18. Ringan

0 1 0
                                    



Di kamar nya, Geladis menatap ponsel yang baru saja ia simpan di meja belajar. Tadi ia menelepon Thoriq. Iya. Menelepon Thoriq. Hal aneh yang membuat nya bingung sekaligus menyenangkan mendengar suara cowok itu lewat ponsel nya. Geladis tidak tau perasaan nya ini seperti apa, tetapi jerawat yang dua hari kemarin muncul di dahi nya seakan membuktikan jika ia sedang masa pubertas.

Sekarang ia mungkin tidak menyangkal, bahwa dalam hati kecil nya itu menyukai cowok bernama Adam Thoriq.

Geladis memejamkan mata sesaat, "Kalau rasa suka gue bertepuk sebelah tangan gimana?"

"Enggak. Gak boleh. Pokonya Adis lo itu gak boleh suka sama Thoriq. Dia itu cuma penasaran sama lo, gak ada rasa sama sekali."

"Eh tapi kalau gak suka kenapa ngasih gelang yah?"

Geladis menyandarkan punggung nya pada kursih belajar. Cewek itu membuka satu laci, mengeluarkan gelang yang tempo hari ia temukan bersama Alsya di koridor depan perpustakaan.

"Eh iya. Alsya. Gue harus telpon Caca."

Setelah sambungan telepon terhubung, Geladis memundurkan kepalanya. Kaget dengan teriakan Alsya si seberang sana.

"ADIS LO DIMANA? "

"Gue di kamar, lagi merenungkan masa depan." jawab Geladis asal.

"SERIUS DIS, LO DI KAMAR SIAPA?"

"KAMAR GUE LAH, KAMAR SIAPA LAGI COBA?"

"Alhamdulillah, lo kok bisa nyampe rumah sih? Pulang sama siapa? Kok gak ngajak ngajak? Gini yah sekarang main nya Dis, kecewa gue."

Geladis memutar bola mata malas, "Lo lagi naik gojek? Kok gak bareng sama Adara?"

"Gue... Gue di anterin Gatra."

Punggung Geladis menegak tiba tiba, cewek itu menyembur kan tawa begitu saja. "Serius?"

"Pepet terus Gatra nya Ca, biar move on." lanjut Geladis seraya tertawa pelan.

"Apasih Adis. Udah yah, telpon Airin sana dia masih nyari lo di SMA Pelita."

"Eh serius?"

"Iya... Nanti gue telpon lagi pas udah sampe rumah. Babai Adis lopyu."

Geladis menatap malas ponsel nya saat Alsya mematikan sambungan begitu saja. Cewek itu kemudian mendial nomor Airin, memberi tau bahwa ia ada di rumah dengan keadaan baik baik saja. Teman teman nya kadang berlebihan jika ada sesuatu yang terjadi. Geladis cuma pulang duluan, bukan di culik om om preman.

Tetapi ya, salah Geladis juga, kenapa ia tidak memberi tau jika akan pulang terlebih dahulu.

Geladis menyimpan ponsel kemudian menompang pipi nya dengan malas. Jari jari cewek itu memainkan dua gelang yang ia simpan di atas meja, Geladis yakin jika gelang yang ia temui kala itu adalah milik Thoriq. Dari segi model hingga warna sangat persis sama dengan gelang yang cowok itu berikan kepada nya, Thoriq juga pernah bilang bukan kalau cowok itu mebeli dua gelang, biar couple katanya.

"Duh... Gue kek anak SMP yang jatuh cinta sama cowok. Gini amat masa SMA gue." ujar Geladis bermonolog sendiri.

"Harusnya kan gue seneng. Iya dong jelas gue seneng, kapan lagi jadi gebetan cowok yang di taksir ciwi ciwi Galaksi." lanjut nya seraya menidurkan kepalanya di atas meja.

"Tapi gue rada minder."

"AKH BODO AMAT. GUE JUGA SUKA SAMA THORIQ. PIKS GUE GAK BAKAL NGEHINDAR KALAU DIA NGEDEKETIN GUE." teriak Geladis berapi api seraya berdiri dari duduk nya.

It's You Where stories live. Discover now