CHAPTER 34 - Cerita Tentang Puding

2.2K 159 0
                                    

Bias cahaya di hari menjelang siang itu membuat mata Azkaa menyipit silau. Pendingin ruangan juga tak mampu menghalau hangat sinar matahari yang menembus jendela-jendela kaca besar di ruangan kerja apartamennya. Azkaa menyudahi pekerjaannya dan melangkah keluar ruangan. Ia ingin melihat menu apa yang dimasak oleh Azalea untuk makan siang, juga ingin melihat wajah istrinya itu.

Seperti yang Azkaa duga, Azalea tengah berada di dapur. Ketika langkah Azkaa hampir mencapai dapur, ia mendengar Azalea seperti sedang berbicara sendiri. Tubuh mungil itu menghadap meja makan dan membelakanginya. Azkaa menajamkan pendengarannya untuk menangkap apa yang dikatakan oleh Azalea.

"Akhirnya selesai juga puding mangganya. Sudah dingin, siap disantap!" ucap Azalea.

Kemudian terlihat Azalea menuangkan puding dari cetakan bulat berukuran sedang ke atas sebuah piring datar lebar, memotongnya menjadi dua bagian, dan menaruh masing-masing bagian itu ke dalam dua mangkuk keramik.

"This is for me." Azalea memegang salah satu mangkuk keramik di tangan kirinya. Lalu ia memegang mangkuk satunya dengan tangan kanan sambil berucap, "And this is for my strange husband."

Azkaa tak melihat jelas gerakan Azalea tadi, tapi frasa 'my strange husband' yang diucapkan oleh istrinya itu sangat mengganggunya . Ia pun berjalan mendekat sambil berdehem. Azalea sedikit tersentak, lalu berbalik.

"What did you say?" Azkaa menatap Azalea. "Why did you call me your strange husband?"

Azkaa mendengus sebal. Di mana-mana seorang istri akan menyebut suaminya 'My beloved husband', 'My lovely hubby', atau 'My hunny sweety' namun Azalea justru menyebutnya 'My strange husband'. Apanya yang aneh dari Azkaa?

"Because you're my strange husband." jawab Azalea dengan wajah innocent. "Our marriage is strange. You're my husband, but also my friend."

"Apanya yang aneh kalau seorang suami juga menjadi teman? Bukannya malah bagus?" sungut Azkaa.

Tentu saja memang baik jika sepasang suami istri bisa menjadi teman. Tapi kata 'teman' di antara mereka berbeda. Mereka adalah teman secara harfiah, bukan seperti pasangan yang saling mencintai. Bukankah begitu? Azalea bertanya pada hatinya.

"Ini puding buat saya, kan?" tanya Azkaa lagi karena Azalea tak menjawab pertanyaannya tadi. Tangannya memegang salah satu mangkuk keramik berisi potongan puding.

Azalea mengangguk. "Tapi saya tidak tahu rasanya enak atau tidak."

Azkaa mulai menyendok potongan puding dan mencicipinya.

"Gimana rasanya? Enak?" Azalea membulatkan matanya penasaran.

Azkaa hanya menatap wajah Azalea tanpa menjawab. Puding mangga itu rasanya enak tapi ia masih sebal karena tadi Azalea menyebutnya 'My strange husband'. Azkaa pun memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan untuk pertanyaan Azalea. Lalu Azkaa teringat akan jawaban Azalea ketika ia menanyakan rasa espresso buatannya waktu itu. Azkaa mengulum senyum, ini saatnya membalas istrinya itu.

"Biasa saja," jawab Azkaa datar sambil memperhatikan ekspresi wajah Azalea akan jawaban yang diberikannya.

Azalea menghela napas. "Pasti tidak enak, ya. Ini memang baru pertama kalinya saya bikin puding mangga."

"Saya tidak bilang puding ini tidak enak. Tapi terasa biasa saja di lidah saya." Azkaa menirukan komentar Azalea tentang espresso-nya kala itu dengan kata-kata yang persis sama, sambil menahan tawa melihat raut murung Azalea.

"Ya, sudah, deh. Biar saya saja yang makan ini. Nanti saya coba buat lagi yang enak, ya." Azalea segera mengambil mangkuk puding dari tangan Azkaa dan memasukkannya kembali ke dalam kulkas. Ia tidak tahu bahwa Azkaa hanya ingin menjahilinya.

Senandung Azalea (Completed)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt