+22

8.9K 1.2K 128
                                    

JISUNG tampak sangat bersemangat walau hari masih pagi. Suara derap kaki terdengar disusul beberapa benda jatuh, tentu saja berasal dari Jisung. Hingga Taeyong yang sekarang bertugas menjaganya pun agak kewalahan.

"Pelan-pelan aja, Jisung juga belum sarapan ini."

"Ih, Papa yang kelamaan!"

Taeyong menghela napas. Sabar, ia harus bersabar menghadapi Jisung.

Terutama di usia Jisung yang menginjak delapan dan masa-masa anak semakin aktif bergerak. Jisung sangat tak bisa duduk diam, tapi sisi positifnya dia juga lebih rajin mendalami bidang tari.

"Sarapan di mobil aja, Pa!"

Lagi-lagi Taeyong mengalah. Ia bergegas memasukkan roti isi yang rencananya dimakan untuk sarapan ke dalam kotak bekal.

Suara derap kaki kembali terdengar. Kali ini Taeyong mengambil napas dalam-dalam sebelum berteriak.

"Jangan lari terus! Nanti nggak dibolehin nari lagi, loh!"

Tiba-tiba saja Jisung sudah berada di belakang Taeyong, wajahnya cemberut. Agaknya Taeyong tahu apa yang akan dikatakan oleh Jisung---saking hafalnya ia dengan tingkah laku anak itu.

"Icung kan baru nari sebulan ini, Pa!"

"Makanya nurut sama Papa," Taeyong mencubit hidung Jisung hingga memerah. "Mamamu takut kaki Jisung sakit lagi, udah untung dibolehin kan?"

Dengan raut wajah yang belum membaik, Jisung mengangguk. Teringat bagaimana dirinya memohon pada Lisa selama hampir setahun agar diperbolehkan kembali menari.

Jisung memang sangat tertarik pada bidang tari dan ingin mendalami hal tersebut. Beruntung di ulang tahunnya yang kedelapan Lisa mengizinkan.

Motivasi Jisung berasal dari ucapan Paman Ten. Kata Paman Ten dahulu Mamanya sangat berbakat menari, bahkan Taeyong juga seorang dancer handal.

Entah mengapa Jisung tak lagi melihat Lisa menari, begitu pula Taeyong yang sibuk mengurus café beserta cabang-cabangnya. Karena itulah, Jisung bertekad akan meneruskan impian kedua orang tuanya.

Tak ingin membuang waktu, Jisung langsung menyeret Taeyong menuju pintu keluar.

"Ayo! Ayo! Ayo!"

"Eh?"

Secepat kilat mata Taeyong menelusuri isi rumah yang berantakan dan berupaya mengingatnya---ia harus membereskan semua masalah ini sebelum Lisa pulang. Lalu buru-buru mengunci pintu dan menyusul Jisung.

Jisung membalikkan badan dan menatap Taeyong dengan tatapan bersemangat. "Papa, ayo berangkat!"

Taeyong tersenyum lembut, rasa lelah dan keluhan yang sempat hinggap seakan musnah. Memandang Jisung adalah salah satu sumber kebahagiaannya.

***

"Masuk lagi? Padahal kalau libur sekolah anak-anak lebih milih ke tempat lain daripada latihan nari."

Taeyong terkekeh. "Taulah gimana Jisung, pasti dia minta ke sini kalau nggak sekolah."

Ten ikut tertawa. Jumlah orang di studio hari ini memang lebih sedikit dari biasanya karena sedang masa libur sekolah. Namun satu orang yang terus datang, dan itu adalah Jisung.

Suara tawa lain mengalihkan perhatian kedua pria tersebut. Tepat di tengah ruangan, ada beberapa anak sedang mengobrol seru.

Jisung tertawa keras setelah salah satu anak melontarkan candaan, hingga Taeyong pun tak mampu menahan senyum melihatnya. Tampaknya hal itu sangat lucu hingga anak-anak yang lain ikut tertawa.

[1] StoryOnde as histórias ganham vida. Descobre agora