ajlesia, welcome ke tahap selanjutnya. Gerbang keberuntungan udah nungguin lo. And thank you very much buat Al. Tanpa gue sebarin racun, dia udah pintar mainnya," kata Renata lagi sambil tersenyum menyeringai.

***

- Skip - 17:12 PM -

"Rexi Alexa!" teriak Ice keras.

"..."

Rexi bergeming di tempatnya sambil mengepalkan kedua tangannya dengan begitu kuat.

"Bilang sama Abang. Kamu nginap di mana, dan kenapa kaca mobil Al pecah?!" tanya Ice membentak.

"Bang-"

"Apa?! HA?! Bisa enggak, jangan jadi cabe-cabean?!" potong Ice sebelah Rexi menjawab pertanyaannya.

"Bang-"

Plak!

Sebelum Rexi menyelesaikan ucapannya, Ice lebih dahulu melayangkan tamparan pada wajah adik perempuannya itu.

"Jangan bentak gue! Gue Abang lo!" teriak Ice emosi.

Rexi langsung memecahkan tangisnya karena ini adalah pertama kalinya Ice menyakiti fisiknya. Selama ini, Ice selalu melindungi dirinya dan tak pernah menyakiti Rexi walau sehelai rambut saja.

"Bang, bisa kecilin volume suara lo, Bang? Suara lo sampai luar, Bang," kata Al yang baru pulang dari sekolah.

"Mulai sekarang, kartu ATM sama mobil lo, gue sita! Lo cuma boleh bawa uang jajan lima puluh ribu dalam seminggu!" kata Ice tegas tanpa peduli dengan peringatan Al. Dia menatap Rexi dengan begitu geram.

Ice menarik tas Rexi dengan kasar dan mengambil kunci mobil, kartu ATM, serta mengambil beberapa uang cash pada dompet Rexi.

"Bang! Jangan, Bang!" seru Rexi memohon.

"Gue enggak akan biarin lo hura-hura lagi!" tegas Ice.

"Bang ..." lirih Rexi sambil berusaha untuk menarik tas kesayangannya itu.

Al yang melihat perkelahian antara kakak dan adik itu hanya menatapnya dengan begitu santai.

Krek!

Seketika tarikan Rexi melemah begitu saja saat mendengarkan suara robekan berhasil terdengar dari tasnya. Rexi menatap tas pemberian mamanya itu dengan tatapan kosong. Dia terdiam mematung.

Ice hanya menatap tas itu dengan santai tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Rexi mengalihkan pandangannya dan menatap Al dengan tajamnya.

"Puas lo? Udah puas lo? Hum? Lo udah puas, Al?" tanya Rexi.

"..." Al tak menjawab.

"Lo udah puas, Al?! Ha?! Lo udah ambil Papa gue! Lo ambil Abang gue! Semuanya udah lo ambil, Al! Puas lo?!" teriak Rexi histeris.

"Puas lo, Al?! Ha?! Puas?! Hiks ... Hiks ..." pecah sudah tangisan Rexi di depan Al dan juga Ice.

"Tas pemberian Mama gue satu-satunya dirobek sama Abang gue sendiri!" kata Rexi histeris.

"Rex-"

"Diam!" potong Rexi dan berhasil membuat Ice langsung mengatupkan kedua bibirnya dengan cepat.

"Gue muak sama kalian semua! Mulai sekarang, gue orang asing di dalam hidup kalian!" teriak Rexi keras.

"REXI!" seru Ice.

Rexi tak menggubris panggilan Ice, dia lebih memilih untuk berlari naik ke kamarnya yang berada di lantai dua.

Brak!

Rexi menutup pintu kamarnya dengan kasar, lalu kemudian mengunci pintu kamarnya dari dalam.

Rexi terduduk di tepi kasurnya sambil memandang kosong ke arah depan.

Dadanya benar-benar terasa begitu sesak dan air matanya terus mengalir tanpa henti dari kedua bola mata indahnya.

"Hiks ... Hiks ... Hiks ... Kenapa Tuhan, kenapa semuanya membenci saya?! Padahal, Rexi enggak salah apa-apa! Bagaimanapun caranya gue membela. Tapi, apa?! Mulut gue enggak sanggup ..." lirihnya.

"Mata gue dan mulut gue enggak bisa satu ... Hiks ... Hiks! Bahkan Kiara, sahabat gue yang paling peduli dan percaya sama gue. Dia juga ikut ragu ... Dia juga ikut membenci gue ... Hiks!" keluhnya lagi.

"Bagaimana bisa ... Bagaimana bisa gue sesayang ini sama Al?! Bagaimana bisa?! Hiks ... Mama ... Rexi mau ikut sama mama ... Hiks ... Rexi capek, Ma ..." lirihnya sambil terus menangis.

My BrotherWhere stories live. Discover now