"Lu mundur! Gue yang nyetir," ucap Jeje.

"Yakali!" Sewot Deo dan mendapat ledekan dari ketiga temannya. Memangnya ia cowok spesies apa hingga dibonceng seorang perempuan.

"Kalo gak mau ya terserah," ucap Jeje menurunkan tangannya, yang semula sudah menyentuh ujung stang motor Deo.

"Yaudah iya," ucap Deo pasrah dan memundurkan duduknya, memberi akses pada Jeje yang tengah terkekeh kecil melihat ekspresi wajah Deo yang__

Kalian bisa membayangkannya sendiri.

Jeje tidak bohong, ia jujur pasal tidak biasa dibonceng. Sebab, siapa pun orang yang akan ia tumpangi pasti dia sendiri yang menyetir.

Tidak betah katanya, semua temannya membawa motor alon-alon.

Sementara Deo yang sudah berada diboncengan Jeje melipat kedua tangannya di depan dada. Sedari tadi ketiga temannya tertawa geli menertawakan dirinya, lihat saja nanti tidak ada yang namanya traktir-traktiran.

Hingga di perempatan jalan ketiga terong itu membelokkan motornya ke arah kiri, bermaksud mengantar Dery terlebih dulu. Jeje yang melihat itu pun melirik Deo dari kaca spion, saat Deo juga melihatnya gadis dengan rambut kuncir kuda itu segera mengalihkan pandangannya.

Deo terkekeh kecil dan mencolek punggung Jeje gemas.

"Lucu bingit sih, Je."

Jeje masih diam tidak menjawab ucapan Deo membuat cowok itu gentar menggodanya. Sembari terkekeh kecil lagi dan lagi Deo mencolek punggung Jeje membuat gadis itu menarik sebelah tangan Deo. Keduanya terdiam beberapa detik saat menyadari jika tangan kiri Deo yang ia tarik berpengaruh pada posisi duduk cowok itu yang semakin condong ke depan. Membuat dada Deo percis menempel di punggung Jeje.

"Ngomong aja pengen di peluk dari belakang," ujar Deo sembari tersenyum kecil.

"Temen lo pada mau kemana tuh?"

"Dosa mengalihkan pembicaraan."

"Temen lo pad---"

"Rumah Dery, nganterin dia dulu kayaknya." Jawab Deo yang melihat jalanan sekelilingnya. Matanya menyapu ke depan hingga menemukan Jeep Rubicon putih terparkir sembarang di pinggir jalan.

"Kok kayak mobil bapak gue," gumam Deo.

"Mobil siapa?" Tanya Jeje dan memberhentikan motor matic yang ia kendarai. Deo yang masih memastikan mobil itu pun mengalihkan pandangannya sejenak pada Jeje.

"Mobil emak gue maksudnya."

"Hah?"

"Mamah gue, Je. Emak sama dengan Mamah!" Ujar Deo gemas.

"Bukan itu, maksudnya yang bawa mobil itu mama lo?"

"Iya, kenapa?"

"Nggak, keren aja." Jawab Jeje menganggukkan kepalanya.

"Lo juga keren," ucap Deo dan Jeje mengerutkan dahinya.

"Apaan?"

"Lo juga keren, bisa baw---"

"Mau di samperin gak itu mamah lo?!" Sangkal Jeje dan membuat Deo berdecak kesal. Pasalnya, jika Deo sudah memujinya tidak akan ada ujungnya.

"Dosa mengalihkan pembicaraan!"

"Yaudah turun!" Suruh Jeje.

"Inget ya ini motor gue!" Ucap Deo melototkan matanya tidak terima.

"Motor murah juga," gumam Jeje pelan dan mendapat sentilan di belakang kupingnya. Lalu, Deo menepuk bahu Jeje agar cepat menjalankan motornya, membawa kuda besi itu menghampiri mobil Jeep Rubicon putih yang entah sedang apa disana.

"Loh sayang, ngapain kamu?" Deo sempat terjingkat mendengar suara Ayahnya mengagetkan dirinya. Rio baru saja keluar dari gerai Tato milik temannya, karena parkiran disana penuh mengharuskan Rio memarkirkan mobilnya itu di pinggir jalan.

"Papah yang ngapain disini? Sendiri lagi," tunjuk Deo yang sudah turun dari motornya. Mata anak yang masih remaja itu melihat tampilan ayahnya dari bawah hingga atas. Bukan seperti bapak-bapak pada umumnya.

 Bukan seperti bapak-bapak pada umumnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Nyari janda yah?!" Lanjut Deo.

"Goblok!"

"Terus ngapain disini? Mama kemana?" Tanya runtut Deo membuat Rio menghembuskan nafasnya. Kenapa bisa ia mempunyai anak secerewet Deo?

"Ada di rumah, habis dari gerai tato papah mau beli rujak."

"Hem ngeles," ujar Deo tidak percaya.

"Tidak percaya yasudah," balas Rio dan membuka pintu mobilnya namun sebelum itu ia sudah menarik tangan ayahnya agar tidak masuk terlebih dahulu.

"Kenapa?"

"Ini loh pah, gak mau kenalan gitu?"

"Siapa emangnya?" Tanya Rio menatap Jeje yang tersenyum kecil ke arah ayahnya Deo. Sungguh ia masih belum bisa percaya, ayahnya Deo keren sekali. Ia juga normal, melihat penampakan Rio yang seperti itu ia yakin tidak akan ada yang menyangka jika Rio sudah menjadi seorang bapak.

"Jesica Dian, Om."

"Panggilannya?" Tanya Rio lagi.

"Je--"

"Sayang pah," sangkal Deo dan mendapat pelototan dari Jeje. Rio yang mendengar itu berakting muntah dan masuk kembali ke mobilnya.

"Tapi itu panggilan khusus dari Deo doang sih," ujar Deo lagi.

"Terserah kamu, De."

"Motor kamu dateng entar sore," lanjut Rio dan mendapat seruan yes dari anaknya. Motor lagi, motor lagi. Begitulah Deo, tidak tau bagaimana caranya mencari uang. Biarlah, anak sultan.

"Nitip juga rujak bengkuang pah!"

"Cium dulu!"


____

Aku udah lumayan baik, tapi belum bisa aktif tiap hari lagi di wattpad.

See you.






ARDEO MAHENDRAWhere stories live. Discover now