CHAPTER 22 - Rasa Penasaran

2.6K 169 0
                                    

Hari Sabtu itu Azkaa tidak masuk kerja, tapi tetap saja dia membawa setumpuk pekerjaan yang akan diselesaikannya di rumah. Setelah selesai mandi, Azkaa keluar dari kamarnya dan melihat Azalea sedang berada di dapur. Ia heran kenapa Azalea sering sekali menghabiskan waktu di dapur. Padahal Azkaa bukan tipe suami yang mengharuskan istri untuk berada di dapur.

Azkaa berprinsip bahwa seorang istri harus dimanjakan, tidak boleh dituntut mengerjakan pekerjaan rumah tangga kecuali sang istri sendiri yang memilih untuk mengerjakannya. Azkaa mungkin tidak mencintai Azalea, namun sejak awal menikah, prinsipnya tetap diberlakukannya untuk wanita itu. Tapi Azkaa memaklumi Azalea, seperti pengantin baru pada umumnya, biasanya sang istri lagi suka-sukanya mengeksplor dapur. Kali ini Azalea terlihat sedang berada di dekat mesin pembuat kopi.

"Mau kopi?" tanya Azalea yang membuat Azkaa tersadar bahwa ia ternyata sejak tadi memandangi istrinya itu.

"Boleh," jawab Azkaa tersenyum.

Azkaa teringat lagi akan 'kopi buatan istri'. Ia masih penasaran akan hal itu. Dan hari ini akhirnya ia akan mencicipi kopi buatan Azalea tanpa ia minta, karena Azalea yang menawarkan.

"Espresso?" tanya Azalea lagi.

"Ya," kata Azkaa yang lalu dijawab anggukan oleh Azalea.

"Oh, ya, kita belum jadi beli mesin espresso superotomatis." Azkaa tiba-tiba teringat akan mesin espresso superotomatis yang sudah ia rencanakan untuk membelinya.

"Tidak usah," jawab Azalea. "Saya sudah bisa menggunakan mesin espresso yang ini."

Kini Azalea mulai menikmati sensasi membuat kopi sendiri seiring mulai seringnya ia menggunakan mesin pembuat kopi itu.

Azkaa mengiyakan ucapan Azalea kemudian berkata, "Azalea, nanti kalau sudah selesai, panggil saja biar saya ambil kopinya. Saya mau kerja." Azkaa menunjuk ruang kerjanya.

Azalea hanya mengangguk sambil mulai membuat espresso. Azkaa beranjak ke ruang kerjanya, siap berhadapan dengan laptop dan setumpuk printout berkas yang kemarin malam telah diletakkannya di meja kerja. Tak berapa lama terdengar ketukan pintu, Azalea masuk dan menyerahkan secangkir espresso pada Azkaa.

"Terima kasih," jawab Azkaa tersenyum. Kemudian ia menyesap kopinya sambil menatap wajah Azalea yang sedang memperhatikan tumpukan berkas di meja.

Kalau saja ini pernikahan biasa, tentu saja terasa romantis. Berada di ruang kerja saat pagi hari sambil minum kopi buatan istri yang diantarkan langsung. Azkaa mengulum senyum. Tapi ia segera menepis pikirannya sebelum terlalu jauh, lalu ia berusaha fokus kembali pada layar laptop di depannya.

"Azkaa, saya boleh lihat-lihat kerjaan kamu, kan?" tanya Azalea.

Azkaa hanya menoleh sekilas dan mengangguk. Azalea pun mengambil sehelai kertas yang berupa hard copy gambar kerja proyek jalan tol yang dibuat oleh arsitek Azkaa.

"Jalan tol ini akan dibuat di kawasan perbukitan dengan dataran yang tidak rata dan masih banyak pepohonan, sehingga dibuat flyover yang tinggi. Maka jalan dibuat berkelok-kelok untuk mengurangi kecuraman tanjakan," komentar Azalea.

"Benar," sahut Azkaa.

Azalea kemudian mengambil sehelai kertas HVS kosong dan pena, lalu mulai menggambar.

"Saya tidak tahu persis detilnya, tapi kemungkinan seperti ini flowchart yang digunakan untuk konsep rancangan jalan tol ini berdasarkan gambar kerja yang saya lihat." Azalea menunjukkan diagram alir yang telah dibuatnya di kertas HVS tadi.

Azkaa mengambil kertas itu dari tangan Azalea dan memperhatikannya. Kening Azkaa berkerut kemudian ia menatap Azalea heran. Diagram alir itu mirip seperti yang telah dibuat oleh arsiteknya pada saat tahap perancangan konsep di awal, walaupun tentu saja yang dibuat oleh Azalea tidak detil. Azkaa semakin heran ketika Azalea berbicara tentang algoritma yang bisa digunakan untuk merancang jaringan jalan tol itu.

Senandung Azalea (Completed)Where stories live. Discover now