○ 41

203K 20.4K 348
                                    

"Katanya, kalau ibu hamil benci sama seseorang, anaknya bisa mirip sama orang itu loh, Ra."

Ara tersedak minumannya, mendengar ucapan Lala. "Serius?" Tanyanya dengan mata melotot.

Lala mengangguk santai, membuat Ara buru-buru mengusap perutnya dengan bergumam 'jangan sampe-jangan sampe'. Ara tidak terima jika wajah anaknya nanti sama seperti Leni dan kedua temannya itu. Dia cantik, suaminya ganteng, masa anak mereka kayak kucing habis kecemplung got.

"Terus, ibu hamil itu gak boleh makan kentang goreng banyak-banyak. Ntar perutnya begah," timpal Dika sambil mencomot kentang goreng milik Ara.

Farhan melempar sumpit ke kepala Dika. "Tukang ngibul! Justru ibu hamil disarankan banyak makan makanan yang bergizi, apalagi sayur."

Dika hanya meringis menampilkan deretan gigi rapinya, membuat Ara mendengus kesal.

Ting.

Ara meraih ponselnya yang ada di atas meja, dan membuka pesan masuk yang ternyata dari suaminya.

Mas Suami 💙

Sayang, jangan lupa makan siang. Makan yang bergizi, bukan snack kamu yang penuh dengan micin itu.

Ara mendengus. Ingin membantah, namun ia takut membuat Arkan marah lagi.

Iya. Mas juga jangan lupa makan siang. Singkirin kertas-kertasnya dulu.

Setelah membalas pesan Arkan, Ara kembali bercengkrama dengan teman-temannya. Membahas apa saja yang bisa mereka bahas. Bahkan, membahas hal yang tidak penting sekalipun. Kalo orang gabut, pembahasan gak penting pun akan terasa menyenangkan untuk dibicarakan bersama.

***

Malamnya, Ara tengah membuat susu hamil. Tiba-tiba ada tangan yang melingkari pinggangnya, dan mengusap perutnya dengan lembut. Tidak perlu ditanyakan, karna Ara sudah tau pelakunya. Siapa lagi kalau bukan Arkan, suaminya.

Arkan menyandarkan kepalanya di pundak Ara. "Sayang ...."

"Mas minggir dulu, aku susah jalannya."

Arkan melepaskan pelukannya, dan mengikuti langkah istrinya menuju ruang keluarga. Ia merebahkan dirinya di atas sofa, dengan berbantalan paha Ara. Arkan memeluk pinggang istrinya, dan menciumi perut wanita itu.

"Kenapa perut kamu gak besar kayak ibu hamil lainnya? Apa jangan-jangan anak kita kurang gizi ya? Kamu pasti gak makan yang bergizi, kan?" Arkan menatap istrinya dengan tajam.

"Fitnah terus! Dia baru dua bulan, Mas. Ya memang ukurannya baru segini. Nanti kalau jalan 4 bulan juga udah besar," balas Ara dengan kesal.

Arkan mengabaikan balasan Ara. Ia kembali menenggelamkan wajahnya ke perut wanita itu. Ara tidak peduli apa yang dilakukan suaminya, karna fokusnya hanya pada kartun botak yang baru saja ia putar.

"Mas Arkan," panggil Ara tanpa mengalihkan pandangannya.

"Apa sayang," balas Arkan dengan wajah yang masih terbenam di perut Ara.

"Kenapa Upin Ipin gak punya rambut lebat kayak kita. Dia kan juga manusia," kata Ara dengan tangan yang masih mengusap rambut Arkan.

Arkan mendengus. Ia pikir istrinya itu sedang ngidam atau butuh sesuatu. Ternyata oh ternyata, dia hanya menanyakan perihal bocah botak yang hidup di balik layar televisi itu.

"Takdir," balas Arkan sekenanya.

Ara kembali diam tak membalas ucapan suaminya, maupun melontarkan pertanyaan absurd lainnya lagi.

MY FUTURE HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang