5. Tunangan

68 3 3
                                    

Semenjak gagalnya rencana bunuh diri Bestari, sekarang terpaksa ia dihadapkan dengan acara pertunangan. Yah, sangat tidak terasa, rasanya baru kemarin Bestari terciduk bersama Cakra di dalam apartemen.

Keluarga Cakra datang lengkap hari ini, kedua orang tua beserta satu adik lelakinya. Bestari baru kali ini melihat calon adik iparnya itu, karena katanya adik Cakra yang sering dipanggil Pram itu berkuliah di Kanada. Sungguh, jika Bestari diminta untuk memilih antara Cakra dan Pramudya, ia jelas akan memilih Pramudya.

Bestari mengalihkan pandangannya ke arah calon suaminya itu, ia akui Cakra terlihat sangat tampan dari biasanya dengan baju batik lengan panjang. Bestari membuang nafas kasar, seketika ia bingung haruskah bersyukur atau marah saat dinikahkan dengan lelaki semacam Cakra?

Selanjutnya, acara pertunangan akan segera dimulai. Cakra membawa kotak perhiasan berwana merah dengan beludru. Tak ada yang tahu seperti apa isinya. Bestari yang sedari tadi duduk dengan anggun mulai merasakan keringat yang bercucuran, jantungnya pun berdetak dengan lebih cepat dari seharusnya.

"Yang terhormat, Bapak Adi Wibowo dan Ibu Ratna Kresha, kedatangan saya beserta keluarga memiliki suatu niat yaitu ingin meminang satu-satunya putri tercinta Bapak Ibu, Bestari Kalandra Adi. Semoga saja niat baik kami direstui," Ucap Cakra dengan berani dan lancar.

Bestari melirik kedua orang tuanya, tak terlihat raut wajah ragu. Apakah hanya dirinya yang ragu? Mengingat ada salah satu hal yang ia rahasiakan. Dan tidak mungkin ia membocorkannya kepada seseorang termasuk kedua orang tuanya. Bestari menunduk dan menggigit pelan bibirnya menutupi gugup.

"Terima kasih kepada Cakra dan keluarga yang sudah siap meminang putri saya satu-satunya, tentu saya restui niat baik Cakra sekeluarga, semoga Cakra bisa menjadi sosok terbaik untuk putri saya. " Jawab Pak Adi dengan tegas namun masih terdengar lembut.

Perlahan air mata Bestari menetes, Ayahnya begitu yakin, tapi keyakinan Ayahnya jelas membuatnya takut. Ia takut apa yang dirahasiakannya akan menghancurkan keyakinan Ayahnya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam, berharap besar jantungnya yang berpacu cepat dapat kembali normal, dan pikirannya yang berkelana kembali netral.

Saat ia menatap ke depan, semua orang menatapnya, bingung. Ternyata sekarang waktunya ia berbicara. Ia tersenyum kikuk menutupi kesalahannya. Ia mengambil mic yang sudah berada di hadapannya, dan mulai berbicara.

"Saya terima pinangan dari lelaki yang saya cintai, Cakrawala Purnama Aji. Terima kasih untuk semua pihak yang hadir di acara bahagia ini, khususnya kepada Cakra beserta keluarga, dan juga keluarga saya yang sudah siap menjalin hubungan, semoga hubungan yang tercipta dapat terjalin harmonis. " Pungkas Bestari.

Lalu kedua sejoli itu saling memasangkan cincin pertunangan.

Semua orang terlihat bahagia, dan Bestari rasa ia pun seharusnya bahagia meskipun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Lalu, ia sunggingkan bibirnya lebar-lebar sebagai tanda ia pun turut bahagia.

Setelah acara inti dari pertunangan terlaksana, beberapa orang mulai memisahkan diri ke segala arah. Rumah ini cukup luas untuk dihadiri 50 orang, sehingga orang-orang begitu leluasa.
Dan, disinilah dua calon pasangan pengantin itu berada, di balkon kamar milik Bestari, dengan sama-sama duduk menunduk.

Tak bisa dipungkiri, bahwa acara ini terlaksana karena sebuah kesalahan, atau bisa juga kesalahpahaman. Cakra menelisik sang calon istri yang saat ini tampil begitu anggun dengan memakai atasan brukat dan rok batik lurus yang sengaja dibuat sepasang dengan dirinya, tak lupa rambutnya pun disanggul.

Cakra menatap teduh Bestari yang sedari duduk di balkon tak menatap sedikitpun ke arahnya, "Tar, lihat gue. " Pintanya.

Bestari berdecak, "Apa? " Jawabnya sedikit jutek.

"Lo bahagia 'kan? " Tanya Cakra dengan lembut.

Bestari berdiri dari duduknya dan menatap ke arah lain, "Bahagia? Mana ada orang yang bahagia saat dipaksa tunangan sama orang yang sama sekali gak dia cintai. Tapi gue lihat kedua orang tua begitu bahagianya," Bestari berbalik menatap Cakra, "Gue dipaksa harus bahagia. "

Cakra menunduk, mencoba memahami setiap kata yang terucap dari gadis itu, apa ia salah? Tapi yang meminta untuk menikahinya adalah Ayah si gadis juga, bukan murni keinginannya.

Cakra menatap Bestari yang kini air matanya mulai tertampung di pelupuk. Apa mungkin benar dirinya telah merenggut kebahagiaan Bestari dengan memaksanya menjalankan hubungan yang tidak ia inginkan?

"Kalo begitu, lo boleh kok batalin pertunangan ini, Tar, " Ucap Cakra dengan nada bergetar.

Dua-duanya kini terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing setelah Cakra mengatakan tawaran itu.

Lama terisak, Bestari akhirnya membuka suara, "Lo bisa ngomong segampang itu, tapi gimana dengan Ayah gue? Apa dia bakal setuju? Nggak! Lo tau kalo gue sudah nolak sebelumnya, kan? Tapi gak ada hasil."

Cakra mengangguk membenarkan, karena nyatanya keputusan Ayah Bestari sangatlah susah untuk dipatahkan.

"Terus lo gimana, Tar? Lo yakin mau nikah sama gue? "

Bestari menunduk, "Mau gak mau gue harus terima lo, Cak! "

Perlahan, senyum tipis Cakra terbit.

-𝓑𝓑-

Pagi ini Cakra sudah datang ke kediaman keluarga Bestari, bahkan ikut sarapan bersama saking datang paginya. Pasalnya, mereka akan melakukan fitting baju untuk pernikahan mereka yang terhitung dua minggu lagi mulai dari hari ini.

Keluarga sengaja mempercepat proses pernikahan karena mereka takut hal-hal yang tidak diinginkan akan terjadi, seperti Bestari yang kabur, atau lainnya.

"Cakra, kamu punya 'kan kartu nama Tante Hanum? Disitu ada alamat butiknya, takutnya kamu gak tau, terus nanti nyasar. " Jelas Ratna yang sudah mengakhiri makannya.

Bestari menatap Ibunya itu, "Kan ada GPS, Bu! Ngapain ribet-ribet pakai penunjuk arah manual, masih bisa kesasar kok kalo gak tau jalan. " Timpal Bestari hingga membuat wajah sang Ibu cemberut.

"Yah, kok Bestari ngeselin, sih! " Rajuk Ratna pada sang suami.

Adi pun terkekeh, "Udah-udah, jangan ribut. Malu, ada calon menantu. Maaf ya Cakra, mereka berdua tuh kadang seperti kucing dan anjing, ribut terus. "

Cakra tersenyum, "Iya gak apa-apa kok Om, saya malah suka lihatnya, soalnya keluarga saya selama makan sampai sehabis makan tuh diam-diaman, jadi sepi. "

Kini mata tajam Bestari melirik Cakra, "Ayah yakin apa nikahin aku sama orang yang suka keributan begini? "

"Eh, bukan begitu. Keluarga kamu tuh hangat, ada komunikasi antar satu sama lain, gak seperti keluargaku yang mengobrol hanya tiap ada sesuatu yang penting. " Jelas Cakra saat Bestari salah paham.

Adi menatap anaknya yang masih menyuapkan nasi, "Kamu tuh mikirnya negatif mulu sama orang. "

Matanya kembali tajam, "Tuh kan! Mana ada yang begini hangat, Cakra! Ngeselin tau, pagi-pagi udah bikin emosi. " Rajuk Bestari.

"Udah-udah, cepat habisin makanannya, kan janjian sama Tante Hanum jam sembilan. Nanti telat, loh! Apalagi butik Tante Hanum selalu rame. " Perintah Ratna pada anaknya.

Setelah beberapa menit, makanan Bestari pun habis, dan mereka berpamitan untuk pergi ke butik yang sudah ditentukan.

Saat perjalanan keluar rumah, Cakra berniat hati ingin menggenggam tangan calon istrinya itu, tapi ditepis oleh sang empunya.

"Gak boleh pegang-pegang ya, Cak! Aku belum terima kamu sepenuhnya. Jadi aku gak izinin kamu sentuh aku!"

-----------

Btw, jika ada yang salah atau tidak sesuai dengan kalimag pertunangan maapin yaa, soalnya aku belum pernah ngalamin:')
Jangan lupa vote dan komentar yaa biar lebih semangat up nyaa. Makasiii💚

I FOUND YOU IN DESPAIRWhere stories live. Discover now