Ara tertawa kecil. "Gak papa, aku malah seneng kalau ada temennya,"

Beberapa menit kemudian, sopir Jihan datang. Ia juga diutus majikannya itu untuk pindah ke rumah anak dan menantunya.

Ara duduk dibangku belakang sendirian. Tangannya sibuk membalas pesan dari suaminya. Pria itu tidak bisa mengantar Ara pulang, karna ada meeting yang sangat penting di kantornya. Ara juga tidak masalah kalau pulang diantar sopir. Yang penting selamat sampai tujuan.

15 menit berlalu.

Ara turun dari mobil, dan memasuki rumahnya. Rumah yang sudah dua hari tidak ia lihat. Ah, dua hari rasanya seperti dua bulan. Ara sungguh tersiksa berada di rumah sakit.

Setelah berpamitan kepada Bi Inah, dan Pak Imam, Ara berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

"Masih jam sembilan pagi, tapi gue udah ngantuk,"

Ara memutuskan untuk berganti pakaian santai, dan tidur.

***

"Evan, lo pernah lihat cewek itu gak sih?"

Evan mengikuti arah tunjuk Lala. "Yang mana?"

"Yang itu, pake bandana kuning."

Dita dan Riko yang juga duduk semeja dengan mereka pun, turut ingin tau.

"Kalian lihat apa?"

"Itu lo, Kak. Cewek bandana kuning. Lo tau?"

Riko membalikkan badannya. "Ohh, Tita?"

"Lo kenal?" tanya Lala.

"Enggak, cuma tau doang. Emangnya kenapa?"

Lala mengedikan bahunya acuh. "Gak papa, gue baru lihat dia."

"Gue juga. Tau-tau udah di gengnya Selena aja," timpal Evan.

"Dia itu orangnya pendiam. Gue juga heran, kenapa dia bisa bergaul sama Selena," ujar Riko.

"Mungkin dipaksa, Kak," ucap Dita.

"Gayanya norak banget. Dia sok ikutan bully orang. Numpang tenar kali ya?"

"Mulut lo kalau dipake buat ghibah lancar juga ya, La. Coba disuruh ulangan lisan, putus, pita suara lo?" kata Evan menatap Lala heran.

Dita dan Riko tertawa pelan.

"Naluri seorang perempuan,"

"Salah satu dosa yang gak diampuni sama Allah itu, ghibah. Ti ati lo,"

"Iya, nanti gue tobat,"

"Hari ini tobat, besoknya maksiat lagi. Buat apa?"

Lala menatap Evan kesal. "Lo kerasukan apaan sih njing? Arwah ustadz?"

"Gue pengganti Ara, sebagai penyiar siraman rohani,"

"Bodoamat!"

***

"Assalamualaikum Ara?! Lo lagi apa?! Evan yang ganteng datang!"

Ara yang sedang menonton televisi pun berdecak kesal. Waktu santainya harus terganggu oleh manusia-manusia kampret, yang sayangnya sahabat dia sendiri.

"Waalaikumsalam! Ngapain sih ke sini? Gue besok berangkat!"

Evan melewati Ara begitu saja, lalu merebahkan dirinya di atas karpet berbulu tebal. "Kita itu sebagai sahabat yang baik, mau tau kondisi lo."

"Halah! Gue tau, ini tuh modus kalian, biar dikasih makan sama suami gue, kan?" cerca Ara.

"Tau aja lo, Maemunah!" Balas Lala dengan cengiran.

Ara hanya mencibir pelan. Ia berjalan ke arah dapur untuk membuatkan minuman.

"Geser, Van."

"Lo ngapa sih?! Gue ketekin juga muka lo!" Sebal Evan, karna sedari tadi Lala sangat mengusik posisi rebahannya.

"Di sini ada sofa, anjir! Nanti kepala gue kejedot, kalau pecicilan!"

"Ya makanya, gak usah pecicilan!"

Riko dan Dita yang sudah mulai terbiasa dengan perdebatan mereka pun, memilih acuh saja.

"Assalamualaikum,"

Lala dan Evan berhenti berdebat, saat mendengar suara lembut yang menyapa gendang telinga mereka.

Seorang gadis dengan seragam abu-abu khas anak SMA, yang melekat pas ditubuhnya, tersenyum manis ke arah mereka.

"Tita ya, Van?" tanya Lala memastikan.

Evan hanya mengangguk.

"Lo ngapain di sini, Ta?" tanya Riko dengan kerutan dalam di dahinya.

Sedangkan Dita, dia hanya diam saja, meskipun tak mengerti dengan kehadiran kakak kelasnya satu ini.

"Ini bener rumahnya Kak Arkan?"

"Iya. Lo ada urusan apa, ya?" tanya Evan.

"Aku anaknya Bi Inah,"

"Bi Inah siapa?" tanya Dita.

"Bi Inah yang bantu-bantu aku di rumah ini," jawab Ara dari dapur.

Setelah meletakkan nampan berisi minuman, Ara sedikit terkejut mendapati seorang gadis yang tampak asing dimatanya.

"Maaf, kamu siapa ya?"

Tita tersenyum manis menatap Ara. Ia berjalan mendekati gadis itu, dan berhenti di depannya. "Aku Tita, anak Bi Inah."

Ara mengulas senyumnya. "Oh, hai, gue Ara."

Tita menerima uluran tangan Ara. "Salam kenal, Ara."

"Lo bisa langsung masuk, istirahat. Bi Inah ada di dapur," jelas Ara, yang diangguki Tita.

Selepas kepergian Tita, Ara berbalik menghadap sahabatnya. "Kalian kenapa?"

"Lo punya pembantu?" Tanya Lala.

"Iya. Bi Inah itu yang suka bantu-bantu di rumah mama, terus mama minta Bi Inah kerja di rumah ini buat bantu-bantu gue,"

"Terus itu anaknya juga ikut ke sini?"

Ara mengangguk. "Kata Bi Inah, anaknya itu ga bisa jauh dari Bi Inah,"

Mereka hanya mengangguk-anggukkan kepala mengerti.

***

Tbc.

Aku udah berapa hari sih gak muncul? Ga ada yang nyariin pula! Kalian tega banget *emot nangis sampe ngik ngik.

Kalian nungguin Ara-Arkan ga? Enggak! Oke fix. Kita kemusuhan. Bay.

Jangan lupa vote dan comment.

Mon maap kalo ada typo.

See you next part ❤

Semarang, 9 April 2021
Salam Indah♡

MY FUTURE HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang