12 - Kania

770 183 18
                                    

12

"Kalau kau berniat membuntutiku diam-diam, Ajax, maka kau gagal," gaung Kania ke sepenjuru koridor kosong blok tersembunyi di sayap kiri Kastil Dresden, genggamannya tidak beranjak dari gagang pintu di hadapannya. Ia menghitung detik dalam hati, menunggu kerasak gerak Ajax keluar dari persembunyiannya, tetapi saat-saat itu tidak datang jua. Kania kemudian berkacak pinggang ke arah sudut dinding dekat taman belakang, lebat oleh tanaman jalar. "Segagal-gagalnya," tambah Kania.

              "Ada satu pertanyaan yang menggangguku," Ajax keluar dari bayang-bayang, memasang seringai miring khasnya sementara siluet tubuh kekarnya tercetak matahari senja, "bagaimana kau menyelinap keluar dari penjagaan ketat pasukan sang Kaisar?"

              Kania tidak segera menjawab, di kepalanya berputar adegan beberapa hari belakangan. Dorian, memenuhi jadwalnya dengan kelas-kelas Bahasa Dyre. Tonya, tidak pergi dari kamarnya sebelum ia benar-benar terlelap, memastikan seluruh jendela terkunci. Tambahan pengawal yang mengikutinya, lekat seperti bayangannya sendiri, memerhatikan setiap tindak-tanduknya. Kania tidak mampu mengelak bahwa lagi-lagi ia merasakannya, dikurung dan dijebak, kebebasannya direnggut. Tetapi, ia selalu mengatakan keyakinan bodoh kepada dirinya sendiri: ini hanya permainan sang Kaisar. Pria itu menginginkan kekalahan Kania.

              Kania mengangkat kedua bahunya acuh. "Menurutmu bagaimana, Ajax?" Dinding serba modern kastil tidak mampu menutup fakta bahwa Kastil Dresden didirikan sejak zaman kuno, berdiri di atas labirin bawah tanah yang pelik, tempat bagi keluarga kekaisaran berlindung kala perang. Tentu saja, mustahil ada yang menyangka seorang putri dari kerajaan asing sepertinya menghabiskan hari senggangnya di perpustakaan, memelajari peta-peta tanah bawah dan pintu rahasia kastil. Di Reibeart, sayangnya, menangkap basah Daria yang kerap kali menyelinap pergi, Ibu menyimpan peta-peta tersebut di dalam brankas rahasia yang tidak pernah Kania temukan hingga detik ini.

              Ketika menyembunyikan suatu hal, pikir Kania, Ibu sama teliti seperti dirinya.

              "Sihir?" Ajax mengangkat sebelah alisnya, sarat akan canda.

              Namun, Kania mampu merasakan dingin menjalari tulang punggungnya, membekukan tungkainya.  Penyihir. Denting manis suara Violet tiga belas tahun selalu berhasil membangkitkan ketakutan terburuknya. Betapa berbeda dan mengerikan dirinya. Kutukan yang berbalut keindahan. Siapa, di seluruh dunia ini, yang akan menerimanya? Tanpa ia sadari, hal itu memengaruhi cita-citanya untuk hidup dalam pengasingan di gunung. Tidak akan ada yang menyakitinya, tidak akan ada yang takut kepadanya, dan sekaligus, ia bebas.

Kania kemudian hanya menyunggingkan senyum penuh rahasia, "Siapa tahu?" menggelitik seringai Ajax kian lebar. Lalu, membuka pintu kembar di hadapannya. Tidak dikunci. Beberapa hari sebelumnya, Kania bahkan tidak mengetahui bahwa ruangan itu ada—sampai akhirnya, tidak sengaja ia mencuri dengar keluhan seorang pelayan melintasi taman. Sebagaimana ia lelah setiap hari harus berjalan jauh ke sisi kiri kastil, diperintahkan kepala pelayan membersihkan kamar di blok tersembunyi ini.

Kamar itu jauh lebih besar dari miliknya dengan perabot-perabot kuno berukiran mahal. Dimulai dengan bilik tamu, ruangan itu terpecah menjadi dua bagian. Di bagian kanan adalah apa yang tampak seperti kamar mandi dan deretan lemari baju. Sedangkan di bagian kiri terdapat ranjang dengan empat pilar pualam. Di bilik tamu, Kania menangkap koleksi rapi pada rak buku di salah satu sisi dinding, sementara di sisi lainnya adalah sofa dan perapian. Sorot matahari menari dari jendela besar yang menghadap halaman belakang Kastil Dresden, menampakkan pohon ek serta berbukit-bukit hijau di luar benteng istana. Kania dapat membayangkan, siapapun yang pernah tinggal di sini, membaca buku di musim dingin di depan hangat perapian dan kala bosan, memandangi bukit-bukit di luar jendela yang memutih oleh salju, sebelum akhirnya terlelap, bersandar pada sebelah tangannya.

KANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang