03

7.7K 1.3K 83
                                    

SETELAH sampai di rumah, Lisa melakukan tugasnya seperti biasa.

Memandikan Jisung, menggantikan pakaian Jisung dengan baju yang lebih nyaman, juga memasak makan siang.

Tapi ada yang aneh. Jisung tidak secerewet biasanya, ia juga tidak menonton tayangan kartun favoritnya.

Sepanjang hari Jisung cuma tidur.

Lisa diam di ambang pintu. Ada dorongan untuk masuk dan bertanya mengenai keadaan Jisung.

Tetapi rasanya begitu enggan sehingga Lisa ragu melangkahkan kaki. Pada akhirnya ia tidak jadi masuk dan membiarkan Jisung sendirian.

Lisa berjalan menjauh dengan pikiran rumit.

Selama ini ia tidak pernah memberitahu yang sebenarnya. Yang ia katakan pada Jisung bahwa papanya pergi jauh.

Melihat reaksi Jisung, pasti anak itu paham apa maksud perkataan teman-temannya.

Sementara bagi Lisa, umur empat tahun bukanlah waktu yang tepat untuk Jisung mengetahui kebenarannya. Lisa kira ia bisa menyembunyikan segalanya hingga Jisung menginjak remaja.

Lisa takut Jisung terus sedih.

Tidak, batin Lisa berseru.

Ia mengambil napas dalam. Berusaha mengenyahkan pemikiran bahwa ia mencemaskan Jisung.

Lisa tidak akan menerima Jisung.

***

Awalnya ia pikir bisa menahan diri tanpa banyak halangan. Hingga di pagi harinya Jisung tidak bisa dibangunkan.

Lisa kelimpungan, panik menguasai dirinya. Ketika tangan Lisa tak sengaja bersentuhan dengan tubuh Jisung, ia baru sadar.

Jisung demam.

Tanpa pikir panjang, Lisa keluar kamar untuk menyiapkan kompres dan obat. Ia bahkan meminta izin tidak bekerja agar bisa menjaga Jisung.

"Mama...."

"Iya?" tanya Lisa cepat.

Di kasur, Jisung menatap Lisa dengan pandangan sayu. Sedetik kemudian Lisa mematikan sambungan telepon dan berjalan ke pinggir kasur.

"Ada yang sakit? Jisung mau minum?"

Jisung menggeleng lemah. Tangan Lisa dengan cekatan membenarkan letak kompres di dahi Jisung.

"Mau Mama,"

"Apa?"

"Icung boleh peluk Mama?"

Lisa kira dirinya mulai berhalusinasi dan menangkap suara dengan tidak benar. Tetapi ketika melihat raut berharap Jisung, Lisa baru yakin Jisung benar-benar mengatakannya.

Entah kenapa ia justru mengangguk, walau terlihat sangat kaku.

Lisa duduk di pinggir kasur dengan ragu-ragu. Perutnya terasa diaduk ketika membantu Jisung duduk.

Perlahan, Jisung duduk di pangkuan dan menenggelamkan wajahnya ke leher Lisa. Kedua tangan mungilnya memeluk Lisa dengan erat.

Hampir setengah menit Lisa bertarung dengan dirinya sendiri. Menampik pikiran tak jelas, Lisa memutuskan untuk membalas pelukan Jisung.

Rasanya hangat dan menenangkan.

"Mama...."

"Hum?"

Diam-diam Lisa terkejut dengan suaranya yang keluar dengan sangat lembut.

Lisa mulai tidak mengenal dirinya sendiri.

"Papa pergi jauh,"

Napasnya sesak. Lisa belum menyiapkan diri akan membahas persoalan ini di waktu yang sangat cepat.

"Mama gak akan pergi kan?"

Jisung mengangkat wajah, memandang Lisa dengan raut penuh ketakutan.

"Mama selalu sama Icung kan?"

Mulut Lisa seolah terkunci rapat. Gejolak batin mulai menguasai diri Lisa.

Bagai dua sisi koin yang berlawanan, ada satu sisi di mana ia ingin mengangguk setuju. Juga ada pula satu sisi Lisa ingin menolak.

Mata Jisung yang memerah mulai berair. Tiba-tiba Jisung memeluk Lisa dengan lebih erat.

"Ma ... hiks, jangan pergi...."

Lisa masih diam, tidak tahu harus melakukan apa. Ia mendengar dengan jelas setiap isakan yang keluar dari mulut Jisung.

"Icung janji gak nakal, Ma, hiks, jadi jangan pergi ... Icung janji makan sayur juga, hiks...."

Kedua tangan Lisa mengepal erat.

"Icung sayang Mama...."

Pertahanan Lisa segera hancur. Ia ikut meneteskan air mata dan membalas pelukan Jisung tak kalah erat.

"Ssttt, jangan nangis. Mama di sini." Ucap Lisa dengan suara serak.

Jisung masih terisak keras, lelehan air matanya mengalir menetesi leher Lisa. Anak tersebut seolah tidak mau melepaskan Lisa karena takut ditinggal.

Sementara Lisa juga menangis dalam diam.

Muncul perasaan menyesal karena dirinya yang begitu egois. Ia memang tak lagi memiliki keluarga, tapi masih ada Jisung yang membutuhkannya.

Lisa berniat belajar menerima Jisung, walau harus pelan-pelan.

[tbc.]

02/03

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

02/03

nanaourbunny

[1] StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang