07

6.4K 1.2K 12
                                    

TIGA hari berlalu.

Rose sudah berjanji akan tetap menghubungi Lisa dan memberi kabar tentang Jisung.

Akhirnya Rose memang tidak mengingkari janji, tapi setiap melihat wajah bahagia Jisung saat bersama Rose...

Lisa merasakan sakit.

Ia pernah berharap dirinyalah yang ada di posisi Rose. Namun pemikiran tersebut langsung Lisa tepis.

Ini seperti bukan dirinya.

"Mama?"

Lisa tersentak. Awalnya ia mengira Jisung pulang ke rumah, tetapi kenyataannya suara itu datang dari layar ponsel.

Batinnya terkekeh meremehkan.

Rumah mana yang ia maksud? Rumah Jisung yang asli adalah bersama Rose!

"Iya?"

Mulut Jisung mencebik imut. "Mama gak denger Icung cerita!"

Lisa memaksakan tawa keluar dari mulutnya. Kemudian berusaha mencari alasan lain.

"Maaf, maaf, Mama tadi liat kelinci."

"Kinci?" nada bicara Jisung tampak tertarik.

Lisa berusaha menahan senyuman. "Kelinci, nak."

"Klinci?"

Ia tidak bisa. Maka dari itu senyuman lebar muncul diikuti tawa pelan. Kepalanya mengangguk asal.

"Kemaren Icung sama Ibu tangkap klinci juga, Ma!"

Senyum Lisa perlahan pudar.

"Klinci besar-besar, makan wortel!"

Tangan mungil Jisung bergerak menghitung. "Satu warna coklat, dua hitam, putihnya lima! Eh, putihnya enam!"

Jisung mengerutkan kening kebingungan. "Putihnya delapan!"

"Kalau delapan, jarinya begini."

Lisa menggerakkan tangannya agar berjumlah delapan. "Nah, ini delapan. Kalau punya Jisung itu tujuh."

"Oohh," Jisung mengangguk paham.

"Delapan!" serunya dengan dua jari tertekuk--menunjukkan jumlah delapan.

Lisa mengangguk beberapa kali, lalu mengulas senyuman yang tak selebar sebelumnya.

"Ibu juga ajak Icung ke tempatnya Donal Bebek! Donal besaaarrr sekali, Ma!"

Kedua tangan Jisung bergerak membentuk gestur sangat besar.

Terlihat sangat imut di mata Lisa. Namun juga menyesakkan hatinya. Tanpa sadar ia berharap dirinyalah yang dibicarakan Jisung, lagi.

"Terus, terus, Ibu beli mobil buat Icung. Warna biru sama merah, Ma!"

Jisung menatap ke sekitar. "Icung ambil dulu, Ma!"

Seakan tak memiliki banyak tenaga, Lisa mengangguk lemas. Membiarkan Jisung berlari dari depan kamera menuju entah ke mana.

"Ini, Ma!" Jisung menunjukkan sebuah mainan mobil yang sangat besar.

Jisung tersenyum lebar dan bercerita dengan penuh semangat.

"Icung mau merah, tapi biru juga. Jadi Ibu beliin dua, Ma!"

"Harusnya satu aja kalau beli, Sung."

Raut Jisung perlahan berubah dan Lisa langsung menyadari kesalahannya.

"Em, kalau Ibu Rose gak keberatan gak apa-apa. Tapi jangan nakal, ya?"

Lidahnya terasa pahit saat mengucapkan kata ibu secara langsung. Dan Lisa sangat tidak suka perasaan seperti ini.

Kepala Jisung mengangguk lucu kemudian senyuman kembali muncul di wajahnya.

"Besok Icung ajak Mama naik yang merah, Ibu yang biru! Hehehe, Icung keren kan, Ma?"

Lisa menghela napas pelan lalu tersenyum tipis, yang lagi-lagi palsu.

Ia mengamati dua buah mobil mainan yang cukup besar, bahkan Jisung harus menggunakan dua tangan untuk mengangkatnya.

Harga mainan tersebut tentu mahal. Apalagi bermerek terkenal dan terlihat sangat keren.

Lisa menggigit bibir, menahan luapan kesedihan yang tiba-tiba datang.

Membandingkan dirinya dengan Rose. Dalam sekali lirikan mata, tentu saja jelas mereka berbeda jauh.

Lisa cuma guru taman kanak-kanak, sedangkan Rose adalah seorang direktur perusahaan. Uang Lisa tidak sebanyak milik Rose yang mampu membelikan mainan sesuai keinginan Jisung.

Bahkan walau terhalang layar, Lisa tahu Jisung benar-benar bahagia. Tampak jelas dari binar mata dan suara Jisung yang selalu semangat saat membicarakan kesehariannya bersama Rose.

Jisung memang sesenang itu tinggal dengan Rose.

Andai Lisa sadar bahwa ia sudah menerima Jisung di kehidupannya.

[tbc.]

02/07

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

02/07

nanaourbunny

[1] StoryWhere stories live. Discover now