Hiden Part.48 Who Is He

13.4K 1.4K 283
                                    

Hai, guys...
Long time no see.

Jangan lupa siapin vote dan komen buat baca part ini.
--------------
🍂

Setelah kejadian pengeroyokan itu, Zetta absen sekolah. Terhitung dua hari dia hanya menghabiskan waktu di atas kasur dengan wajah pucat. Tak berhenti melamun dan sesekali memukul-mukul kepalanya untuk menghalau bayangan masa lalu yang tiba-tiba muncul di ingatannya. Dalam bayangannya, Zetta melihat seorang anak kecil tengah menggambar di atas meja kecil ditemani seorang wanita berusia hampir kepala tiga.

"Zetta, kamu gambar apa, Nak?" tanya wanita itu.

Zetta kecil menghentikan gerakan tangannya dan menatap wanita itu dengan sumringah. "Gambar Bu Maya."

Bu Maya mengamati gambaran Zetta kecil dengan senyuman tulus. Gambarannya memang tak sempurna. Hanya garis yang tak lurus dengan lingkaran tak berbentuk yang menyimbolkan manusia."Kenapa Zetta gambar Bu Maya?"

"Karena Bu Maya baik kayak Mami Zetta. Bu Maya nggak pernah marahi Zetta meskipun Zetta nggak pinter-pinter belajarnya."

Bu Maya hanya tersenyum sambil mengusap pucuk kepala Zetta. "Zetta itu anak yang hebat. Nggak ada alasan Bu Maya memarahi Zetta."

Pujian Bu Maya justru membuat Zetta kecil menunduk lesu. "Tapi, Zetta nggak pinter kayak temen-temen yang lain."

Kasihan sekali ketika melihat gadis lucu itu pesimis. "Zetta lambat menulis atau membaca, bukan berarti Zetta nggak pinter. Itu cuma kekurangan Zetta. Tapi, yang harus Zetta ingat, Zetta punya banyak kelebihan yang lain."

Ucapan Bu Maya tak cukup membuat Zetta percaya. Di usianya yang masih menginjak lima tahun dia bisa menilai dirinya sebagai anak yang payah. "Zetta nggak punya kelebihan apa-apa."

Zetta memang kritis sejak kecil. Bahkan, orang dewasa saja susah untuk memberi analogi padanya. "Sekarang coba Bu Maya tanya, siapa yang sering bisa jawab tebakan dari Bu Maya?"

"Zetta."

"Siapa yang sering menang games?"

"Zetta juga."

"Nah, itu apa kalau bukan kelebihan?"

"Tapi, kata Marcel, kalau Zetta nggak bisa baca tulis namanya bego. Kata Marcel juga kalau bego Zetta disayang sama guru, terus nggak boleh naik kelas. Jangan-jangan Bu Maya sayang sama Zetta gara-gara Zetta bego? Bu Maya jangan sayang sama Zetta ya? Nanti Zetta jadi anak TK sampai tua."

Baru saja terharu dengan Zetta yang tengah putus asa, Bu Maya tiba-tiba menahan tawanya melihat kepolosan Zetta. "Tidak bisa baca tulis bukan berarti Zetta bego, cuma kurang pinter aja. Lain kali kalau ada yang ngatain Zetta yang jelek-jelek jangan didengar."

"Tapi, yang dibilang Marcel kan bener. Nggak pinter sama bego kan sama aja."

Bu Maya sampai kehabisan cara bagaimana memotivasi Zetta. Zetta memang tidak pintar di bidang akademik, tapi dia memiliki otak cerdas yang bisa menganalisa keadaan sekitarnya dengan tepat. Salah bicara sedikit saja Bu Maya sampai tidak tahu harus menjawab apa.

"Zetta harus ingat, pintar itu tidak harus bisa baca tulis atau hitung-hitungan. Tapi, pintar yang utama itu adalah pintar bersikap. Sepintar apa pun Zetta, kalau Zetta nggak punya sikap yang baik sama dengan nol."

Ingatan manis itu tiba-tiba terlihat gelap dan terdengar dentuman keras dari senjata api. "BU MAYA!"

Zetta berteriak dengan kecang hingga membuat orang tuanya berlarian memasuki kamarnya. Sharena yang melihat Zetta menjambak-jambak rambutnya langsung menahan tangannya dan mendekap tubuh putrinya itu. "Jangan dijambak, Sayang... Sakit."

SAVAGE (End)Where stories live. Discover now