4. Bunuh diri (?)

70 4 1
                                    

Tak ada angin, tak ada hujan juga. Tapi suasana hati Bestari benar-benar murung hari ini. Ia juga kebingungan, memikirkan hal kemarin apakah itu mimpi atau memang nyata? Rasanya sulit ia percaya.

Ia pun menatap ponselnya yang sedari tadi dipenuhi dengan panggilan tak terjawab dan pesan yang belum dibalas dari Cakra. Huh, laki-laki itu benar-benar membawa kedua orang tuanya ke rumah. Bestari tidak bisa berbuat apa-apa lagi, karena mereka semua dipaksa setuju dengan apa yang Ayahnya putuskan.

Ia beranjak dari ranjang tidurnya menuju cermin yang terpampang jelas dan besar di tembok putihnya. Perlahan ia menyisir rambutnya yang sama sekali tidak kusut. Kantung matanya menghitam, bahkan matanya sedikit bengkak hasil dari menangis semalaman.

Karena sungguh, Bestari belum siap menikah!

Ia terkekeh memikirkan rencana Ayahnya itu, "Aduh, bangun tidur jam delapan pagi, masak telur aja masih gosong, ngepel lantai aja kayak rumah kebanjiran, yang begini mau dinikahin? " Setelah berkata seperti itu, ia terlintas suatu ide.

Ia segera mempercantik diri, dan setelahnya turun dari lantai dua untuk mencari makanan di dapur. Ia melihat Ibunya yang setia duduk dengan tayangan suatu film di hadapannya. Bestari berdeham, lalu tatapan mata teduh itu meliriknya.

"Tari? Kamu mau sarapan? " Tanyanya sembari beranjak mendekati Bestari.

Bestari hanya mengangguk sebagai tanggapan, ibunya tersenyum tipis. Lalu menarik tangan Bestari menuju meja makan yang sudah terhidang beberapa macam makanan. Salah satunya makanan kesukaan Bestari.

"Ayo makan, Ibu ingin mengobrol sedikit. "

Bestari tak menghiraukan, ia langsung duduk saja dan mengambil makanan. Lapar di perutnya sudah tak bisa ia tahan.

"Ibu sudah tahu permasalahan kamu kemarin, Ibu juga kaget sebenarnya. Ibu percaya, kamu gak akan melakukan hal yang tidak-tidak. Tapi Ayahmu, kamu juga tahu sendiri ia seperti apa? Keputusannya tak bisa ditolak." Ibunya menghela nafas sebentar sebelum melanjutkan kembali ucapannya.

Jemarinya kini meraih jemari Bestari yang perlahan menghentikan gerakannya, hanya tatapan sendu yang tercipta di mata Ibunya itu, "Maka dari itu, Ibu ingin kerjasamanya. Kamu gak terpaksa 'kan mengikuti kemauan Ayah kamu? "

Rasanya Bestari ingin mengeluarkan semua yang terpendam dalam hatinya sedari kemarin. Tapi, semua akan sia-sia, karena Ayahnya tak menerima penolakan apapun darinya. Bestari mengangguk pasrah.

"Iya." Jawabnya singkat, lalu kembali melanjutkan makannya yang tertunda.

"Hari ini orang tua Cakra akan kesini membicarakan pertunangan kalian. Karena Cakra bilang orang tuanya sudah menyetujui. Kamu jangan pergi kemana-mana ya, karena orang tua Cakra akan datang nanti malam."

Lagi-lagi hanya dijawab anggukan oleh Bestari.

"Kamu mau nyalon dulu? Pergi ke spa biar rileks? Atau mau treatment skincare? "

Ia terdiam, lumayan juga. Sudah lama ia tidak memanjakan dirinya.

"Iya, boleh, Bu. "

"Oke, Ibu transfer dulu uangnya. "

"Bestari siap-siap dulu, Bu. "

"Oke sayang. "

Oke, saatnya ia melancarkan niatnya.

Ia mengemasi beberapa baju, tak banyak, mungkin hanya lima pasang baju. Setelahnya, ia menjatuhkan tas itu ke lantai pertama, tepatnya di halaman depan rumah. 

Bestari bergegas turun sebelum ada yang melihat tas itu, entah penjaga kebun, atau Ibunya.

"Bu, Bestari berangkat ya! " Ucapnya sembari menghampiri Ibunya.

I FOUND YOU IN DESPAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang