7. The Beginning

130K 12.3K 8.2K
                                    

2 tahun kemudian....

Jisung sedang belajar dikamarnya. Tangan anak itu sibuk menulis dengan pulpen.

Jaemin dan Jeno?

Kedua anak kembar itu tengah ada kelas tambahan di sekolahnya. Dan Donghae juga akan pulang larut.

Sudah jam 7 malam. Tapi belum ada yang pulang.

Tak apa, Jisung memaklumi hal itu.

Karena semenjak kejadian dimana dia kehilangan pendengarannya, dan Jeno yang koma, semuanya berubah total.

Sikap Jeno dan Jaemin semakin dingin terhadapnya. Tak ada lagi yang menemani anak itu belajar, atau bermain, tak ada lagi yang menjadi teman Jisung untuk bercerita, atau hal lainnya yang biasa mereka lakukan bertiga.

Donghae juga semakin kasar dan dingin terhadap Jisung.

Awalnya anak itu tak menyadari perubahan sikap ayahnya.

Tapi lama lama, Jisung tahu. Ada hal yang aneh.

Ayahnya tak pernah lagi menamai dan mengajari apapun padanya. Selalu marah jika dia mendapat nilai rendah, tak pernah lagi perhatian dan lemah lembut pada Jisung.

Ya, awalnya memang sekedar hal hal kecil seperti itu.

Tapi lama lama, semuanya menjadi lebih rumit.

Donghae mulai berkata kasar, membentaki Jisung, bahkan memukulinya.

Dan Jisung sadar. Sang ayah juga mulai membencinya sama seperti kedua hyung nya.

Alasannya?

Mungkin karena Jeno?

Entahlah, Jisung tak tahu. Namun 2 tahun cukup membentuknya untuk menjadi dewasa sebelum waktunya.

Konyol sekali.

Semuanya berubah hanya dalam waktu 2 tahun. Situasi macam apa itu?

Mereka tak pernah lagi duduk dieja makan dan makan bersama. Kecuali di pagi hari.

Hanya di pagi hari itulah, Donghae dan ketiga anaknya bisa duduk dan makan bersama.

Padahal mereka akan tertawa dan membicarakan banyak hal jika sudah makan malam bersama.

Jisung juga sudah fasih berbicara bahasa isyarat. Dan mau tak mau, baik Donghae maupun Jeno dan Jaemin juga ikut  belajar bahasa isyarat.

Kenapa tidak diberikan alat bantu pendengar?

Alasannya sederhana.

Donghae tidak siap, jika telinga Jisung akan mengalami infeksi dan semakin parah. Bagaimanapun juga, alat bantu pendengar itu butuh kesiapan yang matang. Dan Jisung juga masih terlalu kecil untuk dipasangkan alat itu.

Tapi jika itu memang alasannya, Jisung lantas berpikir.

Tiap siap apanya?

Donghae bahkan tak peduli.

BRAAKKK!!!

Pintu kamar Jisung terbuka kasar, Donghae tampak berdiri di ambang pintu dengan wajah menahan amarah.

Lelaki itu mencampakkan beberapa lembar kertas. Jisung menatap kertas kertas yang dilempar ayahnya itu.

Kertas ujiannya.

"Nilai macam apa itu, Lee Jisung?!!! Apa yang kau pelajari selamat ini?! Apa hanya ini hasil kerja kerasmu?!!! Ini bukan kerja keras!!!"

Jisung terdiam menatap wajah amarahnya dengan tatapan sendu.

Dear Jisung || NCT dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang