(20)

672 81 14
                                    

Sean berdiri dari duduknya dan langsung meregangkan otot-ototnya kala jam istirahat menyapa, baru kali ini dia niat serius dalam belajar. Meski sudah serius, tapi tetap saja tak satu pun pembelajaran hari ini yang bisa ditangkap oleh otaknya. Bukan karena dia bodoh, tapi karena dari awal pembelajaran dia tidak serius, makanya ke sini pun dia tidak mengerti. Sebab setiap pembelajaran pasti ada kaitannya dengan materi sebelumnya. Apalagi yang Sean pelajari hari ini adalah Matematika dan Ekonomi. Jelas saja dia tidak akan paham karena dua mata pelajaran itu memiliki kaitan yang kuat dengan materi sebelumnya dengan materi yang dia pelajari sekarang ini.

"Capek juga ternyata!" ujar Sean sambil menumpukan telapak tangannya ke lantai dengan lutut tetap lurus.

"Woii! Kalain berdua enggak berniat lari dari gue 'kan?" ucap Sean lagi dan kembali berdiri tegap menatap dua orang dihadapannya yang ingin segera meninggalkan kelas.

"Ap--apaan sih, An?" tanya Fadil sok lugu dan tertawa kecil sambil menyenggol-nyenggol bahu Diki.

"Urusan kita 'kan belum selesai, Kawan-Kawan?!" ujar Sean dengan suara dingin yang mengintimidasi.

"Cih, apaan lagi tuh? Sean kayak mau ngehajar temannya sendiri. Emang enggak ada habisnya tuh, orang nyari masalah!" seorang murid perempuan mengejek dengan drama yang dia saksikan.

"Bukan nyari masalah, Say! Nyari perhatian." jawab teman sebangkunya.

"Haha, ini yang gue suka. Teman akrab yang tiba-tiba cek-cok itu liatnya serasa nonton bioskop." Suara murid laki-laki pun ikut terdengar.

"Kalau ini gue juga suka. Yang cewek-cewek diam ajalah, kayak enggak pernah berantem aja." Sahutan dari anak laki-laki lain pun ikut bersuara.

Kalau sudah begini, apa boleh buat. Sean selalu salah di mata mereka yang tidak tahu apa-apa akan masalah yang sebenarnya. Seburuk apa Sean yang mereka pikirkan, maka lihat saja keburukan itu akan diperlihatkan Sean sekarang juga. Sean memang muak dengan drama, tapi kalau Sean tidak menujukkan apa yang mereka tertawakan, maka Sean akan semakin dipandang sebelah mata oleh mereka yang menganggap Sean menggertak saja.

"Lengan kanan gue sakit, pengen mukul! Sini lo berdua!" tantang Sean pada Fadil dan Diki yang sudah ketakutan sebelum Sean benar-benar mendekatinya.

Bagaimanapun juga, mereka sudah tahu sikap Sean yang kasar karena itu juga mereka selama ini bertahan menjadi teman Sean. Tujuan utama mereka adalah keselamatan mereka kalau saja ada anjing nakal yang mengganggu mereka. Untuk itu Sean akan menjadi tameng mereka yang suka mencari gara-gara. Sekarang tameng itu menyerang balik, siapa yang tidak akan takut dengan hal itu? Tentu mereka ketakutan karena mereka hanya ikan remora yang berlindung di bawah hiu seperti Sean.

"Sean, diam di situ! Kalau enggak lo gue laporin ke wali kelas!" Teriakan itu benar-benar membuat langkah Sean terhenti.

Itu adalah suara ketua kelas yang menjadi penanggung jawab dalam keamanan kelasnya. Tentu saja ketua kelas itu tidak akan tinggal diam kalau saja ketenangan kelasnya diusik oleh anggota kelasnya sendiri. Suaranya yang tegas itu tidak hanya menghentikan aksi Sean saja, tapi juga dengan suara berisik dari dalam kelasnya yang ditimbulkan dari anggota kelasnya yang lain.

"Eeee, apaan sih, Ketua. Biarin aja kenapa, sih?"

"Entah, sok ambil muka!"

"Berantem dikit enggak apa-apalah, Ketua! Cemen amat jadi pemimpin."

Suara anak laki-laki mulai meninggi dengan tontonan mereka yang harus terhenti oleh larangan Sang Ketua Kelas. Mereka semua protes karena sejatinya laki-laki banyak yang tertarik dengan perkelahian yang menyenangkan mata mereka. Suara mereka yang menjadi pengisi hening yang sempat tercipta membuat Ketua Kelas merasa tertekan.

Sea (n) Sky [End✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang