3. Bagaimana?

77 6 7
                                    

Mendengar pernyataan itu, seketika jantung Cakra berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Ia bingung harus memberikan jawaban apa, jika ia menjawab Bestari berada di rumahnya, mau tidak mau namanya pun akan terbawa dalam masalah.

Beberapa detik Cakra tak menjawab.

"Halo? Kenapa diam saja?" Tanya Pak Adi yang perlahan mulai curiga.

"Eh iya, Pak?"

"Dimana Bestari? "

Cakra menarik nafas, sembari melafalkan Be brave, and be gentleman.

"Bestari ada di apartemen saya, Pak. Semalam saya antarkan ke rumah, tapi karena rumah Bapak sudah gelap lampunya, maka saya tawarkan untuk menginap disini. Tapi sumpah Demi Allah, saya gak apa-apain anak Bapak. "

"Shareloc." Lalu Pak Adi mematikan telepon itu. Dan membaca pesan yang dikirimkan oleh Cakra.

Sebelumnya ia menatap Karyawan itu terlebih dahulu, "Tolong antarkan motor saya ke bengkel, lalu antarkan ke rumah saya di Bumi Asih, terima kasih sebelumnya. "

Beberapa menit kemudian, ia sampai di depan apartemen yang berada di kawasan elite. Gedung yang menjulang tinggi itu tampak seperti akan mencakar langit saking tingginya. Pak Adi melajukan mobilnya menuju basement. Dan setelahnya bergerak menuju tempat dimana anaknya berada dengan langkah lebar.

Telinganya perlahan mulai memerah kembali setelah sampai di depan pintu apartemen milik Cakra, tangannya mengepal, lalu perlahan mengetuk pintu yang terbuat dari kayu jati itu.

Bestari datang dengan rambut yang digulung handuk, ia terheran-heran menatap Cakra seperti ketakutan, melihat temannya dengan keadaan seperti itu membuatnya tertawa terpingkal-pingkal. Padahal sebenarnya ia pun mendengar suara ketukan pintu itu, namun fokusnya teralihkan pada wajah panik Cakra.

"Cak, kenapa, sih? Muka lo kayak panik gitu? Abis lihat setan lo, ya? " Bestari kembali terbahak-bahak.

Namun tawa itu berhenti saat pintu terketuk lagi, Cakra menatap wajah bersih milik Bestari.

"Atau, lu lagi nahan berak, ya? Gue mandinya kelamaan, sorry ya lu jadi harus nahan berak begini. "

"Habis riwayat kita. " Ucap Cakra pelan.

Bestari kebingungan, "Kenapa? Emang siapa, sih yang datang? Ketakutan banget lo! Hayoloh, rentenir ya? Lo minjem duit berapa sampai takut gitu, " Bestari terus saja menertawakan Cakra.

"Gue buka ya, Cak? " Bestari perlahan mendekati pintu itu, bahkan ia sudah memegang gagang pintu itu.

Cklek.

"Assalamu'alaikum? "

Seketika tubuh Bestari mematung mendengar suara itu, lalu matanya menatap Cakra yang sudah berdiri di dekatnya.

"Suaranya kok kayak Bapak gue, ya? Tapi Bapak gue tau alamat lo darimana, coba? " Ucap Bestari dengan suara yang cukup keras untuk terdengar hingga keluar.

"Bestari! Pulang! " Ucap dari luar pintu tegas.

"Cakra! Kok gak bilang sih Bapak gue mau kesini? " Kini giliran Bestari yang panik.

"Sudahlah buka aja, dosa tau biarin orang tua diluar. " Langsung saja Cakra membuka pintu itu tanpa dosa. "Assalamu'alaikum, Pak? Mari masuk. " Dengan suaranya yang terbata-bata.

Nampaklah wajah sangar itu dengan telinga yang sudah sepenuhnya memerah. Sementara Bestari hanya tersenyum menampilkan deretan giginya yang belum ia sikat.

"Hehehehe, Ayah? " Sungguh, sebenarnya Bestari ingin melompat saja dari gedung untuk sekarang. Ia lebih takut Ayahnya daripada takut ketinggian.

"Pulang! Dan kamu, " Telunjuknya menunjuk Cakra yang sama-sama sudah panas dingin. "Ikut saya! "

I FOUND YOU IN DESPAIRWhere stories live. Discover now