Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malam itu, sesampainya di kosan Wira langsung markirin motornya asal lalu masuk ke dalam dengan langkah terburu-buru. Tegar, Julio, sama Mark yang lagi nonton di ruang tengah bahkan sampai terheran-heran liatnya.
Begitu sampai di depan kamarnya, Wira papasan sama Tirta. Kalau tadi dia bisa aja nyuekin anak-anak yang lain, tapi kalo Tirta enggak.
"Baru pulang?"
"Iya, Bang."
"Oh, besok lagi jangan kemaleman."
Wira ngangguk, terus langsung aja masuk ke kamarnya.
Dia lepas topi, masker, jaket, dan bahkan tas nya dia lempar ke sembarang arah. Cowok itu duduk di tepi kasur, bertanya-tanya kenapa harus ada orang yang mengingatkan dia perihal rasa itu lagi.
Wira bangkit, dia buka jendela kamarnya dan ngebiarin dinginnya angin malam masuk ke kamar. Dia ambil kursi yang ada di sudut ruangan dan dia posisikan kursi itu menghadap ke jendela.
Nggak jauh dari tempatnya duduk, ada rak buku yang isinya nggak jauh-jauh dari komik, novel, dan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Buku itu Wira tulis karena dia nggak punya keberanian yang cukup untuk sekedar menyapa.
Buku itu Wira tulis karena dia nggak punya keberanian yang cukup untuk jujur sama semua perhatian yang diam-diam pernah dia berikan.
Dan buku itu Wira tulis karena dia nggak punya keberanian yang cukup untuk bilang, "Gue suka sama lo. Jauh sebelum lo kenal dia."
Cowok itu tertawa. Menertawakan diri sendiri lebih tepatnya.
Wira ngusap wajahnya kasar lalu merogoh ponsel yang ada di saku celananya. Dia play salah satu lagu yang emang sering dia denger akhir-akhir ini.
I love you but it's not easy to make you here with me I wanna touch and hold you forever But you're still in my dream
