○ 35

236K 23.5K 1.3K
                                    

"Kakak kok mau disuruh Mas Arkan jadi cabe-cabean gitu, sih?"

Margareth mendesis, lalu melirik Arkan sinis. "Tanya sama suami lo tuh. Kalau bukan karna gaji dobel, gue ogah jadi badut kayak gini."

Ara terkikik melihat aura permusuhan dari Margareth untuk Arkan.

"Kakak?" Tanya Arkan pada Ara.

Ara mengangguk. "Umurnya kan 25 tahun,"

"25 apaan? Dia udah mau kepala 3. Kamu harusnya manggil dia Tante, sayang."

Ara menatap Margareth dengan melotot. "Serius, Kak?"

"Arkanjing sialan! Gue masih 29 tahun, nyet!"

"Tua banget,"

Ucapan Ara membuat Margareth menatapnya dengan tajam. "Apa lo bilang?"

"Emang bener, kan? Lo sama Mas Arkan aja tuaan lo, Kak."

Margareth ingin marah, namun yang dikatakan Ara adalah kebenarannya. Akhirnya ia hanya mencebikkan bibirnya pelan.

"Udah tua, tapi belum nikah."

"Gue juga gak mau nikah. Yang penting gue sama bayi gue bisa makan tiap hari," ujar Margareth dengan santai.

"Bayi?" Tanya Ara tak mengerti, lalu melirik perut Margareth yang datar.

Margareth mengusap perut datarnya dengan tersenyum sinis. "Iya, gue lagi hamil anaknya Arkan."

Plukk.

Arkan melempar Margareth dengan pulpen, membuat perempuan itu menatapnya tajam.

"Jangan percaya, sayang. Spermaku cuma di rahim kamu doang," kata Arkan menjelaskan.

Ara masih diam menatap Margareth.

"Sayang?" Panggil Arkan lagi.

Sedangkan Margareth, dia tersenyum lebar.

"Kecebongnya Mas Arkan gak doyan hidup di rahim lo," kata Ara yang membuat Margareth tersedak ludahnya sendiri.

"Sialan!"

Ara terkekeh. "Kayaknya kita satu frekuensi deh, Kak. Gue suka yang galak-galak judes kayak lo gini."

"Gue gak suka lo! Gue masih suka yang dadanya bidang," balas Margareth.

"Dia itu dulunya tomboy, yang. Dia preman sekolahan. Sukanya bikin onar, kaya kamu tuh," kata Arkan.

"Oh ya? Keren dong! Kenapa lo kerja kantoran sih, Kak? Gak pantes tau. Badan lo penuh otot kayak cowok. Mendingan jadi tukang parkir, lebih cocok."

"Arkan, lo nemu manusia ini dimana sih? Baru sehari gue ketemu dia aja rasanya mau mati. Gimana sama lo?"

Arkan mengedikan bahunya acuh. "Karna gue cinta."

"Cinta emang buta. Cewek minus akhlak kayak dia aja bisa dapet suami yang kaya, ganteng pula. Gue yang anak baik-baik malah jadi perawan tua."

"Katanya gak mau nikah," cibir Ara.

"Hmm, gue lupa." Margareth menatap Arkan. "Gue mau makan, ya. Bayi gue butuh nutrisi," katanya yang diangguki Arkan.

"Bayi apa sih?"

"Bayi cacing! Puas lo?" Balas Margareth, lalu pergi meninggalkan ruangan Arkan.

Ara tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan Margareth.

"Hari ini kayaknya kamu seneng banget," ucap Arkan sambil mengusap surai panjang Ara yang dikuncir kuda.

"Baru kali ini nemu perempuan jadi-jadian kayak Kak Margareth. Suka aku tuh Mas. Dia galak-galak judes gitu. Gemes jadinya,"

MY FUTURE HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang