(25)

588 74 12
                                    

Saat pulang sekolah, Sean dan Sky mendapat masalah kecil di jalanan. Berupa, ban motor belakang Sean mengalami kebocoran, padahal tempat tambal ban jauh dari arah yang mereka tempatkan. Entah kesialan apa yang menimpa dua bersaudara ini, di hari pertama mereka pulang sekolah berdua saja. Hari-hari sebelumnya, bahkan tak sekali pun masalah kendaraan yang menggaggu mereka. Mungkin, ini adalah karma bagi mereka karena selama ini bertingkah layaknya musuh, padahal tinggal serumah.

"Aiisshh! Kenapa harus bocor sekarang, sih?" umpat Sean sambil menendang ban belakang motornya itu, "Gimana, nih? Gue telfonin papa aja, ya. Biar dia jemput lo!" panik Sean sambil menggaruk kepalanya. Masalahnya tak hanya lokasi tambal ban yang jauh, tapi juga dengan lokasinya saat ini yang terbilang lengang pengendara.

"Ng? Gimana kalau gue naik taksi aja, kantor papa jauh soalnya. Kapan nyampenya kalau minta dia ke sini?" tolak Sky karena memang itu adanya. Biasanya Arsen menjemput Sky ke sekolah tentu dia berangkat jauh sebelum jam pulang menyapa.

"Enggak! Gue enggak bisa jamin itu, gue enggak mau lo kenapa-kenapa." bantah Sean cepat.

Sean tentu tidak mau membiarkan Sky pulang dengan taksi karena Sean takut Sky mendapat masalah. Panjang pikiran Sean, ditakutkan nantinya dia dikecoh supir taksinya atau Sky mendapat cacian atas kekurangannya. Atau bisa juga Sky ditinggal di pinggir jalan dan dirampas semua uangnya. Itu semua memang bisa saja bukan? Tapi, pikiran Sean yang begitu memang sedikit berlebihan.

"Ya, terus mau gimana lagi?" tanya Sky.

Sean tampak berpikir sejenak. "Ngggg? Tinggalin aja motornya kali, ya? Ntar tinggal suruh orang buat jemput, daripada lo kenapa-kenapa mending gue satu taksi aja sama lo 'kan ya?" ucap Sean sambil mengangguk-angguk sendiri.

"Emangnya enggak apa-apa motornya ditinggal?" Sky kurang yakin dengan ucapan Sean karena itu perbuatan yang sia-sia.

Sean tidak langsung menjawab karena ucapan Sky membuatnya bimbang. Kalau saja tadi dia seorang diri, akan Sean paksakan membawa motornya sampai ke tempat tambal ban. Namun, ini masalahnya mereka berdua dan tidak mungkin juga kalau Sean meninggalkan Sky di sana. Membiarkan Sky berlajan di belakangnya, sementara Sean mendorong motor lebih tidak mungkin lagi karena pastinya Sky buta arah.

Suara bising kendaraan bermotor membuat mata Sean tidak bisa untuk tidak meliriknya. Terasa aneh kalau tiba-tiba ada suara motor yang memekakkan telinga datang bersamaan ke jalanan yang sepi ini. Selain sepi, jalanan yang Sean tempu saat ini tidak biasanya dilalui oleh geng bermotor.

"Yoo, Sean. Gimana hadiahnya, suka?" teriak seseorang yang berjalan paling depan dengan suara yang sudah pernah Sean dengar sebelumnya.

Sky sedikit terperanjat dengan suara itu karena baru tadi pagi dia mendengar suaranya dan Sky tidak akan mungkin salah mengira. "Sean, mereka ...?"

"Ya, mereka yang tadi!" jawab Sean cepat dan berdiri di hadapan Sky, "Tetap di belakang gue!" perintah Sean kemudian.

Suara bising kenalpot racing mulai padam satu-persatu. Empat motor dengan penumpang enam orang itu jelas bukan pertanda baik. Karena dua di antara mereka membawa pemukul besi. Dengan satu orang membawa dua buah dan satunya lagi hanya satu saja.

Saat orang yang mengaku bernama Bimo itu turun dari motornya, barulah yang lainnya ikut turun dari motor mereka sambil berbaris rapi di belakang Bimo. Sean mencoba mengenali satu-persatu dari mereka dan Sean yakin di antara mereka ada yang pernah Sean temui sebelumnya, selain dua orang yang ditemuinya pagi tadi. Mungkin juga Sean sudah pernah berkelahi dengan salah satu dari mereka.

"Loh? Kakaknya, kok diumpetin? Takut dia kenapa-kenapa, ya?" ledek Bimo yang mengundang tawa mereka yang lainnya.

"Mau lo apa?" tantang Sean dengan nada kasar. Tangan kirinya juga refleks terbentang melindungi Sky yang berdiri di belakang.

Sea (n) Sky [End✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang